Sukses

Kesaksian Jurnalis Frans Padak Demon saat Gempa Hebat Guncang Palu

Jurnalis senior Frans Padak Demon selamat dari gempa bumi dan tsunami yang menerjang Sulawei Tengah di Palu, Donggala, dan Sigi.

Liputan6.com, Jakarta Jurnalis senior Frans Padak Demon selamat dari gempa bumi dan tsunami yang menerjang Sulawei Tengah di Palu, Donggala, dan Sigi. Akibat bencana tersebut, jumlah korban jiwa hingga Minggu (30/9/2018) pukul 13.00 WIB sebanyak 832.

Frans pun berbagi kisah saat berada di di Palu sebelum gempa dan tsunami terjadi hingga selamat dan bertolak ke Jakarta. 

Jumat pagi 28 September, Frans berkunjung ke Radio Nebula dan bertemu dengan pimpinan serta programmer dan para penyiar. Menjelang Maghrib ia pamit dan kembali ke hotel. Karena Hotel Santika penuh, dirinya harus pindah dan seorang teman berhasil mendapatkan satu kamar di Hotel Mercure.

Pukul 13.00 Wita, Frans check-in di Hotel Mercure kemudian berangkat dengan mobil ke Kabupaten Sigi menemui pimpinan dan penyiar Radio Citra Pertanian, radio afiliasi VOA yang sejak lama menyiarkan program-program radio.

"Sekitar pukul 15.00, ketika sedang berdikusi dengan mereka, terjadi gempa yang tidak begitu besar, kami berhamburan keluar. Tapi kemudian masuk lagi sebentar dan saya pun pamit," ungkap Frans.

Ia kembali ke Hotel Mercure sebentar, lalu mengunjungi Radio Proskuneo FM di Jalan Woodward, bertemu dengan station manager-nya Ekel dan staff, serta para penyiar. Rencananya jam 17.30 Frans kembali ke Mercure karena ada janji dengan TV lokal di Palu, Nuansa TV, namun urung karena ada diskusi menarik diminta untuk talkshow menjelaskan tentang VOA dan siaran-siaran VOA.

"Rencanya Sabtu pagi saya juga akan talkshow bareng Kepala LKBN Antara di Palu, jam 11.00-12.00. Beberapa menit sebelum pukul 18.00, saya pamit kembali ke Mercure karena harus ketemu Nuansa TV sekitar sana. Saya pun pesan Grab, namun sebelum Grab tiba, gempa yang sangat keras mengguncang," beber Frans.

Ia berusaha keluar dari studio. Namun di depan pintu terjatuh. Frans pun meninggalkan tasnya lari ke halaman sambil mengawasi jangan sampai antena radio setinggi 60 meter jatuh menimpa. Tembok pagar dan rumah sekitar runtuh akibat gempa dengan magnitudo 7,4 itu.

"Kami bertahan sekitar 10 menit di situ lalu lari ke jalan yang penuh dengan orang-orang yang panik. Saya dan staff radio berusaha menenangkan mereka dan kami memutuskan naik ke bukit di Timur Kota Palu di Laswani," kata Frans.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Dia dibonceng seorang pemuda menyelip di antara mobil, motor dan ribuan manusia. Di tengah jalan ia harus menghindari tiang listrik dan gedung serta pohon roboh karena goncangan gempa susulan yang terus terjadi.

"Setengah perjalanan saya harus berjalan kaki sepanjang 5 kilometer ke atas bukit karena besin motor habis. Malam itu kami tidur di jalanan di atas bukit tanpa alas apapun. Semua berbaur, berdoa hingga tidak terasa lapar atau haus," ujar dia.

Sabtu siang, Frans ke klinik World Vision untuk obati luka-luka di lengan kiri. Ia kemudian diantar motor pergi ke Hotel Mercure untuk mengambil koper dan barang-barang.

"Eh ternyata Mercure sudah hancur diterpa gempa dan tsunami. Yang saya temukan hanya beberapa mayat yang bergelimpangan. Saya putuskan ke Bandara dan tidur di bawah pohon parkiran Bandara sambil menunggu pesawat pertama ke luar Palu." 

Beberapa gedung dan tower Bandara hancur. Ia pun bersyukur akhirnya bisa naik Hercules TNI ke Jakarta.

"Saya berusaha telepon teman-teman di Nebula dan RCP tapi tidak nyambung. Yang saya dengar banyak gedung di Sigi rontok karena tanah amblas dan terjangan lumpur. Mari kita doakan untuk korban dan keluarga serta warga Palu dan Donggala," Frans memungkasi