Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Indonesia Adil Makmur menatap Pilpres 2019 dengan optimistis. Partai politik pengusung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ini yakin bisa bersaing menghadapi pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin karena memiliki sosok yang akan menjadi kunci kemenangan, yaitu bakal cawapres Sandiaga Uno.
Alasannya, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut akan mampu meraup suara Generasi Milenial yang dinilai menjadi faktor penentu kemenangan dalam Pilpres 2019. Koalisi Indonesia Adil Makmur menganggap, Sandiaga merupakan sosok yang paling dekat dengan milenial, dilihat dari segi usia dibandingkan kandidat capres dan cawapres lainnya.
Namun, Sandiaga sendiri menilai tak mudah untuk meraup suara dari kalangan pemilih muda tersebut. Beberapa alasan dia kemukakan.
Advertisement
"Analisa saya, milenial akan sulit diyakinkan, karena mereka akan memutuskan di very last minute. Mereka sangat fluent, cepat bosenan. Kalau mereka suka sama kita sekarang, belum tentu di April (saat Pilpres 2019 digelar)," ujar Sandiaga di SCTV Tower, Senayan City, Kamis (20/9/2018).
Bahkan, lanjut dia, bukan tidak mungkin pemilih muda tersebut menolak untuk masuk ke bilik suara saat hari pencoblosan. Alasannya, sebagian pemilih muda tidak tertarik dengan dunia politik. Namun, dia punya strategi untuk menarik suara mereka.
"Kita ciptakan lapangan kerja, entrepreneurship. Itu yang salah satu menjadi pokok bahasan paling relevan dengan milenial dan menjadi harapan kita agar pilpres bisa menggerakkan ekonomi rakyat," beber Sandiaga.
Selain itu, dengan tujuh bulan waktu tersisa sebelum hari pencoblosan, tim pemenangan Prabowo-Sandiaga bakal terus menggempur pemilih dari Generasi Milenial melalui jalur komunikasi yang biasa digunakan mereka.
"Tidak hanya di medsos, tapi juga media mainstream. Jadi kita gunakan semuanya, karena media menjadi jalan untuk kita mensosialisasikan gagasan dan pemikiran," papar Sandiaga.
Berbeda dengan Sandiaga, tim pemenangan yang diwakili Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso mengaku yakin suara milenial akan merapat ke pasangan Prabowo-Sandiaga. Dia mengatakan, Sandiaga adalah cerminan dari generasi milenial itu sendiri.
"Cawapres kita trade mark-nya adalah milenial. Untuk menggaet suara pemilih milenial langsung dipimpin Beliau. Jadi Sandiaga Uno ini sangat menjual di kalangan milenial. Dari empat tokoh capres dan cawapres, sudah sah yang mewakili kaum milenial adalah Sandiaga Uno, dari segi wajah, tabiat, dan seterusnya," ujar Priyo saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (20/9/2018).
Selain 'menjual' Sandiaga, Koalisi Indonesia Adil Makmur juga berusaha meraup suara milenial dengan menghadirkan juru kampanye dari partai politik pengusung.
"Kita sudah siapkan jurkam yang melibatkan usia 20-an dan di bawah 30-an," jelas Priyo yang menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Dia juga memastikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak akan menjadi ketua jurkam milenial dari kubu Prabowo-Sandiaga, yang nantinya juga akan dibantu jurkam dari lintas profesi.
"Kita akan melibatkan pesinetron dan tokoh-tokoh berprestasi yang menjadi idola jaman now. Sedang kita sisir. Juga aktivis kampus," tandas Priyo.
Keyakinan yang sama juga ditunjukkan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin. Meski usia Jokowi dan Ma'ruf kalah muda dari Sandiaga, pasangan ini menegaskan dukungan besar Generasi Milenial kepada mereka.
"Ternyata pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin banyak mendapat dukungan dari kaum milenial. Ternyata mereka suka," ujar Ma'ruf usai meresmikan Rumah Kiai Ma'ruf Amin (KMA) di Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu malam 16 September 2018.
Namun, dia menolak mengungkapkan strategi yang akan digunakan untuk menarik suara pemilih muda tersebut.
"Itu rahasia kalau soal strategi, jangan dikasih tahu. Kalau dikasih tahu nanti ketahuan," papar Ma'ruf.
Yang jelas, lanjut dia, pasangan Jokowi-Ma'ruf belum terkalahkan di kalangan generasi milenial dalam sejumlah survei.
"Sampai kini, kita masih unggul di kalangan milenial dan di kalangan emak-emak," ujar Ma'ruf.
Keinginan untuk meraup suara Generasi Milenial yang lebih besar juga dibenarkan oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf.
"Milenial menjadi fokus dan perhatian dari tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf," jelas Wakil Sekretaris TKN Raja Juli Antoni kepada Liputan6.com di kantornya, Jakarta, Kamis (20/9/2018).
Dia mengatakan, jika jumlah pemilih muda itu diasumsikan mereka yang berusia di bawah 40 tahun, maka angkanya sekitar 63 persen dari seluruh pemilih di Pilpres 2019.
"Artinya apa? Kekuatan memenangkan pemilu ke depan sangat bergantung pada suara anak muda. Karena itu tim kampanye Jokowi-Ma'ruf memiliki perhatian khusus terhadap anak muda," ujar Raja Juli.
Terkait strategi untuk meraup suara, dia mengatakan Jokowi sebagai calon inkumben tak terlalu sulit untuk mendekatkan diri dengan pemilih muda.
"Karena kita inkumben, kita justru menjual apa yang sudah dikerjakan. Apalagi selama ini (Jokowi) memang men-support apa yang diinginkan anak muda," beber Raja Juli.
Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ini juga tidak risau dengan fakta bahwa Jokowi dan Ma'ruf tak lagi bisa digolongkan sebagai orang muda. Menurut dia, apa yang dilakukan Jokowi selama ini sangat diterima kalangan pemilih muda.
"Pak Jokowi lebih gampang tersambung dengan anak muda. Apalagi Pak Jokowi sering bicara tentang teknologi informasi dan lainnya. Sekarang Pak Jokowi juga sering memakai jaket jeans hingga sepatu sneakers," pungkas Raja Juli.
Milenial dan Kursi RI-1
Generasi milenial akan menjadi ladang suara yang menggiurkan dalam Pilpres 2019. Sulit dibantah, dengan perkiraan 40 persen lebih dari keseluruhan jumlah pemilih, kaum milenial akan menjadi penentu siapa yang akan menduduki kursi RI-1.
Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil riset enam kantong dukungan untuk pasangan bakal calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Berdasarkan hasil survei itu, pasangan Jokowi-Ma'ruf unggul di lima kantong suara.
Dalam survei ini, LSI meneliti enam kantong suara, mulai dari pemilih muslim, non-muslim, kantong suara wong cilik, pemilih emak-emak, kaum terpelajar, dan milenial.
Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin berhasil unggul di kalangan muslim, non-muslim, wong cilik, pemilih emak-emak dan milenial. Sedangkan pasangan Prabowo-Sandiaga hanya unggul di pemilih yang berbasis kaum terpelajar.
"Skor 5-1 untuk keunggulan Jokowi-Ma'ruf pasca pendaftaran capres-cawapres," kata peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby di Kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa 21 Agustus 2018.
Sebelumnya, lembaga riset Polmark Indonesia menilai generasi milenial bakal mempengaruhi kontestasi Pilpres 2019. Polmark menilai pemilih di Indonesia dengan rentang umur 19-35 tahun bakal mendominasi.
Direktur Riset PolMark Indonesia Eko Bambang Subiyantoro mengatakan, saat ini mayoritas pemilih di Indonesia berasal dari generasi milenial. Catatan Polmark, setidaknya ada 82 juta milenial di Indonesia. Dengan dominasi tersebut, kandidat presiden dan cawapres harus mampu mengorientasikan dirinya kepada pemilih dari generasi milenial.
