Sukses

HEADLINE: Berkibar di Politik dan Daftar Orang Terkaya, Dinasti Cendana Menggeliat?

Enam generasi kedua Dinasti Cendana kompak berpose di depan foto mendiang orangtuanya seolah menandakan come back di dunia politik. Akankah mereka kembali berjaya?

Liputan6.com, Jakarta - Lama tak terdengar, enam anak mantan Presiden Soeharto atau trah Cendana, muncul bersama dalam sebuah foto. Keenamnya kompak berpose di depan foto mendiang orangtuanya, Soeharto dan Raden Ayu Siti Hartinah atau Bu Tien. 

Tak lupa, mereka membentuk jemarinya menjadi simbol angka tujuh. Angka yang menjadi modal Partai Berkarya untuk maju di Pemilu 2019. Meskipun, Siti Hardiyanti Hastuti (Tutut), Sigit Harjojudanto, dan Bambang Trihatmodjo belum resmi menjadi anggota.

Kekompakan ini cukup mengejutkan karena setelah Soeharto lengser, mereka disebut-sebut tidak akur. 

Ketua DPP Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang mengatakan, foto tersebut merupakan bukti mereka tidak berkonflik. Ingin meneruskan cita-cita Bapak Pembangunan merupakan alasan mendasar dari kekompakan tersebut.

"Dengan Berkarya mereka sudah bersatu, buktinya mereka gabung," ujar Badaruddin ketika dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Foto tersebut seolah sebagai penanda kembalinya keluarga Cendana di dunia politik.

Tak hanya itu, tiga orang di antara mereka juga menggebrak perekonomian Tanah Air dengan masuk dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Mereka adalah Bambang, Tutut, dan Tommy.

Menurut daftar yang dirilis Globe Asia, total harta 3 anak Soeharto ini melebihi USD 1,125 miliar atau sekitar Rp 16,25 triliun (kurs USD 1 = Rp 14.450).

Tutut yang merupakan putri sekaligus anak pertama dari dinasti Cendana, berada di peringkat 130 dalam daftar tersebut.

Harta wanita berusia 71 tahun itu ditaksir mencapai USD 205 juta atau sekitar Rp 2,9 triliun. Kekayaan Tutut bertambah USD 5 juta jika dibandingkan tahun lalu.

Nama Tutut memang sudah terkenal di dunia bisnis dan politik. Menurut Globe Asia, kekayaan Tutut berasal dari PT Citra Lamtoro Gung Persada yang bergerak di proyek properti, pengelolaan jalan tol hingga investasi.

Bambang Trihatmodjo terkenal lebih low-profile, meskipun sempat menarik perhatian media massa ketika ia menikahi artis Mayangsari. Nama Bambang muncul di peringkat 124 dengan taksiran kekayaan mencapai USD 250 juta atau sekitar Rp 3,6 triliun.

Berbeda dengan sang kakak, harta Bambang justru tergerus sekitar USD 10 juta jika dibandingkan tahun lalu. Kekayaan pria berusia 64 tahun ini berasal dari PT Asriland yang bergerak di bidang properti.

Sementara Tommy Soeharto, putra bungsu dari Soeharto, merupakan anak terkaya dari Presiden RI ke-2. Tommy berada di peringkat 60 dengan harta senilai USD 670 juta atau sekitar Rp 9,7 triliun. Dalam setahun terakhir, kekayaan pria berusia 56 tahun itu bertambah USD 10 juta.

Bila dilihat sejarahnya, sudah banyak bisnis-bisnis yang dikelola Tommy berkat statusnya sebagai anggota keluarga Cendana, mulai dari mobil nasional dan cengkeh. Sekarang, hartanya berasal di bidang properti lewat Humpuss Group yang memiliki sejumlah hotel.

Apakah fakta-fakta tersebut merupakan bukti kebangkitan dinasti Cendana jelang Pemilu 2019?

Pengamat politik Muhammad Qodari mengatakan, sejak dulu, keluarga Cendana memang berkiprah dalam dua bidang, politik dan wirausaha.

Namun, sebut dia, manuver dan pencapaian anak-anak Soeharto saat ini, belum bisa disebut sebagai kebangkitan Dinasti Cendana. Belum ada bukti nyata, keluarga Cendana dan Partai Berkarya bakal berjaya.

"Bangkit belum ya. Bangkit itu jika partai sudah berjaya, minimal lolos PT (parlementary threshold) lah. Kalau sekarang ini...baru menggeliat," kata Qodari kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (27/7/2018).

Mereka juga belum memiliki strategi politik yang luar biasa. Terlebih sesuai dengan karakter dalam berpolitik, lanjut dia, Partai Berkarya relatif pasif.

Dia kemudian membandingkan usaha Partai Berkarya dengan manuver Nasdem yang ingin keluar dari cap partai menengah.

Nasdem dalam perjalanannya menuju partai papan atas membuat gebrakan-gebrakan, seperti membajak sejumlah tokoh yang sudah punya nama di jagat perpolitikan.

