Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (MK) Guntur Hamzah mengatakan, hingga saat ini belum ada permintaan langsung dari hakim agar uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) digelar. Uji materi kasus ini disebut belum jadi prioritas.
"Belum ada. Belum ada juga, tidak ada permintaan itu juga (dari hakim)," ucap Guntur di Gedung MK, Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Dia menegaskan, saat ini pihaknya sedang memprioritaskan menyelesaikan sengketa hasil Pilkada 2018. Yang memang sudah ada tenggat waktunya. Sedangkan dalam uji materi tak ada limit waktunya.
Advertisement
"Karena inilah konsen waktu yang diberikan hanya 45 hari kerja," jelas Guntur.
Sebelumnya, 12 orang yang terdiri para aktivis, akademisi mengajukan uji materi Pasal 222 Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Uji materi tersebut sudah didaftarkan ke MK pada Rabu 13Â Juni lalu.
Mantan Pimpinan KPU Hadar N Gumay yang termasuk salah satu pendorong uji materi ini mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan kembali sebagai bagian konstitusi. Agar masyarakat bisa lebih banyak pilihan dalam Pilpres nanti.
"Syarat nyapres 0% yang memungkinkan munculnya banyak pasangan capres, yang memungkinkan lebih banyak pilihan bagi rakyat untuk memilih. Kita ingin lebih banyak pilihan capres," kata Hadar dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 16 Juni 2018.
Dia menjelaskan, syarat ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen telah mendegradasi kadar pemilihan langsung oleh rakyat yang telah ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Syarat yang diadopsi dalam Pasal 222 UU Pemilu itu menyebabkan rakyat tidak bebas memilih karena pilihannya menjadi terbatas.
Karena itu Hadar dan pihaknya mengajukan ke MK agar kembali pada syarat pencalonan capres 0% yang menegaskan pada daulat rakyat yang dijamin pada UUD 1945. Yang tertulis bahwa pasangan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini: