Liputan6.com, Jakarta - Gempa magnitudo 7,4 disertai tsunami yang melanda Palu dan Donggala, Jumat, 28 September 2018 meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Sulawesi Tengah.
Hingga Selasa sore, 2 Oktober 2018, BNPB mencatat jumlah korban meninggal dunia akibat gempa dan tsunami Palu-Donggala di Sulawesi Tengah mencapai 1.374 jiwa.
Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah, karena diduga masih banyak jenazah yang tertimbun puing bangunan.
Advertisement
Beragam kisah pilu pun hadir saat para petugas berusaha menyelamatkan korban gempa dan tsunami yang tertimbun reruntuhan. Dua orang ibu diketahui berusaha melahirkan bayi kembarnya saat berada di pengungsian.
Bukan hanya satu bayi, kedua ibu tersebut melahirkan bayi kembar tiga dan dua saat mereka berada di pengungsian.
Berikut 4 kisah miris yang dialami para korban gempa, mulai dari harus melahirkan di tengah puing gempa hingga diamputasi saat tengah diselamatkan di reruntuhan:
1. Sulit Listrik dan Air, Dokter Operasi Korban Gempa Palu-Donggala secara Manual
Tim Public Service Center (PSC) 119 Sulawesi Barat dan PSC 119 Palopo tetap melakukan operasi terhadap korban gempa Palu dan Donggala, meski kesulitan listrik dan air. Kedua tim kesehatan itu termasuk tim pertama yang menembus Kota Palu melalui jalur darat.
Kedua tim PSC 119 yang menangani korban bencana gempa Palu dan Donggala terdiri dari 1 dokter anestesi, 1 dokter bedah, 1 dokter umum, 3 perawat, dan 6 relawan.
Setibanya di Donggala, tim PSC 119 menerima laporan, ada satu korban alami trauma amputasi, trauma kepala, dan dada. Pada korban yang mengalami trauma amputasi kemudian dilakukan tindakan operasi dengan anestesi spinal.
Operasi harus tetap dilakukan walaupun tengah sulit listrik dan air di lokasi. Ini karena tim kesehatan berlomba dengan waktu. Jika dibiarkan, kondisi pasien akan berisiko lebih parah.
Advertisement
2. Pengungsi Melahirkan Bayi Kembar Tiga
Meski sedang dalam suasana berduka lantaran dilanda musibah gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah, pasangan suami istri Zainal Abidin dan Atina masih diberi kebahagiaan.
Bahagia itu datang tepat pukul 19.13 Wita, Senin, 1 Oktober 2018. Zainal Abidin dan Atina dikaruniai buah hati saat mereka sedang dalam pengungsian. Uniknya, mereka diberi anak kembar tiga.
"Alhamdulillah telah lahir anak kembar tiga dari salah seorang pengungsi melalui operasi bedah cesar," kata Direktur I Rumah Sakit Umum Daerah Makassar, Juliani Jafar, di Makassar, Senin, 1 Oktober 2018.
Ayah dari bayi kembar tiga itu, Zainal Abidin menyebut, bayi pertama dan keduanya memiliki berat 2 kilogram, sementara bayi ketiganya memiliki berat 1,8 kilogram.
"Alhamdulillah, semuanya lahir dengan selamat. Bayi saya yang pertama itu laki-laki, terus yang kedua dan ketiga itu perempuan," ucap Zainal Abidin di Makassar.
Sebelumnya, Zainal Abidin dan Atina menjadi korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Keduanya kemudian mengungsi ke Kota Makassar melalui pesawat Hercules, pada Senin, 1 Oktober 2018 siang sekitar pukul 14.30 Wita.
3. Pengungsi Melahirkan Bayi Kembar di Bawah Sorotan Lampu HP
Berbeda dengan bayi kembar tiga, dua bayi kembar dikabarkan lahir dengan selamat di pengungsian korban gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah. Kabar ini ramai dibicarakan warganet setelah pemilik akun Joko Hendarto mengunggah foto bayi kembar tersebut ke media sosial.
Mirisnya sang bayi lahir dengan keterbatasan alat medis, bahkan proses persalinan yang dilakukan saat malam hari tersebut hanya diterangi dengan lampu penerangan dari telepon genggam.
"Dua bayi kembar, dilahirkan di tempat pengungsian korban gempa Palu di bawah penerangan cahaya HP oleh adik kita dr. Udin Malik. Mereka berdua, Insya Allah akan jadi anak-anak yang kuat. Lahir di tengah pilu kotanya yang luluh lantak. Sehat-sehat selalu nak ya juga untuk bundanya. Terima kasih teman-teman tim medis dan relawan atas kerja kerasnya," tulis Joko pada akun media sosialnya.
Lahirnya bayi kembar ini menambah catatan jumlahkorban gempa Palu yang melahirkan di tengah musibah yang melanda.
Advertisement
4. Diamputasi di Bawah Reruntuhan
Afrida (17) terpaksa diamputasi setelah dirinya tertimbun reruntuhan di sebuah rumah makan di Donggala, Sulawesi Tengah. Beruntung, dia selamat setelah tertimbun selama dua hari pascagempa di Palu dan Donggala.
Berdasarkan rilis di sehatnegeriku.kemkes.go.id pada Selasa, 2 Oktober 2018, tim kesehatan diberikan informasi oleh tim Basarnas mengenai korban gempa yang tertimpa reruntuhan. Korban tersebut tidak lain adalah Ida.
Tim kesehatan yang saat itu terdiri dari tim 119, seorang dokter spesialis ortopedi, dua orang dokter anestesi, dan Basarnas, segera menyelamatkan Ida dari reruntuhan Rumah Makan Dunia Baru tersebut.
Proses amputasi sendiri dilakukan di bawah reruntuhan. Menurut Dokter Spesialis Anestesi bernama Pandi, tim 119 gabungan berkoordinasi dengan dokter spesialis ortopedi dan Persatuan Dokter Anestesi dan Terapi Intensif (Perdatin) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, mengenai pembiusan dan amputasi di bawah puing-puing bangunan.
"Akhirnya diputuskan melakukan amputasi dan langsung segera dibawa ke RS Undata untuk operasi lebih lanjut," jelas dr. Pandi.