Liputan6.com, Jakarta - Inspeksi mendadak (sidak) Ombudsman RI di Lapas Sukamiskin menemukan sel yang ditempati terpidana kasus korupsi proyek e-KTP Setya Novanto (Setnov) tak sesuai standar. Selain lebih luas dibanding sel tahanan lainnya, kamar yang ditempati mantan Ketua DPR itu juga berlapis plywood.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung Tejo Harwanto mengungkapkan alasan kamar Setya Novanto dilapisi kayu, karena dindingnya telah dimakan usia sehingga mudah rapuh.
"Kalau memang terlihat mewah, memang itu kamarnya (Setnov) dilapisi oleh kayu plywood," kata Tejo, di Lapas Sukamiskin Bandung, Minggu (16/9/2018).
Advertisement
Tejo mengatakan, pemasangan pelapis kayu tersebut dilakukan sebelum Setya Novanto menempati kamar itu. Namun, ia tak mengetahui siapa napi yang menempati kamar tersebut sebelum Setya Novanto.
"Itu dulu berdampak apabila hari hujan, dinding itu rapuh rembes, tapi dilakukan oleh masing-masing warga binaan pemasyarakatan. Aturannya memang tidak boleh, menambah mengurangi bentuk ruangan itu tidak boleh," kata dia lagi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Toilet Duduk
Kamar mewah yang dihuni Setya Novanto terungkap saat inspeksi mendadak yang dilakukan Ombudsman RI pada Kamis 13 September. Foto kamar Setnov pun tersebar di media sosial serta menjadi perbincangan hangat.
Terlihat dari foto tersebut seluruh dinding, tembok, hingga lantai dilapisi tembok. Bahkan, isinya pun bukan seperti kamar tahanan, namun layaknya sedang menginap di hotel mewah.
Hal lain yang menjadi atensi Ombudsman yakni soal toilet duduk. Tejo mengatakan, pemasangan toilet duduk merupakan hal yang wajar, apalagi banyak narapidana yang berusia 50 tahun.
"Kloset jongkok ini ada keuntungannya, karena orang-orang lansia 60 sampai 70 persen penghuni lapas ini berusia lebih dari 50 tahun, jadi kesulitan (memakai kloset jongkok)," jelas Tejo seperti dilansir Antara.
Menyoal kamar luas serta kloset jongkok, kata dia, fasilitas itu tidak hanya dihuni oleh narapidana kasus korupsi saja. Namun, napi umum pun ada yang mendapatkan fasilitas tersebut.
"Semua tipikor dan pidana umum juga sama, coba cari yang lain," Tejo memungkasi.
Advertisement