Sukses

5 Fakta Mengejutkan Usai Gempa-Tsunami Terjang Palu dan Donggala

Gempa magnitudo 7,4 yang terjadi Jumat sore, 28 September lalu di Palu dan Donggala mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan lebih dari seribu jiwa melayang.

Liputan6.com, Jakarta - Kerusakan akibat gempa bumi diikuti tsunami yang melanda Kota Palu, Sulawesi Tengah, sangat parah. Gempa magnitudo 7,4 yang terjadi Jumat sore, 28 September lalu mengakibatkan ribuan bangunan rusak dan lebih dari seribu orang meninggal.

 

"Korban yang kita pilah-pilah, totalnya 1.234 orang meninggal yang berasal dari dampak   gempa bumi. Terutama reruntuhan bangunan dan terjangan dari tsunami," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (2/10/2018).

Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah. Karena banyak korban gempa di Palu dan Donggala yang masih tertimbun puing bangunan dan belum bisa dievakuasi hingga kini, akibat minimnya alat berat.

Berikut sejumlah fakta miris yang ditemukan usai gempa dan tsunami meluluhlantakkan Palu dan Donggala:

2 dari 5 halaman

1. Ratusan Rumah Tenggelam Lumpur

Perumnas Patoga di Palu Selatan dan Perumnas Balaroa di Palu Barat, Sulawesi Tengah, salah satu kawasan terdampak gempa dan tsunami terparah. Karena keduanya dekat dengan sesar Palu Koro.

Saat gempa terjadi, tanah yang dipijak berubah bak gelombang dan menenggelamkan ratusan rumah yang berdiri di atasnya. Fenomena tanah bergerak ini disebut likuifaksi, dimana tanah berubah menjadi air sehingga kehilangan kekuatan.

BNPB mencatat ada sekitar 744 unit rumah yang tenggelam di perumahan Patoga. Dan Diperkirakan lebih dari 500 orang meninggal dunia.

"Perkiraan lebih 500 orang jumlah korban dan proses evakuasinya memang sulit kondisinya," kata Sutopo.

Kondisi ini juga dialami oleh warga di Perumnas Balaroa. Ada sekitar 1.747 rumah yang  ambles ditelan bumi akibat gempa dan tsunami yang menerjang Palu dan Donggala.

3 dari 5 halaman

2. 7 Kecamatan di Sigi Terisolir

Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala juga menyebabkan tujuh kecamatan yang ada di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, terisolasi.

Kondisi ini disebabkan jalur transportasi terputus akibat longsor dan jalan terbelah pascagempa.

Tujuh kecamatan tersebut Kecamatan Lindu, Kulawi, Kulawi Selatan, Dolo Barat, Dolo Selatan, Gumbasa dan Salawu.

"Masyarakat yang ada di sana tetap memerlukan bantuan logistik obat-obatan, tenaga medis, alat berat dan sebagainya. Saat ini kita masih fokus penanganan di kota Palu," ucap Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur.

4 dari 5 halaman

3. Alat Deteksi Tsunami Rusak Sejak 2012

Fakta mengejutkan lain yang ditemukan usai gempa Palu, alat deteksi dini tsunami atau Buoy Tsunami di Indonesia sudah tidak bisa dioperasikan sejak 2012.

"Sejak 2012 Buoy Tsunami sudah tidak ada yang beroperasi sampai sekarang, ya tidak ada," ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Biaya operasional yang tiap tahun menurun diduga menjadi salah satu penyebabnya.

Sutopo menilai, keberadaan alat deteksi dini tsunami di Indonesia sangat dibutuhkan. Hal ini melihat kondisi perairan yang sangat luas dan rawan tsunami.

5 dari 5 halaman

4. 254 Gempa Susulan

Hingga Senin kemarin, 1 Oktober 2018, pukul 11.00 WIB, telah terjadi 254 gempa susulan di Sulawesi Tengah. Meski getarannya mulai menurun, sembilan di antaranya masih dirasakan warga.

"Kalau dari tren, 254 gempa susulan kekuatannya menurun ya, mudah-mudahan tidak seperti di Lombok. Kalau di Lombok itu mengecil, tapi tiba-tiba muncul gempa lagi di segmen sebelahnya. Kita doa tidak ada gempa susulan yang lain. Bila rasakan gempa, keluar cari tempat yang aman," pungkasnya.

Dan hari ini, Selasa (2/10/2018), Palu dan Donggala kembali diguncang gempa. Gempa terjadi pada pukul pukul 06.46 WIB dengan magnitudo 5,3.

Lokasi gempa berada pada kedalaman 10 kilometer, sementara titik pusatnya terletak di di 0.57 Lintang Selatan, 119.87 Bujur Timur atau 16 km Tenggara Donggala. 

 

 Saksikan video pilihan di bawah ini: