Liputan6.com, Jakarta - Yusril Ihza Mahendra, penasihat hukum mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) menilai, isi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang didakwakan kepada kliennya tidak berdasar dan lemah.
Hal tersebut ditegaskan Yusril usai menjalani persidangan lanjutan perkara dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin 3 September 2018.
Menurut Yusril, dalam sidang tuntutan tersebut, JPU tidak berhasil membuktikan adanya fakta misrepresentasi.
Advertisement
"Tidak seorang pun saksi yang melihat dan mengetahui bahwa Sjamsul Nursalim pernah menyatakan utang petambak adalah lancar dan juga tidak ada bukti surat, ahli dan keterangan terdakwa yang menguatkan tuntutan jaksa. Dengan demikian tuntutan jaksa tidak berdasar dan lemah," ujar Yusril.
Bahkan, sebaliknya saksi mantan Wakil Ketua BPPN Farid Hariyanto menyatakan dalam sidang bahwa Sjamsul Nursalim sendiri tidak pernah hadir dalam proses negosiasi. Untuk itu, Yusril mempertanyakan bagaimana bisa Sjamsul Nursalim melakukan misrepresentasi.
Syafruddin Temenggung dituntut hukuman penjara 15 tahun atas perbuatan melawan hukum, memperkaya orang lain yang merugikan keuangan negara.
Bahwa selanjutnya jaksa mendasarkan tuntutannya kepada keterangan saksi Rudy Suparman yang mengatakan bahwa Sjamsul Nursalim melalui advisor Credit Suisse First Boston (CSFB) mempresentasikan pinjaman kepada petani tambak sebesar Rp 4,8 triliun sebagai pinjaman lancar.
Yusril menilai keterangan saksi itu tidak dapat digunakan sebagai keterangan saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP. Karena kesaksian itu merupakan kesaksian de auditu (tidak mendengar/tidak melihat langsung/tidak mengalami sendiri) dan karenanya tidak dapat dipertimbangkan.
"Inti perkara ini adalah tentang apakah ada atau tidak misrep (misrepresentasi)? Karena fakta misrep itu tidak pernah terbukti maka tuntutan Jaksa yang menyebutkan bahwa Syafruddin Temenggung melakukan perbuatan melawan hukum bersama sama harus dinyatakan tidak terbukti," tegas Yusril.
Saksikan video menarik berikut ini:
Alasan Tuntutan Jaksa Lemah
Selain itu, Yusril juga menilai tuntutan jaksa lemah karena sama sekali tidak menunjukkan keterangan waktu kapan terjadi tindakan pidana korupsi seperti yang didakwakan kepada SAT.
“Dalam tuntutan sama sekali tidak ditemukan kapan peristiwa korupsi yang dituduhkan kepada terdakwa itu dilakukan. Padahal ini sangat penting untuk membuktikan telah terjadi tindakan pidana korupsi,” Yusril menegaskan.
Dia menambahkan, hal itu terjadi karena dalam fakta persidangan memang tidak terbukti SAT telah melakukan kesalahan atau tindak pidana korupsi. “JPU seharusnya dapat membuktikan kapan suatu peristiwa pidana tersebut. Tapi yang dilakukan JPU hanya mengulang-ulang apa yang telah disampaikan dalam surat dakwaan sebelumnya," imbuhnya.
Ia menilai seluruh dokumen, saksi dan saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan menunjukkan bahwa turunnya nilai aset karena dijual pada tahun 2007, yakni sekitar tiga tahun setelah terdakwa SAT menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua BPPN tahun 2004 dan menyerahkan seluruh tanggung jawabnya kepada Menteri Keuangan.
“Itu artinya, SAT sudah menyelesaikan tugasnya sebagai Ketua BPPN dengan baik dan menyerahkan tanggung jawabnya kepada pada Menteri Keuangan pada tahun 2004, maka hal tersebut tidak dapat dibebankan kepada SAT,” ujar Yusril pula.
Sidang akan dilanjutkan pada Kamis 13 September 2018 dengan agenda pembacaan pledoi atau pembelaan oleh terdakwa dan penasihat hukum.
Advertisement