Liputan6.com, Jakarta - Gempa Lombok masih menyisakan banyak cerita pilu. Di sebuah desa di bawah kaki Rinjani, saat gempa dahsyat 7 Skala Ritcher mengguncang, Minggu petang, 5 Agustus 2018, hujan deras dan angin kencang tengah melanda, juga udara dingin yang menusuk tulang.
Suasana juga gelap gulita karena listrik langsung mati saat gempa terjadi. Arlina, seorang warga di Desa Montong Betok, mengaku takbir dan berselawat sekeras-kerasnya sambil melihat rumahnya yang sedang diguncang gempa dahsyat.
"Sudah enggak terasa dingin, enggak terasa hujan, saya selawat sekeras-kerasnya di depan rumah, melihat rumah saya diguncang keras oleh gempa," ujar Arlina kepada Liputan6.com, Selasa (7/8/2019).
Advertisement
Ibu satu anak ini mengaku, sebelum gempa terjadi seekor kucing mengeong-ngeong di atap rumahnya. Dia sempat heran dan kesal mendengar meongan kucing yang tak berhenti juga.
"Bingung ini kucing naik dari mana, atap rumah saya kan tinggi, terus ngeong-ngeong lama, berisik, sampai saya suruh suami periksa atap rumah," cerita Arlina.
Karena hari semakin gelap, ia dan suaminya membiarkan kucing yang terus mengeong-ngeong itu tetap di atap rumah.
Ketika perempuan 45 tahun ini baru saja selesai salat Isya dan masih mengenakan mukena, tiba-tiba atap rumahnya berbunyi. Baru saja berpikir akan mengusir kucing tersebut, tiba-tiba lantai dan rumahnya berguncang.
Dia yang masih trauma dengan gempa 6,4 Skala Ritcher yang mengguncang Minggu lalu, 29 Juli 2018, langsung meraih anaknya dan berlari keluar rumah sambil berteriak, "Gempa, gempa."
"Lutut saya bergetar, enggak terasa apa-apa lagi. Enggak ingat apa-apa lagi, saya hanya selawat sekencang-kencangnya di depan rumah. Anak saya menangis," katanya.
Usai gempa Lombok mengguncang, dia dan tetangga-tetangganya berteriak saling memanggil. "Gelap, lampu mati, hujan," ujarnya lagi.
Â
Ambulans Meraung-raung
Pada malam gempa itu, Arlina bersama keluarga dan semua tetangganya tak berani masuk rumah. Beberapa genteng rumah di sekitarnya berjatuhan.
Untuk menghalau dingin dan air hujan, suaminya membuat tenda darurat dan menutup tanah dengan karung seadanya. Anaknya yang masih 3 tahun tak lepas dari gendongannya.
Setelah suasana mulai tenang, dia mendengar suara ambulans meraung-raung hilir mudik di jalanan dekat rumahnya.
Pada malam gempa itu juga, saudara tetangganya yang tinggal di dekat Gunung Rinjani menelepon, mengabarkan keluarganya meninggal tertimpa bangunan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement