Liputan6.com, Jakarta - Penerapan program vaksin Measless Rubella (MR) masih belum sepenuhnya diterima masyarakat. Kendalanya, vaksin MR belum mendapat label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua Umum MUI KH Ma'aruf Amin memandang jika keadaan bahaya atau darurat, agama akan memperbolehkan. Dia mewajibkan masyarakat melakukan imunisasi vaksin tersebut.
"Sebenarnya masalah imunisasi sudah keluar pada tahun 2016, itu Fatwa MUI Nomor 4, bahwa melakukan imunisasi apabila itu ada bahaya yang mengancam yang menimbulkan penyakit atau kecacatan yang berkelanjutan maka sebetulnya boleh dan wajib, karena menghindari bahaya itu wajib," kata Ma'ruf di Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Selasa (18/9/2018).
Advertisement
Menurut bakal cawapres Jokowi ini, penyakit rubella sangat berbahaya. Bila generasi muda mengidap rubella, bangsa ini akan menjadi bangsa lemah yang cacat dan tidak bisa lagi berkompetisi karena sulit bertahan hidup.
"Untuk itu saya prihatin vaksin ini baru mencapai 48%, menurut saya harus ada upaya upaya makismal dari semua pihak," pintanya.
Ma'ruf sempat menyinggung Kementerian Kesehatan yang telat meminta fatwa vaksin MR untuk meyakinkan masyarakat. Dia pun menjelaskan, vaksin ini bukan soal halalnya, melainkan boleh menggunakan jika keadaan berbahaya dan dampaknya besar.
"Tapi sayangnya, maaf nih Ibu Menteri Kesehatan tidak meminta vaksinnya, baru prosesnya itu baru tahun 2018 yaitu lahir Fatwa No 33 penggunaan vaksin rubella," ucap Ma'ruf.
"Jadi 2 tahun itu tidak ada menyangkut fatwa kehalalan, jadi timbul di masyarakat, MUI tidak memberi karena belum ada proses, bukan halal sebetulnya, tapi kebolehannya," imbuhnya.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sosialisasi Imunisasi MR
MUI sudah mengeluarkan dua fatwa yakni Fatwa Nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi. Kemudian, ditindak lanjuti dengan fatwa nomor 33 tahun 2018 yang menyatakan para ulama bersepakat untuk memperbolehkan (mubah) penggunaan vaksin Measless Rubella (MR) yang merupakan produk dari Serum Institute of India (SII) untuk progam imunisasi saat ini.
Karena itu, MUI akan menyosalisasikan boleh menggunakan imunisasi vaksin MR untuk menghindari penyakit campak Rubella.
"Memang ketidakpercayaan itu yang harus dihilangkan, MUI punya data cukup, maka ini bahaya, dicegah melalui imunisasi, hukumnya bukan hanya boleh tapi wajib," jelas Ma'ruf.
Dia mengambil contoh pada 2010, saat wajib imunisasi meningitis bagi mereka yang akan menunaikan ibadah haji. Saat itu belum ada vaksin meningitis yang halal. Karena darurat, MUI memperbolehkan vaksin tersebut disuntikkan.
"Tapi situasinya darurat karena kalau tidak vaksin, para jamaah haji tidak boleh memasuki wilayah Arab Saudi," terang Ma’ruf.
Dia menekankan, vaksin ini MR ini tidak boleh digunakan jika tersedia vaksin baru yang halal untuk mengatasi rubella.
"Sekarang MR ini satu-satunya vaksin yang ada untuk mengatasi rubella, memang tidak halal, tapi boleh digunakan karena belum ada yang halal, andai saja nanti ada yang halal harus pakai yang halal," papar Ma'ruf.
Salah satu daerah yang belum mau imunisasi MR adalah Aceh. Majelis Permusywaratan Ulama (MPU) Aceh memang tidak sepakat dengan MUI mengenai vaksin MR yang dianggap haram. Mengatasi itu, Ma'ruf menyebut Komisi Fatwa MUI akan mengajak diskusi dan meyakinkan MPU Aceh.
"Mereka (MPU) itu kan MUI-nya Aceh. Toh kalau kumpul dengan kami mereka juga menyebut dirinya MUI kok, jadi seperti pakai 2 baju," ucap Ma'ruf.
Selain Aceh, beberapa provinsi yang saat ini capaian imunisasinya masih berada di bawah rata rata nasional adalah Riau, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement