Sukses

HEADLINE: Reklamasi Teluk Jakarta Tamat di Tangan Anies, Potensi Pulau Hantu?

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku pihaknya siap menanggung risiko mengenai keputusan penghentian izin reklamasi di pesisir utara Jakarta.

Liputan6.com, Jakarta - "Reklamasi bagian dari sejarah, tapi bukan bagian dari masa depan Jakarta...," itu yang dikatakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.

Pada Rabu 26 September 2018, ia mengumumkan penghentian proyek reklamasi 13 pulau di pesisir utara Jakarta.

Anies menjelaskan, penghentian dilakukan berdasarkan temuan Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang telah memverifikasi kegiatan reklamasi. Badan tersebut dibentuk melalui Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2018 pada 4 Juni lalu.

Menurut mantan mendikbud itu, para pengembang tidak melaksanakan kewajiban yang ada. Ia mengaku, pihaknya siap menanggung risiko terkait keputusan tersebut. 

Anies punya alasan lain untuk menghentikan proyek reklamasi. Yakni, untuk melaksanakan janji kampanyenya pada Pilkada DKI Jakarta 2017. "Seperti yang kami janjikan ketika pilkada kemarin bahwa reklamasi dihentikan, hari ini kita tuntaskan."

Proyek reklamasi mencakup pembangunan 17 pulau baru, dengan cara menimbun laut dengan tanah dan pasir hasil kerukan. Empat di antaranya terlanjur terbentuk, yakni Pulau C, D, G, dan N. 

Di Pulau D yang terhubung dengan simpang Pantai Indah Kapuk dan jalan tol, bahkan sudah didirikan sejumlah bangunan mewah, dari rukan hingga perumahan berharga miliaran rupiah. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menyegel 932 bangunan di Pulau D karena tak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

Bus Transjakarta saat melintas di kawasan rekalamasi Pulau D usai penyegelan, Kamis (7/6). Pemprov DKI Jakarta menyegel 932 bangunan yang berdiri di Pulau D lantaran tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB). (Liputan6.com/Iqbal Nugroho)

Anies kemudian menegaskan, Pemprov DKI tidak akan membongkar pulau reklamasi yang sudah jadi. Sebab, pembongkaran justru akan berakibat pada kerusakan lingkungan.

"Tidak ada rencana pembongkaran. Bayangkan 310 hektare tanah dibongkar, tanahnya dikemanakan," kata Anies di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Kamis (27/9/2018).

Pulau C, D, G, dan N, akan ditata mengikuti ketentuan yang ada, untuk dapat digunakan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat, meski ia tak menjelaskan lebih jauh soal nasib bangunan yang ada di sana. Tetap disegel atau difungsikan. 

Anies menambahkan, ke depan pihaknya akan menitikberatkan pada pemulihan Teluk Jakarta dalam aspek air sungai, pelayanan air bersih, pengelolaan limbah dan antisipasi land subsidence atau penurunan tanah.

Mobil melintas di depan bangunan proyek reklamasi Pulau D usai penyegelan oleh Pemprov DKI, Kamis (7/6). Menurut Gubernur DKI Anies Baswedan, pembangunan di Pulau Reklamasi harus mematuhi semua aturan. (Liputan6.com/Iqbal Nugroho)

Dihubungi terpisah, pengamat Tata Kota Yayat Supriatna mengatakan, penyetopan izin reklamasi ini ibarat pantun putus cinta. Lantaran, kewenangan gubernur di dalam Keppres 52 tahun 1995 itu membuat istilah "kau yang mulai kau yang mengakhiri".

"Jadi ibaratnya dimulai dari Pak Foke (Fauzi Bowo) memberi izin, Pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) memberi izin, dan diakhiri oleh Pak Anies karena kewenangan reklamasi ada di situ," kata Yayat kepada Liputan6.com, Kamis (27/9/2018).

Yayat menambahkan, untuk pulau yang terlanjur terbangun, tergantung keberanian dari Anies untuk bernegosiasi ulang. Walaupun, ia menambahkan, sepertinya Gubernur DKI Jakarta itu tidak membuka ruang negosiasi.

"Sehingga apakah pulau yang sudah dibangun itu akan menjadi pulau hantu atau dibeli atau dikonversi sebagai hutan rumah terbuka hijau atau menjadi kawasan pemukiman nelayan," kata dia. 

Yayat memperkirakan, yang nanti akan menjadi perdebatan adalah terkait pembeli yang sudah terlanjur membayar kapling. 

"Kan Pemprov sudah mencabut izin reklamasi, jadi sertifikasinya pun yang sudah dikeluarkan itu akan dinegosiasi ulang, karena HPL-nya kan atas nama pemerintah DKI," tambah dia.

 

Sementara itu, Kepala Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta, Nelson Nikodemus mengatakan, pihaknya sepakat dengan keputusan Anies untuk mencabut izin reklamasi.

"Kita belum lihat suratnya jadi belum bisa komentar lebih detail. Tapi secara hukum, jika izin pelaksanaan reklamasi dan izin prinsipnya dicabut, maka dihentikan," kata dia kepada Liputan6.com.

Nasib Bangunan di Pulau Reklamasi?

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah menyatakan, hak guna bangunan (HGB) di Pulau D hasil reklamasi masih dikuasai pengembang.

Dia menyebut HGB dikeluarkan oleh Badan Pertahanan Nasional (BPN). Sehingga, Pemprov DKI Jakarta tidak berwenang untuk mencabut HGB yang telah dikeluarkan.

"Kalau (HGB) itu haknya BPN, kan yang sertifikat itu yang mengeluarkan BPN," kata Saefullah di Balai Kota Jakarta, Kamis (27/9/2018).

Dia menjelaskan, untuk pemanfaatan di empat pulau hasil reklamasi tersebut masih akan mengacu hasil kesepakatan Pemprov DKI Jakarta dengan pengembang. Hal tersebut sekaligus menunggu penerbitan Peraturan Daerah (Perda) tentang reklamasi.

"Sesuai dengan MoU number one, itu ada persentase yang dijaga, 51% dan 49% antara pengembang dan Pemprov. Itu sampai sekarang utuh terjaga," papar Saefullah.

Lanjut dia, nantinya empat pulau tersebut akan dimanfaatkan untuk masyarakat. Bahkan, Saefullah menyebut pengembang memiliki rencana untuk membangun beberapa fasilitas umum, salah satunya rumah sakit.

"Sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat itu. Masyarakat konsumen, pembeli, ada masyarakat nelayan, akan dikasih slot," ucap dia.

Sementara itu untuk Pulau N hasil reklamasi, Saefullah menyebut itu merupakan kewenangan dari pemerintah pusat. "Pelindo (pengembang pulau N) itu seluruh izinnya kepada pemerintah pusat," dia menandaskan.

 

Saksikan video terkait reklamasi berikut ini:

2 dari 3 halaman

Respons Pengembang di 13 Pulau

Dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, 13 pulau reklamasi yang belum terbangun tak akan terwujud. 

Menurut data, hak pembangunan Pulau A, B, dan E dipegang oleh PT Kapuk Naga Indah; Pulau I, J, K oleh PT Pembangunan Jaya Ancol; izin Pulau M oleh PT Manggala Krida Yudha; Pulau O dan F oleh PT Jakarta Propertindo; Pulau P dan Q oleh KEK Marunda Jakarta; Pulau H oleh PT Taman Harapan Indah; dan Pulau I oleh PT Jaladri Kartika Paksi.

Keputusan Anies direspons para perusahaan yang mengantongi izin untuk membangun 13 pulau. 

Sekretaris Perusahaan PT Pembangunan Jaya Ancol Agung Praptono mengatakan, pihaknya masih mempelajari dampak dari putusan tersebut untuk menentukan sikap yang akan dilakukan.

"Kami sebagai BUMD, kami mengikuti saja peraturan yang ada. Secara umum ya menerima, kan sudah keputusan, kita sekarang kaji saja," kata Agung Praptono kepada Liputan6.com, Kamis (27/9/2018).

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) Hani Sumarno mengatakan, pihaknya patuh dan tidak mempermasalahkan putusan pencabutan izin reklamasi. Pihaknya hanya rugi waktu saja karena sudah merencanakan reklamasi.

"Rugi bisa untung juga bisa. Intinya tidak ada masalah. Jadi namanya orang sudah berencana, sudah punya planning dan itu waktu membikin planning, waktu menyusun menjalin kerja sama misalnya, ada proyeksi atau apa itu kan perlu waktu. Sekarang dengan dilakukan pencabutan artinya itu semua cancel," kata dia ketika dihubungi.

Hani menuturkan, rencana pembangunan pulau reklamasi sudah dirancang sejak 2015. Sejumlah alokasi pun disiapkan.

"Sekarang kita tinggal cari cara supaya apa yang sudah kami siapkan bisa produktif. Sudah begitu saja, pokoknya patuh kepada keputusan gubernur. Tapi untung juga bisa," kata dia.

Keuntungannya, lanjut Hani, adalah tidak usah pusing lagi mencari investor. "Kan kalau mau bikin segede itu kita juga cari investor," kata dia.

Hani mengaku, dia belum mempunyai site plan yang sudah jadi mengenai apa yang akan dibangun di pulau reklamasi. Sebab, pulau reklamasi sangat luas mencapai 5.500 hektare.

Dia mengatakan, Jakpro baru dalam tahap menyiapkan uang untuk reklamasi, belum sampai pada tahap pengurusan Amdal. "Buat apapun yang terkait dengan pulau yang digarap oleh Jakpro. Benar benar masih rough plan," kata dia.

Sementara itu, sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk Theresia Rustandi mengatakan, pihaknya masih menunggu pemberitahuan resmi terkait pencabutan izin reklamasi 13 pulau.

PT Taman Harapan Indah merupakan anak usaha Intiland Development ini yang mengantongi izin pembangunan Pulau H.

"Kami masih nunggu pemberitahuan resmi. Terima kasih," kata Theresia Rustandi kepada Liputan6.com.

Dia mengatakan, Pemprov DKI Jakarta belum mengirim surat pemberitahuan mengenai pencabutan reklamasi. 

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Agung Podomoro Justini Omas mengatakan, belum bisa memberikan komentar terkait pemberitaan di media massa mengenai pencabutan izin 13 pulau reklamasi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Agung Podomoro melalui anak usahanya, PT Muara Wisesa Samudra telah memiliki konstruksi di Pulau G.

"Kami masih menunggu dan perlu mempelajari dahulu pemberitahuan atau surat keputusan resmi serta arahan lebih lanjut dari Pemprov DKI Jakarta, sebelum bisa memberikan komentar dan tanggapan. Mohon dapat dimaklumi ya," kata Justini. 

 

3 dari 3 halaman

Prematur?

Keputusan Anies Baswedan menghentikan proyek reklamasi ditanggapi pro dan kontra. Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD DKI Jakarta Bestari Barus menilai, pencabutan izin reklamasi 13 pulau di pesisir Utara Jakarta itu prematur. Keputusan Gubernur DKI Jakarta itu, menurut dia, dilakukan terburu-buru.

"Saya katakan keputusan itu masih prematur, terlalu terburu-terburu, hanya dalam rangka untuk memenuhi janji kampanye," ujar Bestari di gedung DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Kamis (27/9/2018).

Menurut dia, seharusnya Pemprov DKI dapat mendukung kelanjutan pengerjaan reklamasi tersebut. Bila ingin memenuhi janji kampanye, Bestari menyebut Anies dapat terlebih dulu merealisasikan pembangunan rumah tapak dengan DP nol rupiah.

Dia menambahkan, Pemprov DKI dapat membangun rumah DP nol persen di kawasan pulau reklamasi. "Kalau dia cerdas atau katakanlah Pemprov itu cerdas, bangun itu reklamasi, rumah tapaknya bangun di sana, baru betul, cerdas," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PDI Perjuangan Gembong Warsono menyarankan agar Pemprov DKI segera mengatur pemanfaatan empat pulau reklamasi yang sudah jadi. Sehingga Pemprov mempunyai pemasukan dari pengelolaan itu dan tidak terdapat pihak yang dirugikan.

"Jadi semua ada win win solution gitu jadi semua enggak ada yang menang dan yang kalah. Tapi semua bisa berjalan, jangan sampe ada tanah tua, harus ada dimanfaatkan," kata Gembong.

Disetujui Kementerian LH?

Sementara Ketua TGUPP Bidang Pengelolaan Pesisir, Marco Kusumawijaya mengklaim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyetujui adaya penghentian izin reklamasi di pesisir Utara Jakarta.

Dia menjelaskan, seminggu yang lalu Anies telah bertemu dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Pertemuan tersebut guna membahas reklamasi.

"Minggu lalu Pak Gubernur ketemu dengan Menteri Lingkungan Hidup, dia (Siti Nurbaya) angguk-angguk. Berarti dia sudah tahu," kata Marco di Balai kota, Jakarta Pusat, Rabu 26 September 2018.

Marco mengatakan, saat pertemuan itu Siti menyampaikan kebijakan Pemprov DKI Jakarta sudah sejalan dengan pemerintah pusat. 

"Iya tentu saja (setuju), karena Ibu Menteri adalah pemerintah pusat yang kita anggap demikian. Bahkan kalau kita berpegang pada Keppres yang lama, itukan wewenang perizinan tetap ada di Gubernur, itu yang tidak boleh disalahtafsirkan," papar dia.

Tak hanya itu, Marco menyebut nantinya Pemprov DKI juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP).

"Sementara kalau ruang darat itu konsultasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Kepala Badan Pertanahan Nasional," ucapnya.

Marco juga menyebut Pemprov DKI Jakarta juga tengah mengkaji dampak dari reklamasi dengan melelang jasa konsultan pengkajian. Dia juga belum dapat memastikan kejelasan bangunan-bangunan yang ada di Pulau D sejak disegel sejak Juni 2018.

"Kita belum tau persisnya seperti apa, akan dilihat dalam tiga bulan. Tadi saya sudah katakan jangan berspekulasi dulu, yang jelas pesan politik tadi itu kepentingan umum," papar dia.

Tak hanya itu, kata Marco, terdapat rencana untuk menyatukan dua Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.