Sukses

Ustaz Abdul Somad Bicara Halal-Haram Vaksin MR: Tak Boleh Pilih Mati

Ustaz Somad memberikan contoh, ketika ada orang masuk ke hutan dan dia dihadapkan pada kondisi tidak ada makanan sama sekali untuk dimakan dan hanya ada babi.

Liputan6.com, Jakarta - Ustaz Abdul Somad angkat bicara soal halal-haram Vaksin MR yang mengandung babi. Menurut ustaz kondang ini, penggunaan vaksin tersebut tidak masalah selagi dalam kondisi darurat.

Menurut ustaz kelahiran Pekanbaru ini, hingga saat ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum mengeluarkan sertifikasi halal terhadap vaksin MR yang positif ditemukan kandungan babi di dalamnya.

Menurutnya, beragam alasan para orangtua menggunakan Vaksin MR kepada anaknya, yaitu karena alasan darurat, di mana kekhawatiran muncul si anak cacat bila tidak disuntik rubela.

"Kita kalau dipilih antara dua, mati atau makan babi, pilih mana? Makan babi. Tak boleh pilih mati," kata ustaz Somad dikutip Liputan6.com dalam sebuah ceramah dan tersiar di media sosial, Rabu (12/9/2018).

Dia lantas memberikan contoh, ketika ada orang masuk ke hutan dan dia dihadapkan pada kondisi tidak ada makanan sama sekali untuk dimakan dan hanya ada babi.

"Masuk ke hutan, mati atau makan babi? Aku mati saja, tak boleh. Musti makan babi," kata Somad.

Sementara itu, MUI akhirnya mengeluarkan fatwa soal hukum penggunaan vaksin measles rubella (MR). Penggunaan vaksin MR untuk saat ini diperbolehkan, meski dinyatakan positif mengandung unsur babi.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, lembaganya telah memutuskan bahwa penggunaan vaksin yang memanfaatkan unsur babi dan turunannya hukumnya haram. Vaksin MR buatan Serum Institute of India (SII) juga hukumnya haram karena menggunakan bahan yang berasal dari babi.

"(Namun) penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) pada saat ini, dibolehkan (mubah)," ujar Ni'am melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (20/8/2018).

 

2 dari 2 halaman

Tiga Alasan

Setidaknya, ada tiga hal alasan yang membuat penggunaan vaksin MR dibolehkan, yakni karena kondisi keterpaksaan (darurat syar'iyyah), belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci, serta ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi.

"Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci," imbuhnya.

Terkait hal itu, MUI mengeluarkan empat rekomendasi, antara lain bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat. Pihak produsen juga wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selanjutnya, pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan. Terakhir, pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.

Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang Penggunaan Vaksin MR Produk SII ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, 20 Agustus 2018. "Dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata membutuhkan perbaikan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya," ucap Ni'am.