Sukses

Sidang Suap Bakamla, Fayakhun Minta Dicarikan Rekening Bank Luar Negeri

Anak buah terdakwa kasus suap Bakamla itu mengatakan, uang masuk ke dua rekening dengan jumlah beragam, ada USD 100 ribu dan USD 200 ribu.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan anak buah Fayakhun Andriadi, mantan anggota Komisi I DPR, Agus Gunawan, pada sidang dugaan penerimaan suap terkait pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Agus mengamini, Fayakhun memintanya mencarikan rekening bank luar negeri dengan alasan temannya mau membayar utang.

Permintaan itu kemudian dijalankan Agus dengan mendatangi seseorang bernama Lie Ketty. Wanita pemilik toko di Blok M itu kemudian memberikan tiga akun rekening bank asal China.

"Pertama kasih tiga rekening di China karena setiap saya tanya ke Ci Ketty saya cuma minta nomor rekening luar negeri. Di saat Ci Ketty kasih ke saya, saya kasih ke Pak Fayakhun," ujar Agus di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (3/9/2018).

Agus mengatakan tidak tahu nama pemilik beberapa akun rekening bank tersebut. Satu rekening diingatnya menggunakan nama JP Morgan. Namun, uang masuk hanya ke dua rekening kecuali JP Morgan.

Dia mengetahui ada uang masuk ke rekening tersebut dari Fayakhun sendiri. Terdakwa kasus suap Bakamla yang merupakan Ketua Dewan Pengurus Daerah Golkar DKI Jakarta itu, langsung menyerahkan bukti uang masuk kepadanya untuk diteruskan ke Lie Ketty.

Agus menambahkan uang masuk ke dua rekening itu beragam, ada USD 100 ribu dan USD 200 ribu.

"Kebetulan Pak Fayakhun ngirim bukti ke saya. Nominalnya, USD 200 ribu sama USD 100 ribu," ujar Agus dalam sidang suap Bakamla.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Sangkaan

Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap USD 911.480,00 terkait pengadaan alat satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Ia diduga mengupayakan agar ada penambahan alokasi anggaran untuk Bakamla pada APBN Perubahan tahun 2016.

Dari pengadaan proyek tersebut, Fayakhun mematok jatah untuknya sebesar tujuh persen dari nilai proyek sebesar Rp 850 miliar. Fayakhun kemudian meminta anak buah Fahmi Darmawansyah, pemilik PT Merial Esa atau Melati Technofo pemenang proyek pengadaan alat satmon, bernama M Adami Okta merealisasi satu persen terlebih dahulu.

Realisasi 1 persen pun dilakukan Fahmi beberapa tahap sehingga mencapai USD 911.480,00.

Atas perbuatannya Fayakhun didakwa telah melanggar Pasal 12 a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1990, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.