Sukses

MA Sebut Hakim Ad Hoc Paling Banyak Tersandung Korupsi

Penetapan hakim ad hoc Tipikor, Merry Purba sebagai tersangka penerimaan suap menambah daftar panjang hakim yang korup.

Liputan6.com, Jakarta - Penetapan hakim ad hoc Tipikor, Merry Purba sebagai tersangka penerimaan suap menambah daftar panjang hakim korup. Sedikitnya ada 17 hakim terjerat kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2005.

Juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi mengatakan, sebagian besar yang terjerat korupsi adalah hakim ad hoc. Suhadi menyebut fakta itu memprihatinkan.

"Dari sekian banyak itu adalah hakim ad hoc yang cukup banyak. Dari 17 termasuk juga hakim di badan peradilan lain ada lima orang dari hakim ad hoc," ujar Suhadi saat konferensi pers di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Kamis (30/8/2018).

Hakim ad hoc yang dimaksud Suhadi adalah Imas Diana Sari dari Pengadilan Hubungan Industri Bandung, Heru Kismandono dari Pengadilan Tipikor Pontianak, Kartini Marpaung dari Pengadilan Negeri Semarang, Mohammad Comel dari Pengadilan Tipikor Bandung, Toton dari Pengadilan Tipikor Bengkulu, dan Asma Dinata dari Pengadilan Tipikor Semarang.

Menurut dia, mencari seorang hakim ad hoc yang berintegritas bukanlah perkara mudah. Sebab, seseorang dipercayai sebagai hakim, namun sebelumnya belum pernah menjadi hakim.

Kesulitan itu tergambar sejak 2013, di mana hanya ada satu calon hakim ad hoc lulus seleksi. Pada tahun-tahun berikutnya, dia menyebut tidak lebih dari 14 calon hakim ad hoc yang lulus seleksi.

"Di tahun 2013 hanya satu orang yang lolos selanjutnya tidak pernah lebih dari 14 orang yang lolos dalam satu tahun," jelas Suhadi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Penangkapan Hakim Merry

Hakim Ad Hoc Merry Purba ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Rabu (29/8). Sehari sebelumnya, Merry bersama panitera pengganti Helpandi, dan dua orang swasta Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan.

Tamin merupakan terdakwa sengketa tanah diduga menyuap hakim SGD 280 ribu melalui Merry. Tujuan suap agar mempengaruhi putusan majelis hakim.

Tamin divonis enam tahun penjara denda Rp 500 juta pada 27 Agustus 2018. Putusan majelis hakim lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut 10 tahun penjara.

Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Merry dan Helpandi disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 30 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Tamin dan Hadi disangka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 hueuf a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 30 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com