Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi pengaruh musim kemarau yang berlangsung Agustus-September hanya mencakup sebagian besar Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Tapi ternyata terjadi peningkatan yang signifikan akan keberadaan titik panas di sejumlah wilayah.
Di Kalimanatan Barat ditemukan 798 titik panas, Kalimantan Tengah 226 titik, Jambi 19 titik, dan Sumater Selatan ada sekitar 13 titik api.
Baca Juga
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengungkapkan, informasi titik panas tersebut dianalisis oleh BMKG berdasarkan citra Satelit Terra Aqua (LAPAN). Peningkatan jumlah titik panas, menurutnya diakibatkan kondisi atmosfer dan cuaca yang relatif kering sehingga mengakibatkan tanaman menjadi mudah terbakar.
Advertisement
BMKG pun terus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemerintah Daerah (Pemda), instansi terkait, dan masyarakat luas untuk terus meningkatkan kesiapsiagaan, kewaspadaan terhadap potensi kebakaran lahan dan hutan, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.
"Yang perlu diwaspadai adalah dampak paparan kabut asap jika sampai terbakar karena sangat berpotensi menganggu kesehatan," ujar Dwikorita, Kamis (23/8/2018).
Sementara itu, Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menerangkan hasil monitoring yang dilakukan BMKG. Hingga pertengahan Agustus 2018 menunjukkan, hampir seluruh wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau, yaitu sebanyak 95,03 persen.
Sedangkan sisanya 4,97 persen masih mengalami musim hujan. Adapun musim kemarau diprediksi akan berlangsung hingga akhir Oktober 2018.
Â
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.
Kualitas Udara Kategori Bahaya
Sementara itu, dari pantauan alat kualitas udara di Stasiun Klimatologi Mempawah menunjukkan, konsentrasi Particulate Matter (PM10) tertinggi sebesar 356.93 g/m3. Yang artinya masuk dalam kategori berbahaya.
"Sedangkan pengamatan jarak pandang mendatar (visibility maksimum) tercatat kurang dari 100 meter," tambah dia.
BMKG memprediksi kondisi tersebut akan relatif berkurang dalam waktu beberapa hari kedepan. Namun demikian, lanjut Herizal, tetap diperlukan kewaspadaan dan langkah antisipatif untuk meminimalisir dampak.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Advertisement