Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo memberi sejumlah catatan terhadap kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam penanggulangan bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
"Saya apresiasi kerja pemerintah dan saya mengerti permasalahan yang dihadapi di lapangan. Tetapi saya mendasarkan masukan dan kritikan saya dari laporan yang masuk sampai hari ini dari para Relawan RSD yang berada di sana. Mulai dari lemahnya koordinasi antar institusi, sampai keterbatasan BNPB menjangkau korban dalam memberikan bantuan," ujarnya, Jumat (7/9/2018).
Saat pertama kali gempa terjadi di Lombok, Presiden Jokowi menunjuk Menkopolhukam Wiranto sebagai koordinator mitigasi. Sementara, sepengetahuan Komisi VIII DPR RI dan berdasarkan UU, koordinator penanggulangan bencana adalah mitra kerja mereka yakni BNPB.
Advertisement
Keadaan ini menyulitkan anggota DPR mengkomunikasikan informasi dari pemerintah kepada korban gempa, masyarakat, atau lembaga swadaya yang melaporkan setiap hal yang mereka butuhkan.
Wanita yang akrab disapa Sara ini, mengakui memiliki tim yang sudah berada di sana satu hari setelah bencana terjadi.
"Hari pertama, korban sudah banyak, keadaan chaos, tetapi para relawan atau lembaga-lembaga yang ada di sana, masih bingung siapa yang menjadi koordinator. Mungkin karena kantor BPBD setempat rusak dan jumlah SDM mereka yang sangat terbatas dan terlihat kewalahan menangani skala kerusakan dan cakupan wilayah yang terdampak," jelas Sara.
Persoalan lain adalah keterbatasan BNPB dalam menjangkau korban dalam memberikan bantuan. Berdasarkan laporan BNPB sebanyak 396 ribu jiwa menjadi korban dalam gempa Lombok.
Namun hingga saat ini BNPB baru mampu menyalurkan Dana Siap Pakai (DSP) bagi 5 ribu lebih rekening.
"Semakin aneh bagi saya saat pemerintah dengan kondisi keterbatasan memberi bantuan, tapi membuat kebijakan menolak bantuan luar negeri dengan alasan yang aneh juga," ujar dia.
BNPB dalam pemaparannya dalam rapat kerja di DPR, Selasa lalu mengakui menolak bantuan asing karena keberadaannya dalam mitigasi bencana lebih banyak negatifnya. Orang asing, menurut BNPB, sering kali mengungkapkan ke publik hal-hal yang mengganggu kinerja penanganan bencana.
Selain lebih banyak bicara dihadapan publik dan menggangu kinerja tim, bantuan yang diberikan orang asing juga tidak banyak. Namun bagaimana bisa banyak jika tidak diizinkan masuk?
Alasan lain adalah penyaluran bantuan asing sudah satu pintu yakni melalui ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Center) dimana Indonesia tergabung didalamnya.
"Aturan yang aneh, asing tidak boleh bantu karena faktor yang tidak relevan dengan bentuk bantuan. Tapi di sisi lain, kalau asing bantu, harus melalui AHA Center. Itupun baru diinformasikan BNPB hari ini ini. Sedangkan di dalam UU yang terkait tidak ada pelarangan seperti yang dimaksud, justru pintu dibuka bagi mereka. Bantuan ini bisa membantu para korban di hari-hari pertama terutama dalam upaya SAR contohnya," ujarnya.
Belum Tersentuh
Sara menilai, miskoordinasi dan keterbatasan menyalurkan bantuan menjadi penyebab banyaknya lokasi gempa yang belum tersentuh pemerintah. Hal ini diketahui dari sejumlah pihak yang menghubunginya dan memberikan laporan kondisi terkini di sejumlah lokasi di Lombok.
"Kalaupun sudah tersentuh, paling hanya satu tenda tanpa logistik untuk dua ribuan jiwa. Bahkan ada relawan dari salah satu universitas kedokteran mengeluhkan lokasinya kekurangan air bersih sehingga kesulitan menangani para pasien," ujar dia.Â
Beberapa titik lokasi yang masih belum tersentuh bantuan dengan optimal adalah Dusun Sejongga, Dusun Senjajak, Dusun Penjor, Dusun Panggung Desa, Dusun Sambik Jengkel, Dusun Sangiang Desa dan Dusun Melepah Utara. Semua dusun itu berada di Kabupaten Lombok Utara.
"Perlu ada evaluasi terhadap persoalan ini semua. Evaluasi mulai dari UU Penanggulangan Bencana sampai pada teknis pelaksanaan dan aturan yang mengikutinya," tegas dia.Â
Â
Reporter:Â Randy Ferdi Firdaus
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Â
Advertisement