Sukses

2019 Ganti Presiden, Kampanye atau Makar?

Wapres JK menilai, aksi 2019 Ganti Presiden bukan termasuk bentuk makar.

Liputan6.com, Jakarta - Deklarasi 2019 Ganti Presiden atau #2019GantiPresiden di sejumlah daerah dibubarkan, baik oleh aparat keamanan maupun masyarakat. Pembubaran tersebut pun menuai pro dan kontra.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, hadirnya aparat kepolisian dan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembubaran kegiatan 2019 Ganti Presiden sebagai bentuk untuk mengurangi efek kekacauan. Kegiatan tersebut tidak mendapatkan izin dari kepolisian, dan mendapatkan penolakan warga.

"Ya itu barangkali bukan soal pemerintah meredam. Itu untuk mengurangi efek siapa tahu ada kekacauan. Nanti kalau ada berlawanan di jalan bagaimana? Itu kan polisi, polisi tugasnya bukan soal politik. Mencegah adanya konflik," kata Jusuf Kalla di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Selasa (28/8/2018).

Pria yang kerap disapa JK ini menilai, semua pihak pun tidak setuju jika gerakan 2019 Ganti Presiden tersebut berujung jadi konflik.

Dia juga menyebut, gerakan 2019 Ganti Presiden di Surabaya, Jawa Timur dan Pekanbaru, Riau merupakan bentuk dari kampanye. Karena itu, dia menilai gerakan tersebut melanggar aturan bila digelar saat ini.

"Itu pasti bagian daripada kampanye yang belum waktunya. Kalau mau kampanye jangan bilang ganti Presiden, bilang pilih ini, pilih ini," kata JK.

JK berpesan agar melakukan kampanye dengan baik dan menjunjung etika. Dia pun menganggap adanya tagline ganti presiden kurang etis.

"Kampanye masa' ganti presiden. Memangnya bagaimana? Jadi dengan sopan lah. Bahwa memang tempatnya pemilu itu cuma dua pilihannya, tetap presiden atau presiden terganti. Tapi bukan harus seperti itu," tambah JK.

Kabareskrim Polri Irjen Arief Sulistyanto menyatakan, kasus tagar 2019 Ganti Presiden bukan kewenangan kepolisian.

"Hashtag itu ranah Bawaslu, apakah itu merupakan pelanggaran kampanye tanyanya ke Bawaslu," ujar Arief di Kantor Dirtipid Siber Bareskrim Polri, Cideng, Jakarta Pusat, Selasa (28/8/2018).

Arief menjelaskan, semua laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran pemilu ditangani oleh Sentra Gakkumdu, terdiri dari Bawaslu, Polri, dan kejaksaan. Polisi tidak bisa menyelidiki sendiri kasus yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu.

Polri, kata dia, hanya bertugas mengayomi masyarakat dengan menjaga keamanan dan ketertiban berkaitan dengan adanya tagar tersebut. "Kapasitas Polri adalah mencegah jangan sampai terjadi bentrokan dan jangan chaos," ucap Arief.

Sementara itu, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menilai tidak ada pelanggaran kampanye terkait aksi 2019 ganti presiden.

"Ini bagian dari kebebasan berbicara," kata Fritz di Jakarta, menanggapi aksi #2019gantipresiden seperti dikutip dari Antara.

Namun demikian, Fritz mengatakan, dalam menyampaikan kebebasan berbicara hendaknya tetap patuh kepada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Ia menyampaikan, sesuai Undang-Undang Nomor 7 tahun 2018 tentang Pemilu, maka yang disebut dengan pelanggaran kampanye baru dapat terjadi bila KPU telah menetapkan calon peserta pemilu termasuk calon presiden dan wakil presiden.

Sementara hingga saat ini belum ada satupun bakal calon presiden dan wakil presiden yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum. Untuk itu, menurut dia, masalah ini bukan menjadi kewenangan Bawaslu.

Ia menyampaikan apabila terjadi hal-hal yang dinilai melanggar hukum, intimidasi, persekusi maka dapat dilaporkan ke Kepolisian. "Pihak Kepolisian melakukan apa yang seharusnya dilakukan," katanya.

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Makar?

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyatakan, gerakan 2019 Ganti Presiden bukanlah tindakan makar.

"Ya enggak atuh, wong jelas 17 April 2019, ada deklarasinya ada bukunya. Kalau makar mah diam-diam gitu lho," kata Mardani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Pernyataan makar ini sebelumnya disebutkan Staf Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin. Dia pun meminta aksi tersebut agar dihentikan.

Inisiator gerakan 2019 Ganti Presiden ini menyerahkan sepenuhnya kepada masyarakat untuk memberi penilaian masing-masing.

"Itu biar publik yang menilai. Kami tidak ingin, gini, satu pertanyaan besar, kan sudah ada dua pasang capres cawapres kok masih ada? Karena gerakan ini sudah jadi social movement," ungkapnya.

Mardani mengatakan, tidak ada kericuhan bila ada aksi 2019 Ganti Presiden. "Enggak ada kericuhan itu kalau di kita bukan itu sebabnya. Wong kalau ada yang mau bikin dua periode Pak Jokowi di gedung di mana-mana, monggo. Enggak ada satupun dari relawan kami yang menghadang," ucap Mardani.

Mardani Ali Sera, mengakui bahwa arah dukungan mereka ke pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

"Kalau sebagian teman-teman akan ke Pak Prabowo, tapi ini belum konsensus. Jadi, jalan saja dulu dan sebentar lagi 2-3 bulan ke depan energinya akan menyatu," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Senatan, Jakarta Selatan, Senin 27 Agustus 2018.

Namun, Mardani berkukuh gerakan yang dimulai di media sosial ini bukan sebagai kampanye. Dia menyebutnya sebagai gerakan masyarakat.

Dia bercerita, saat ini pihaknya sulit melakukan deklarasi karena kuatnya arus penolakan. Dia mengaku harus kucing-kucingan dengan polisi karena takut dilarang.

"Tetapi dengan proses-proses persekusi atau pengadangan dan segala macemnya, kami jujur mengalami kesulitan karena timbul energi perlawanan dari masyarakat," ucap Mardani.

Sementara, Wapres Jusuf Kalla juga mengatakan, aksi 2019 Ganti Presiden bukan bentuk dari makar. Tetapi gerakan tersebut tidak pada tempat dan waktunya.

"Enggak lah, kalau makar sih enggak. Bahwa tidak pada tempatnya dan takut terjadi konflik," ungkap JK, Selasa (28/8/2018).

Bakal calon wakil presiden Sandiaga Uno mengaku enggan mengomentari adanya gerakan #2019gantipresiden yang kini marak di masyarakat.

Namun demikian dia mengatakan, gerakan itu sudah ada sebelum dirinya mendapat amanah mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Pilpres 2019.

"Jauh sebelum saya diminta untuk dampingi Pak Prabowo itu sudah jalan duluan. Jadi saya tidak mau menanggapi karena mengganggu," kata Sandiaga di Balaikota, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2018).

Sandiaga juga tidak ingin menilai gerakan #2019gantipresiden sebagai bentuk dari kampanye. Sebab, dia beralasan, suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai kampanye atau bukan, merupakan wewenang dari Bawaslu dan KPU.

"Untuk mendefinisikan itu kampanye atau tidak kan ada panitia Bawaslu dan KPU," ucapnya.

Dia menyebut, pihaknya selama melakukan kegiatan di daerah telah berkoordinasi, sehingga dapat terus dalam koridor yang positif. Tidak menimbulkan kegaduhan ataupun pelanggaran persatuan.

"Jadi saya ingin mengingatkan, semua pastikan dalam koridor hukum yang berlangsung sejuk dan damai, rukun," jelas Sandiaga.

3 dari 3 halaman

Respons Istana

Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Kepresidenan, Ali Mochtar Ngabalin memastikan bahwa pemerintah tidak terganggu dengan gerakan #2019GantiPresiden yang belakangan marak di berbagai daerah.

Dia juga menolak anggapan apabila pembubaran deklarasi #2019GantiPresiden diperintah pemerintah, khususnya Presiden Jokowi.

"Kok larinya ke rezim. Orang kayak Jokowi mana ada otoriter? Modelnya kayak begitu. Mana bisa dia otoriter," kata Ngabalin di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/8/2018).

Ngabalin mengatakan, penolakan deklarasi #2019GantiPresiden di Riau dan Surabaya murni datang dari masyarakat. Menurutnya, masyarakat di sejumlah daerah tidak sepakat dengan gerakan tersebut.

Oleh sebab itu, ia meminta kepada pihak-pihak yang menuding pemerintah Jokowi di balik pembubaran deklarasi #2019GantiPresiden adalah kekeliruan.

"Jadi maksudnya jangan sedikit-sedikit larinya ke pemerintah, jangan sedikit-sedikit larinya ke Presiden, dikit-dikit lari ke Istana. Baper gitu. Masak politisi bawa perasaan? Enggak boleh," ucap Ngabalin.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan juga tidak mempermasalahkan sikap aparat keamanan yang melarang deklarasi #2019GantiPresiden. Menurutnya, deklarasi #2019GantiPresiden bisa memicu kegaduhan.

"Ngapain sih ribut-ribut. Ya ndak papa (dilarang) dari pada bentrok," ujar Luhut di Kantor Wakil Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (27/8/2018).

Luhut heran masih ada pihak-pihak yang ingin memprovokasi masyarakat melalui #2019GantiPresiden. Padahal, seharusnya semua elemen bangsa menyambut pesta demokrasi 2019 dengan tenang. Apalagi, saat ini Asian Games ke-18 tengah digelar di Jakarta dan Palembang.

"Coba nikmati tuh Asian Games, coba penuh medali sekarang hampir 20 pernah," kata dia.

Politikus senior Partai Golkar ini membantah jika pemerintah dianggap represif karena melarang deklarasi #2019GantiPresiden.

"Enggak ada yang represif, siapa yang represif. Siapa yang bilang?" tutur dia.

Luhut juga membantah jika pemerintah dinilai anti kritik. Dia menegaskan selama ini pemerintah menerima semua masukan dan kritikan dari pelbagai pihak.

"Selama ini apa kurang kritiknya. Selama ini dikritik segala macam, enggak benar juga kita telan saja," kata Luhut.

Sementara itu, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyayangkan jemaah haji yang mengibarkan kaos bertagar #2019GantiPresiden. Dalam rekaman video yang beredar di sosial media, terlihat jemaah haji Indonesia yang masih berihram mengobarkan kaus #2019GantiPresiden.

"Ya sebaiknya tidak dilakukan hal-hal seperti itu, sebaiknya masing-masing kita bisa menahan diri untuk melibatkan persoalan masing-masing yang ada di Tanah Air di Tanah Suci," ujar Lukman di Madinah, Arab Saudi, Senin, 27 Agustus 2018.

Menurut Lukman, Tanah Suci merupakan tanah milik bersama seluruh umat Islam, sekat-sekat perbedaan dalam aspirasi politik praktis, luluh. Dia mengingatkan, saat umat Islam berihram pada wukuf di Arafah, perbedaan prinsipil dan non-prinsipil juga hilang.