Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) menduga telah terjadi pelanggaran hukum dalam pelaksanaan perekaman biometrik--sidik jari dan wajah--sebagai syarat permohonan visa ke Saudi Arabia. Pihak perusahaan VFS/TasHeel sebagai penanggungjawab perekaman biometrik diduga memproses calon pekerja migran yang akan ditempatkan sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) ke Saudi.
Padahal, penempatan PLRT ke Kawasan Timur Tengah, termasuk Saudi Arabia, sudah dilarang pemerintah sejak diterbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 260 Tahun 2015. Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), Ayub U Basalamah, menyampaikan sinyalemen pelanggaran tersebut kepada media di Jakarta, Rabu (3/10/18).
Ia menjelaskan, dirinya menerima informasi dari beberapa pihak bahwa banyak Warga Negara Indonesia (WNI) perempuan yang melakukan perekaman biometrik untuk mendapatkan visa masuk ke Saudi dan dijadikan PLRT di sana. Jika informasi ini sesuai fakta, lanjut Ayub, maka ia minta Kapolri segera menangkap penanggungjawab perekaman biometrik yang ditunjuk pihak Saudi di Indonesia.
Advertisement
“Siapapun pihak yang terlibat atau membantu memberangkatkan PMI ilegal ke Saudi harus berhadapan dengan hukum. Banyak info masuk ke saya, perusahaan VFS/TasHeel memproses biometrik untuk visa calon PMI yang akan ditempatkan sebagai PLRT di Saudi. Jika ini benar terjadi, saya minta Pak Kapolri perintahkan jajarannya untuk menangkap penanggungjawabnya. Ini pelanggaran berat,” ujarnya.
Ayub menambahkan, pelaksanaan kebijakan perekaman biometrik Saudi di Indonesia bisa mengganggu hubungan diplomatik Saudi-Indonesia yang selama ini harmonis. Longgarnya pihak VFS/TasHeel memberikan akses kepada calon PLRT, menimbulkan dugaan sistem perekaman biometrik telah disusupi oknum-oknum pengirim PMI ilegal dan perdagangan manusia.
“Saya khawatir praktik perekaman biometrik yang diduga memproses calon-calon PLRT ini bisa mengganggu proses pembahasan bilateral Indonesia-Saudi bidang ketenagakerjaan yang hampir final. Bisa juga ini menciderai hubungan diplomatik kedua negara yang selama ini harmonis. Guna menghindarkan hal-hal yang lebih buruk, pemerintah sebaiknya bertindak tegas,” ucapnya.
Sebagaimana telah diumumkan oleh Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta beberapa hari lalu, semua pemohon jenis visa untuk masuk ke Saudi harus menyertakan rekam biometrik. Kebijakan ini mulai diberlakukan 24 September 2018.
Untuk melakukan perekaman biometrik, seseorang harus mendatangi layanan perusahaan VFS/TasHeel yang ditunjuk pihak Saudi. Perusahaan ini memiliki 34 kantor cabang di Indonesia. Sebelumnya, perekaman biometrik dilakukan saat seseorang sudah mendarat di bandara Arab Saudi.
Lokasi perekaman biometrik diantaranya di Mall Cipinang Jakarta Timur, Epiwalk, dan Pasaraya Blok M Jakarta Selatan. Semenjak kebijakan ini dilaksanakan, tempat-tempat itu ramai dikunjungi WNI yang akan mengurus visa ke Saudi.
(*)