Liputan6.com, Jakarta - Muharram merupakan bulan mulia. Terdapat anjuran bagi umat Islam untuk melaksanakan sunah puasa Asyura di bulan Muharram.
Sesuai namanya Asyura yang berarti kesepuluh, maka puasa ini dijalankan pada 10 Muharram. Kedudukan hukum puasa ini dalam syariat Islam adalah sangat dianjurkan.
Banyak dalil yang menguatkan kesunahan puasa Asyura. Tetapi, patut diperhatikan, Rasulullah Muhammad SAW pernah mendapatkan informasi puasa Asyura mirip dengan tata cara ibadah umat Yahudi dan Nasrani.
Advertisement
Hal ini terekam dalam hadis riwayat Muslim dari Abdullah bin Abbas RA.
"Ketika Rasulullah SAW berpuasa hari Asyura dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa. Orang-orang lalu bertanya, 'Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.' Rasulullah SAW lalu bersabda, 'Maka kalau begitu, tahun depan jika Allah menghendaki kita berpuasa (jadi) di hari kesembilan!' Ibn ‘Abbas berkata, 'Tahun depan itu tidak terjadi karena Rasulullah SAW sudah wafat sebelumnya'."
Hadis ini mengisyaratkan bagi umat Islam untuk melaksanakan puasa Asyura dengan didahului puasa di hari sebelumnya yaitu tanggal 9 Muharram. Sehingga, kedudukan puasa di hari kesembilan Muharram juga sunah.
Jumhur ulama kemudian menyatakan puasa hari kesembilan juga termasuk sunah. Puasa tersebut dilanjutkan dengan puasa hari kesepuluh sesuai tuntunan syariah.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Puasa Tak Hanya Sehari
Terkait dengan pelaksanaan puasa Asyura yang tidak hanya satu hari, Imam An Nawawi punya penjelasannya. Dalam pandangan Imam An Nawawi, ada tiga sebab disunahkannya puasa Asyura lebih dari satu hari baik di hari sebelum maupun sesudahnya.
Pertama, menyelisihi kebiasaan ibadah orang-orang Yahudi yang biasa berpuasa hanya di hari kesepuluh. Ini didasari oleh riwayat dari Ibn 'Abbas. Kedua, menggabungkan puasa lain dengan puasa Asyura. Ini layaknya dimakruhkannya berpuasa hanya di hari Jumat saja (maka berpuasa satu hari Asyura saja, dianggap makruh). Ini menurut pendapat Al Khattabi dan beberapa ulama
Ketiga, kehatian-hatian karena boleh jadi hilal sebagai penanda waktu awal muharam sudah masuk bulan baru lebih awal, dan hari kesepuluh sebenarnya sudah masuk saat kita berpuasa yang kita kira sebagai hari kesembilan.
Sedangkan Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Bari berpandangan puasa hari kesembilan Muharram juga disunahkan dengan alasan agar menyelisihi ibadah kaum Yahudi. Pandangan ini pula yang dianut oleh sebagian besar ulama.
Reporter : Ahmad Baiquni
Sumber : Dream
Advertisement