"Belum ada sebuah strategi politik yang luar biasa kalau saya lihat. Enggak ada heboh-hebohnya. Karena ini menunjukkan keseriusan bertarung dari partai tersebut. Misal saja Nasdem, dia membajak sejumlah pemain berkelas lah. Ini menunjukkan Nasdem serius di situ, ingin dari partai menengah ke besar. Langkah seperti itu tidak kelihatan," tutur Qodari.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Menebak Masa Depan Partai Berkarya

Tahapan Pemilu 2019 telah dimulai. Komisi Pemilihan Umum tengah menyeleksi sejumlah bakal calon legislatif yang didaftarkan partai politik. Tak lama lagi, pendaftaran calon presiden dan wakil presiden pun dibuka.

Bagaimana kah nasib Partai Berkarya pada pesta demokrasi tahun depan?

Pengamat politik M Qodari mengatakan, ada tiga kemungkinan tentang nasib Partai Berkarya. 

"Pertama, kembali terpuruk, mengulang nasib Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Kedua, parlementary threshold (lolos ambang batas persyaratan minimal yang harus diperoleh partai untuk mendapatkan kursi di parlemen) dan menjadi partai tengah. Ketiga, menjadi partai besar," ujar Qodari.

Tapi jika dilihat realitanya, lanjut dia, kemungkinan pertama dan kedua lah yang akan terwujud.

Usaha Tommy juga belum semaksimal Prabowo Subianto pada saat membangun Partai Gerindra. "Prabowo sangat serius, dia jor-joran. Apa yang dilakukan Tommy belum seperlimanya Prabowo," kata dia. 

Namun, tidak adil jika tidak melihat usaha Tommy, Titiek, dan Partai Berkarya saat kampanye nanti. Model dan skala kampanye mereka, akan menentukan citra serta keseriusannya dalam berpolitik.

"Lalu, apakah geliatnya menjadi gempa bumi atau geliat biasa, kita lihat nanti," tukas Qodari.

Beberapa waktu lalu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardhani mengatakan hal yang bisa digunakan Partai Berkarya dan anak-anak Soeharto untuk moncer di Pemilu 2019 adalah memanfaatkan nama besar ayahnya.

"Sebagai partai baru, tantangan banyak. Apalagi partai baru belum dikenal. Jadi bergantung pada caleg yang direkrut. Membajak orang-orang yang sudah ada dikenal publik mungkin bisa mendongkrak. Misalkan kemarin kan Priyo Budi Santoso (Golkar) masuk ke Berkarya. Tapi ini juga tergantung pada tawaran partainya," tutur Wardhani. 

3 dari 3 halaman

Jejak Dinasti Cendana di Perpolitikan

Usai Soeharto lengser pada 1998, kabar tentang keluarga Cendana nyaris tidak terdengar.  Yang mencuat adalah kasus hukum dan skandal-skandal rumah tangga. Karier politik keluarga itupun tak cemerlang.

Keenam anak Soeharto sempat menghilang dari panggung politik. Barulah pada 2002, Siti Hardijanti Indra Rukmana atau Tutut mendirikan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB). Memang, Tutut lah yang pertama kali terjun di politik di antara saudara-saudaranya.

Pada 1997, Tutut pernah diangkat menjadi Menteri Sosial di Kabinet Presiden Soeharto. Kala itu, kata Qodari yang juga Direktur Eksekutif Indo Barometer, Tutut mendapat julukan sebagai "Supermenteri" karena statusnya sebagai anak Presiden.

"Pada 1998 Pak Harto jatuh, keluarga Cendana pada ngumpet. Kemudian muncul lagi, berusaha come back dengan partai peduli bangsa, dengan Hartono mantan KSAD sebagai ketua umumnya," tutur Qodari.

Pada Pemilu 2004, PKPB hanya memperoleh suara 2 persen sehingga tidak lolos parlementary threshold. Mereka pun gigit jari karena gagal menempatkan wakilnya di parlemen.

Kemudian, lanjut dia, Tommy juga sempat menduduki jabatan di Partai Golkar. Dia pun sempat disebut-sebut bakal bertarung melawan Aburizal Bakrie (ARB) dan Surya Paloh. Pada akhirnya, dia tidak ikut pertarungan dan kursi Ketua Umum Golkar direbut ARB.

"Konsolidasi dan timsesnya minimal. Pada akhirnya tidak bertarung. Kalau bertarung itu sudah maju sampai arena voting. Yang jadi maju ARB dan Surya Paloh yang akhirnya ARB menang. Ini juga terjadi saat munas di Riau. Dia digadang-gadang menjadi ketum, tapi akhirnya tidak maju," kata Qodari.

Menurut dia, Tommy dalam berpolitik agak pasif dibanding saudara dan tokoh lain. Sebut saja jika dibandingkan dengan kakaknya, Titiek Soeharto.

Pada 2012, Titiek bergabung dengan Partai Golkar dan maju sebagai calon legislatif dua tahun setelahnya dari daerah pemilihan Yogyakarta.

Dia aktif berkampanye di Yogyakarta dibantu kakak sulungnya, Tutut. Keduanya memanfaatkan sejumlah prestasi Soeharto saat memerintah. Slogan "Piye kabare, enak zamanku toh?" pun mereka bawa pada kampanyenya.

Titiek sukses meraup dukungan 80.121 dukungan suara dan terpilih sebagai anggota DPR RI.

Dia pun duduk di kursi Wakil Ketua Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian dan kehutanan. Tak hanya itu, di Munas Partai Golkar 2014, Titiek ditunjuk menjadi wakil ketua umum.

Belakangan, Titiek yang punya pengaruh di Golkar memilih untuk hijrah ke partai baru yang dibesut sang adik.Â