Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri punya cerita saat mengalami gempa di Jepang. Pengalaman tersebut terjadi saat dia bersama keluarganya di suatu restoran cepat saji saat liburan di Negeri Sakura tersebut.
Saat itu, dia bersama anaknya ingin makan di McD. Namun, tiba lantai tiga tempat Megawati makan bergoyang-goyang.
Baca Juga
"Hanya kami satu keluarga orang asing, yang lain orang Jepang. Untung teman saya orang Jepang bilang 'tidak, sabar' karena di kami itu sudah ada early warning system-nya," ujar Megawati di Kantor PDIP, Lenteng Agung Jakarta Selatan, Senin (8/10/2018).
Advertisement
Menurut Mega, seluruh rakyat Jepang itu sudah mengetahui, BMKG Jepang akan memberitahu kalau memang sudah mendekati skala richter yang mungkin 5 atau dan sebagainya.
"Itu pasti ada sirine di seluruh wilayah, mana tempat yang akan terjadi, di sini enggak ada sama sekali," sambungnya.
Megawati pun mengungkapkan, siapa pun mereka dan apapun pekerjaannya harus keluar dari luar ruangan jika adanya peringatan gempa. Dan saat itu mereka pun keluar rumah atau ruangan dengan membawa barang-barang seperlunya.
"Lalu sirine menyatakan siapa pun mereka apapun kerjanya dan sebagainya harus keluar luar ke lapangan, membawa apa? Kalau di rumah depan pintu rumah masing-masing itu tiap orang harus udah siap isi backpack itu harus sudah siap, isi backpack itu dua baju satu selimut, makanan kira-kira untuk dua hari, ada obat (pribadi dan lain sebagainya) dan itu tidak boleh dipindah pindahkan," ungkap Megawati.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Sirine Penanda Tsunami
Mantan Presiden RI ke-5 ini pun menjelaskan, begitu mereka mendengar sirine pertama harus berada di luar rumah atau ruangan dengan membawa beberapa barang berharga atau seperlunya.
"Setiap orang sudah tahu dan itu diajarkan. Jadi saya melihat ada jalan itu untuk melarikan diri ada tsunami, atau tidak ada tsunami, istilahnya mereka sudah langsung masuk ke wilayah jalan itu yang ada tonggak-tonggak," jelasnya.
"Jadi umpamanya ini itu merah jadi ada 1 meter ada 2 meter. Apa artinya? Sambil kita lari atau jalan cepat mungkin menunjukkan mungkin kalau ada tsunami bisa masuk sampai 1 meter kalau berikutnya dua meter. Jadi musti dicari tiang itu yang enggak ada," sambungnya.
Lalu, yang ketiga sudah tak ada lagi yang namanya masyarakat lari dengan cepat ke suatu tempat yang aman ketika baru mendengar sirine pertama. Karena jika sudah adanya suara sirine atau peringatan ketiga, masyarakat langsung bisa menuju bukit-bikit yang dianggap aman.
"Jadi kalau yang ketiga itu sudah enggak ada lagi lari-lari secepat-cepatnya menuju tempat aman. Kalau Jepang itu kan sudah ada bukit-bukit itu sudah ada persediaan di bukit dan kita yang tentunya modelnya seperti apa? Di bukit itu selalu bersih lalu ada lubang juga, ada seperti gudang yaitu akan dibuka kalau sudah sirine ketiga itu adalah apa? Adalah tanda pengungsian," terangnya.
Reporter: Nur Habbie
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement