Liputan6.com, Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mencopot Kakanwil Jawa Barat Indro Purwoko pascaoperasi tangkap tangan (OTT) Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husen. Yasonna juga mencopot sejumlah pejabat lainnya di Jawa Barat.
"Secara institusi kami mengevaluasi, maka per hari ini saya memberhentikan Kakanwil Jabar Indro Purwoko. Kadivpas Jabar Alfi Zahri Kiemas, saya baru saja tanda tangan surat keputusan (pemberhentian)," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham Kuningan Jakarta Selatan, Senin (23/7/2018).
Yasonna mengatakan, posisi Indro digantikan oleh Dodot Adit Koeswanto. Dodot sebelumnya menjabat sebagai Kadiv Administrasi Kakanwil Kemenkum HAM Jabat. Posisi Kepala Lapas Sukamiskin dijabat Kusnali sebagai pelaksana harian (Plh).
Advertisement
Sementara, Kadiv PAS Jabar saat ini dijabat oleh Agus Irianto yang sebelumnya menjabat Kepala Lapas Banceuy.
"Saya sudah cek track record masing-masing supaya pas. Karena kita tahu Lapas Sukamiskin sangat menggoda," ujar Yasonna.
Sebelumnya pada Sabtu, 21 Juli 2018, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein. Pada rangkaian tersebut, Inneke juga turut diamankan dalam rangkaian OTT di rumahnya, kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Seharga Apartemen
Pada kasus ini, KPK baru menetapkan empat tersangka, yaitu Kalapas Sukamiskin, Fahmi, seorang tahanan pendamping, dan asisten kalapas.
Total uang yang diamankan KPK dalam OTT ini sebanyak Rp 279.920.000 dan USD 1.410. Selain itu ada dua mobil Wahid yang diamankan KPK karena diduga terkait suap. Jenis mobil tersebut adalah Mistubishi Triton Exceed warna hitam dan Mitshubishi Pajero Sport Dakkar warna hitam.
KPK menduga Fahmi, suami Inneke menyuap Wahid agar bisa mendapatkan kemudahan untuk keluar-masuk tahanan.
Dalam operasi senyap, tim penyidik menemukan adanya fakta jual beli kamar, jual beli izin keluar masuk tahanan. Tak hanya itu, tim menemukan sejumlah tempat dan tindakan mengistimewakan napi yang menyetor uang.
Untuk merasakan fasilitas tambahan, narapidana harus merogoh kocek yang dalam. Mereka harus menyetor uang berkisar Rp 200-500 juta. Menurut KPK, biaya itu bukan untuk per bulan.
Advertisement