Sukses

Bupati Labuhanbatu Ditahan di Rutan KPK

Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap terkait proyek-proyek di Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Liputan6.com, Jakarta Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap langsung ditahan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 18 Juli 2018 malam. Penahanan dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap terkait proyek-proyek di Labuhanbatu, Sumatera Utara.

"PHH (Pangonal Harahap), bupati, ditahan 20 hari pertama di Rutan Salemba cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK kavling K-4," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu.

Bupati Pangonal sendiri usai menjalani pemeriksaan awal pascaditetapkan sebagai tersangka tak memberikan pernyataan sedikitpun. Dia memilih langsung masuk ke dalam mobil tahanan.

Pada kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek-proyek di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.

Selain Bupati Pangonal, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka. Yakni Umar Ritonga selaku pihak swasta dan Effendy Syahputra selaku pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA).

Saut mengatakan, Bupati Labuhanbatu Pangonal dan Umar Ritonga diduga menerima suap dari Effendy melalui beberapa perantara sebesar Rp 576 juta. Namun uang tersebut masih belum disita oleh tim penindakan KPK.

 

2 dari 2 halaman

Hanya Sita Bukti Transfer

Tim penindakan hanya menyita bukti transfer. Menurut Saut, bukti transaksi sebesar Rp 576 juta dalam kegiatan ini diduga merupakan bagian dari pemenuhan dari permintaan Bupati Panganol sekitar Rp 3 miliar.

Sebelumnya sekitar Juli 2018 diduga telah terjadi penyerahan Cek sebesar Rp 1,5 miliar, namun tidak berhasil dicairkan.

Adapun, uang Rp 576 juta yang diberikan Effendy kepada Pangonal melalui Umar Ritonga bersumber dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat, Labuhanbatu.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Effendy Syahputra disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebagai pihak yang diduga penerima, Bupati Pangonal dan Umar Ritonga disangkakan melanggar Pasal12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Saksikan video pilihan di bawah ini: