Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mmenanggapi beredarnya draf 1 RUU Penyadapan pada 20 September 2018. KPK berharap aturan-aturan yang dibuat jangan sampai memperlemah upaya pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya seperti terorisme, narkotika, dan lainnya.
"Kita perlu menyadari korupsi adalah kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Prosedur yang menghambat investasi kasus korupsi semestinya diminimalisir sehingga kita perlu meletakkan hukum acara penanganan kasus korupsi sebagai sesuatu yang lex specialis," jelas Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Sabtu (29/9/2018).
Baca Juga
Dia mengatakan, kewenangan penyadapan yang diberikan pada institusi KPK telah memiliki payung hukum. Dasar hukum yang kuat itu tertulis di Pasal 12 ayat 1 huruf a UU 30 Tahun 2002.
Advertisement
Dalam pasal itu, dikatakan bahwa dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK berwenang melakukan penyadapan dan merekam pembicaaran.
Febri mengatakan, penyadapan sangat menentukan keberhasilan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Alhasil jika aturan baru dibuat tidak secara hati-hati, maka bukan tidak mungkin kerja KPK akan terhambat, termasuk OTT.
"Karena itulah KPK mengajak pada pihak yang memiliki kewenangan pembentuk UU, agar bersama-sama memahami kebutuhan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Inisiasi RUU Penyadapan
Sebelumnya, Komisi III DPR menegaskan akan fokus mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyadapan. Bahkan, gagasan itu sudah digaungkan sejak tahun lalu.
"Saya kira momen ini bisa juga untuk kita dalami sekaligus terkait dengan rencana Komisi III DPR menginisiasi RUU Penyadapan tindak lanjut putusan MK. Berlaku tak hanya terkait KPK tapi penegak hukum lainnya," ujar anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Jakarta, Selasa 26 September 2017.
Menurut Arsul, selama ini kewenangan penyadapan telah menimbulkan penilaian yang buruk terhadap KPK.
"Karena persoalan penyadapan harus kita akui menimbulkan suudzon bahwa kewenangan untuk melakukan penyadapan dipergunakan dalam tanda kutip tidak pas. Ada yang lebih kasar lagi dalam tanda kutip serampangan. Tapi kesiapan KPK itu harus kita apresiasi," tutup Arsul.
Advertisement