"Memenangkan Pemilu 2019 untuk sebagian besar bermakna memenangkan aspirasi generasi milenial," kata Eko di Sofyan Hotel, Jakarta, Rabu 29 Agustus 2018.
Besarnya suara generasi milenial dibenarkan Direktur Populi Center Usep Akhyar. Dia mengatakan, suara milenal pasti mendapat perhatian besar dari kedua kubu yang bertarung di Pilpres 2019 karena akan menjadi kunci kemenangan lantaran jumlahnya yang signifikan.
"Jadi mau tidak mau kandidat capres harus memperhatikan suara milenial karena mereka mayoritas," ujar Usep kepada Liputan6.com, Kamis (20/9/2018).
Karena mayoritas itu, lanjut dia, tak heran kubu Prabowo-Sandiaga dan Jokowi -Ma'ruf maju dengan berbagai program yang pro terhadap milenial. Bahkan mereka tampil dengan gaya yang mengikuti tren milenial.
"Di kubu Prabowo, itu bisa dilihat dari gaya dan gestur Sandiaga yang trendi, suka olahraga, mengedepankan stylis, dan gaya komunikasinya yang kekinian," jelas Usep.
Sementara di kubu Jokowi-Ma'ruf, dia melihat peran menggaet milenial diambil oleh Jokowi. Walau dari segi usia sudah tidak muda, dalam beberapa penampilan di publik, baik sebagai presiden ataupun capres, Jokowi kerap menunjukkan simbol-simbol ala milenial.
"Seperti baju bercorak pop art dengan tulisan 'Bersih Merakyat, Kerja Nyata," ujar Usep.
Agar bisa memenangkan suara milenial, dia menyarankan kedua kubu untuk menerapkan strategi khusus, karena milenial itu punya karakter unik. Berbeda dengan generasi sebelumnya, milenial itu digital native.
"Artinya, dia sejak lahir sudah ada digital, masif di sekelilingnya, melek teknologi, internet. Milenial sangat familir dengan internet, maka perlakuan untuk menggaet mereka juga berbeda," beber Usep.
Satu lagi mengenai politik kaum milenal yang berbeda menurut dia, politik selama ini dikenal kaum milenal sebagai sebuah hal yang kolot, membosankan dan bertele-tele.
"Karena itu, dua kubu calon harus bisa membawakan politik itu dalam konteks yang membawa harapan. Politik yang bisa membuat segalanya jadi mudah. Menyelesaikan masalah kemacetan, menyelesaikan persoalan yang ribet-ribet itu dengan mudah," pungkas Usep.
Lantas, siapa sebenarnya Generasi Milenial itu?
Advertisement
Lahir dan Hidup untuk Gawai
Generasi milenial tiba-tiba menjadi perbincangan dan incaran jelang Pilpres 2019. Kubu tim pemenangan dari dua pasangan bakal calon presiden dan wakil presiden, Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga mendadak menjadi fasih menyebut istilah generasi milenial atau milenial.
Dalam berbagai diskusi dan pembahasan strategi pemenangan, tak jarang kedua kubu menyasar kelompok ini sebagai lahan untuk mendulang suara. Bahkan, tak jarang kedua kubu mengidentikkan kepribadian pasangan calon mereka dengan generasi ini untuk meraup suara pemilih yang lebih besar.
Lantas, siapakah generasi milenial itu sehingga menjadi fokus perhatian koalisi partai politik pengusung dua pasangan calon yang akan berkompetisi pada Pilpres 2019?
Penulis William Strauss dan Neil Howe secara luas dianggap sebagai pencetus penamaan generasi milenial. Keduanya menciptakan istilah tersebut pada 1987, di saat anak-anak yang lahir di tahun 1982 masuk pra-sekolah, dan saat itu media mulai menyebut mereka sebagai kelompok yang terhubung ke milenium baru di saat lulus SMA di tahun 2000.
Mereka menulis tentang kelompok ini dalam buku-buku berjudul Generations: The History of America's Future Generations, 1584 to 2069 (1991) dan Millennials Rising: The Next Great Generation (2000).
Kemudian, pada Agustus 1993, artikel utama majalah Advertising Age mencetuskan istilah Generasi Y untuk menggambarkan anak-anak yang masih berusia 11 tahun atau lebih muda, serta remaja yang akan datang sepuluh tahun kemudian, yang didefinisikan sebagai kelompok yang berbeda dari Generasi X.
Sementara, pada 2013, Majalah Time membuat cerita utama yang berjudul Millenials: Me Me Me Generation.
Demikian pula Majalah Newsweek yang menggunakan istilah Generasi 9/11 untuk merujuk kepada orang-orang muda yang berusia antara 10 dan 20 tahun saat terjadinya serangan teroris di New York pada 11 September 2001. Referensi pertama untuk Generasi 9/11 menjadi berita utama Newsweek edisi 12 November 2001.
Dari sekian banyak definisi dan penjelasan tentang Generasi Milenial, pendapat yang paling umum diterima adalah generasi yang lahir di antara tahun 1980-an sampai 2000-an. Singkat kata, milenial adalah mereka yang kini berusia antara 18 hingga 38 tahun.
Dengan posisi seperti itu, milenial dianggap spesial karena sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan teknologi. Misal, mereka lahir saat TV berwarna mulai muncul dan telepon seluler serta internet diperkenalkan. Tak heran generasi ini sangat mahir dalam mengoperasikan gawai.
Karena lahir di era kecanggihan teknologi, internet berperan besar dalam keberlangsungan hidup mereka. Generasi milenial lebih suka mendapat informasi dari ponsel mereka dengan memanfaatkan mesin pencari seperti Google atau perbincangan pada forum-forum yang diikuti untuk selalu up-to-date dengan keadaan sekitar.
Jika dihadapkan pada pilihan, mayoritas generasi ini akan lebih memilih ponsel dibandingkan televisi. Mereka akan lebih memilih tidak memiliki akses ke tayangan televisi dibandingkan akses ke ponsel atau dunia maya.
Karena itu pula, sebagian besar komunikasi generasi ini terjadi tanpa bertatap muka. Banyak dari mereka melakukan semua komunikasi melalui text messaging atau juga chatting di dunia maya, melalui media sosial seperti Twitter, Facebook hingga Instagram.
Akun media sosial itu juga dijadikan tempat untuk aktualisasi diri dan berekspresi yang bisa dibaca semua orang. Tak heran kalau mayoritas generasi milenial dipastikan memiliki akun media sosial sebagai tempat berkomunikasi dan berekspresi.
Ciri lainnya, generasi milenial memiliki perilaku yang sudah tidak menggunakan uang tunai lagi alias cashless saat berbelanja. Generasi ini tidak mau repot membawa uang, karena sekarang hampir semua pembelian bisa dibayar menggunakan kartu, sehingga lebih praktis, hanya perlu gesek atau tapping.
Ditambah dengan jumlah mereka yang lumayan besar, menjadi tidak mengherankan kalau jelang Pilpres 2019 penduduk usia produktif ini disasar untuk mendulang suara.
"Kita punya penduduk usia muda yang besar, yaitu 90 juta milenial (berusia 20-34 tahun)," kata Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di gedung Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu 14 Februari 2018.
Dengan angka yang begitu besar, menjadi masuk akal kalau politikus dan pasangan bakal calon presiden dan cawapres di Pilpres 2019 sangat lancar dalam berbagai narasi menyebut dirinya sebagai perwakilan generasi milenial.
Siapakah yang akan merebut suara terbesar dari mereka? Semua baru bisa diketahui saat pecinta gawai ini menentukan pilihan mereka di bilik suara pada Rabu 17 April 2019.
Â