Sukses

Di Melbourne, Cak Imin Diapresiasi sebagai Politikus Mumpuni

Cak Imin menjadi pembicara tunggal dalam kuliah umum bertajuk Islam and Nationalism di Monash Caulfield Faculty of Arts Melbourne, Australia.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar menghadiri kuliah umum bertajuk Islam and Nationalism di Monash Caulfield Faculty of Arts Melbourne, Australia. Dia menjadi pembicara tunggal dalam kegiatan yang berlangsung Jumat 27 Juli 2018.

Acara dihadiri sekitar 200 peserta dari kalangan mahasiswa, warga Indonesia di Melbourne, pengurus cabang NU serta civitas akademika Monash. Cak Imin disambut hangat oleh tuan rumah dan peserta.

"Saya perkenalkan Mr. Abdul Muhaimin Iskandar, wakil ketua MPR serta ketua umum PKB. Usia 33 tahun dulu sudah menjadi wakil ketua parlemen pertama pasca reformasi, kemudian terpilih sampai 3 kali, pernah menjadi menteri, dan sekarang menjadi kandidat wakil presiden terkuat di politik Indonesia. I am impressed (saya terkesan)," kata Dekan Fakultas Seni Universitas Monash, Sharon Pickering saat perkenalkan Cak Imin kepada mahasiswanya.

Dia menambahkan, Muhaimin berhasil membawa PKB keluar dari krisis. Dalam usianya yang muda, Muhaimin juga selalu tampak gembira. "Saya betul-betul apresiasi," kesan Sharon yang ditimpali tepuk tangan peserta.

Dalam pidatonya yang berjudul Indonesia, Islam dan Nasionalisme, Cak Imin menegaskan bahwa tidak ada yang perlu dipertentangkan antara Islam dan Kebangsaan. Islam justru mendorong agar kita mencintai Tanah Air dan kampung halaman tempat kita lahir dan tumbuh.

"Cinta Tanah Air, cinta kampung halaman itu sesuatu yang manusiawi dan alamiah. Kita ingat saat Nabi Muhammad harus meninggalkan Mekkah akibat tekanan kaum Quraisy, beliau bersabda : betapa indahnya engkau, wahai Mekkah. Betapa cintanya aku padamu. Jika bukan karena aku dikeluarkan oleh kaumku darimu, aku takkan meninggalkanmu dan takkan kutinggali tempat selainmu," jelas Cak Imin dalam kuliah umumnya.

Untuk itu, ia meminta jangan mempertentangkan kedua hal tersebut. Meskipun 85% warga Indonesia adalah muslim, namun para kiai pendiri bangsa telah memutuskan bahwa Indonesia bukan negara Islam.

"Ini sikap mulia. Kalau bukan karena keikhlasan ini, kita tidak akan lahir sebagai sebuah bangsa merdeka yang besar," terang Cak Imin seperti dalam keterangan yang diterima, Sabtu (28/7/2018).

Diskusi tanya jawab yang dimoderatori oleh Asisten Profesor Julian Millie berlangsung intens dan seru. Peserta pada umumnya meminta penjelasan bagaimana aspirasi umat Islam di Indonesia, baik secara ekonomi politik maupun sosial budaya.

 

Saksikan tayangan video menarik berikut ini: