Sukses

5 Fakta Usai Meledaknya Bom Bali I

Bali yang biasanya indah mendadak jadi mencekam dengan meledaknya Bom Bali I di Pulau Dewata pada 12 Oktober 2012.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini, 12 Oktober 2018, tepat 16 tahun terjadinya peristiwa Bom Bali. Kala itu, duka terasa sakit di dada. Bali yang biasanya indah mendadak jadi mencekam dengan meledaknya bom di Pulau Dewata.

Mereka yang menjadi korban bukan hanya warga negara asing (WNA), tetapi juga banyak warga negara Indonesia (WNI). Ratusan nyawa melayang sia-sia direngkuh oleh segelintir orang berpikiran sempit.

Tanpa menunggu lama, polisi langsung bergerak cepat mencari siapa dalang di balik Bom Bali I itu. Pada 30 Oktober 2002, titik terang pelaku bom Bali I mulai muncul.

Tiga sketsa wajah tersangka pengebom itu dipublikasikan. Nama dan identitas tersangka pun telah dikantongi petugas.

Tak cuma itu, polisi juga mengklaim telah mengetahui persembunyian para tersangka. Mereka tidak tinggal bersama, tapi masih di Indonesia. 

Berikut lima fakta yang terungkap terkait Bom Bali I yang terjadi pada 12 Oktober 2002:

 

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

2 dari 6 halaman

1. Kronologi Kejadian

Bom Bali 2002 adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali. Sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan.

Pada pukul 20.45 Wita, salah satu pelaku, Ali Imron, menyiapkan satu bom kotak dengan berat sekitar 6 kilogram yang telah dipasang sistem remote ponsel, di rumah kontrakan. Artinya bom itu diledakkan dari jarak jauh menggunakan ponsel.

Bom tersebut dibawa Ali Imron menggunakan sepeda motor Yamaha dan diletakkan di trotoar sebelah kanan kantor Konsulat Amerika Serikat.

Selanjutnya, dia pergi menuju Sari Club dan Paddy's Pub untuk memantau situasi serta lalu lintas di sekitar. Ali selanjutnya kembali ke rumah kontrakan.

Sekitar pukul 22.30 Wita, Ali Imron bersama dua pelaku bom bunuh diri, yakni Jimi dan Iqbal, pergi menuju Legian dengan menggunakan mobil Mitshubishi L 300. Idris, pelaku lain, mengikuti mereka dengan menggunakan motor Yamaha.

Sesampainya di Legian, Ali Imron mengintruksikan Jimi untuk menggabungkan kabel-kabel dari detonator ke kotak switch bom mobil L 300. Jimi akan melancarkan bom bunuh diri menggunakan mobil L 300 di Sari Club.

Pada saat yang bersamaan, Ali Imron menyuruh Iqbal untuk memakai bom rompi. Iqbal juga akan beraksi sebagai 'pengantin' (sebutan untuk pelaku bom bunuh diri) di Paddy's Pub.

Setelah persiapan rampung, Iqbal turun dari mobil dan masuk ke dalam Paddy's Pub. Bom meledak dari restoran tempat nongkrong tersebut.

Ledakan lebih dahsyat terjadi di depan Sari Club. Getaran ledakannya terasa hingga 12 kilometer. Adapun bunyi ledakan terdengar hingga puluhan kilometer.

 

3 dari 6 halaman

2. Jumlah Korban

Kejadian Bom Bali I ini merenggut nyawa ratusan WNI dan turis yang sedang berlibur di Pulau Dewata tersebut.

Ledakan dahsyat di Sari Club menewaskan 184 orang, 250 orang luka-luka, 47 bangunan hancur, dan ratusan mobil rusak berat.

Getaran ledakannya terasa hingga 12 kilometer. Adapun bunyi ledakan terdengar hingga puluhan kilometer. Asap tinggi menjulang ke awan hingga 100 meter, membentuk cendawan api raksasa yang sangat menyilaukan bahkan membutakan mata.

Ledakan itu sendiri meninggalkan sebuah lubang besar berdiameter 5x4 meter dan kedalaman 1,5 meter. Bau amis darah sangat menyengat, semua orang berlari dan menjerit panik atau merintih kesakitan.

Sedangkan di Paddy's Irish Bar dan Sari Club di dekatnya, korban tewas adalah turis dari 21 negara, termasuk 88 warga Australia, 38 orang Indonesia, dan 28 warga Inggris.

Peristiwa yang disebut Bom Bali I ini dianggap sebagai salah satu aksi terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Pada Jumat, 12 Oktober 2012, menjadi peringatan Bom Bali I.

 

4 dari 6 halaman

3. Cerita Pelaku

Pihak kepolisian langsung bergerak cepat usai Bom Bali I. Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50-150 kg.

Terpidana seumur hidup mantan teroris Bom Bali I, Ali Imran, menceritakan pengalaman hingga menjadi bomber di Pulau Dewata.

Berawal dari Ali Ghufron alias Mukhlas yang pergi ke Afghanistan selama enam tahun pada 1984 hingga 1990. Kembali ke Tanah Air, dia dibekali sejumlah uang oleh Osama bin Laden untuk menjalankan aksi jihad di Asia, khususnya di Indonesia.

Setelah sejumlah perekrutan eksekutor bom, Ali kemudian bersama dengan sang kakak yakni Amrozi, melakukan perjalanan ke Solo untuk menggelar teknis pembagian tugas. Di lokasi sudah ada Mukhlas, Imam Samudera, dan rekan lainnya yang menunggu. Hasil pertemuan itu menetapkan Bali sebagai lokasi peledakan bom.

Masuk ke rencana awal, ada tiga jenis bom yang akan diledakan. Pertama, bom mobil yang dirakit dengan bobot mencapai satu ton. kemudian bom motor yang memiliki berat 50 kilogram. Terakhir bom rompi.

Imam Samudera pun diangkat sebagai pimpinan lapangan. Pada 8 September 2002, Ali bersama yang lain berangkat ke Denpasar, Bali. Di sana, Ali menjadi pencari lokasi peledakan.

Bergegas untuk mensurvei kawasan Kuta, dimana di sana diskotek yang paling banyak turis asing alias bule. Ali pun menetapkan sebuah klub malam di Jalan Legian bernama Sari Club. Imam Samudera setuju pilihannya.

Tanggal 8 sampai 16 September 2002, mereka baru mulai mengirim bahan peledak dari Jawa menuju Denpasar. Terkumpul 1 ton lebih, tanggal 17 hingga 20 September 2002 mulailah peracikan bom. Mobil dari Lamongan yang sudah dibeli Ali dari rekannya, juga dibawa ke Bali dan bom pun dirakit.

Masuk tanggal eksekusi yang akhirnya ngaret sampai 12 Oktober, lagi-lagi muncul masalah aneh namun lucu. Eksekutor yang dianggap siap kehilangan nyawa, malah kagok mengoperasikan bom aktif siap jalan.

Rencana diubah sesuai kebijakan akhir. Bom motor yang dimaksudkan akan mengantam kantor konsulat Amerika, diubah menjadi bom tas jinjing berbobot 6 kg TNT.

Sementara bom mobil tidak berubah. Ali mengantar eksekutor yang belum pandai menyetir mobil, beserta pemakai bom rompi ke lokasi peledakan.

 

5 dari 6 halaman

4. Motif dan Vonis Pelaku

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) kala itu, Jusuf Kalla, melihat ada dua kemungkinan motif peledakan bom di Bali.

Menurut JK, motifnya adalah aksi teroris yang anti-Barat atau aksi kelompok tak berideologi kuat, tapi tak tersangkut dengan masalah agama tertentu.

Pada 5 November 2002, salah satu tersangka kunci ditangkap. Amrozi bin Nurhasyim ditangkap di rumahnya di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Dan, 10 orang yang diduga terkait juga ditangkap di sejumlah tempat di Pulau Jawa.

Pada 10 November 2002, Amrozi akhirnya membeberkan lima orang yang menjadi tim inti peledakan. Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan Paddy’s. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu mempersiapkan peledakan.

Polisi memburu Muhammad Gufron (kakak Amrozi), Ali Imron (adik Amrozi), dan Ari Fauzi (saudara lain dari ibu kandung Amrozi). Kakak tiri Amrozi, Tafsir. Tafsir dianggap tahu seluk-beluk mobil Mitsubishi L-300 dan meminjamkan rumahnya untuk dipakai Amrozi sebagai bengkel.

Pada 26 November 2002, satu lagi tersangka bom Bali, Imam Samudra, ditangkap di dalam bus Kurnia di kapal Pelabuhan Merak. Rupanya dia hendak melarikan diri ke Sumatera.

Pada 3 Desember 2002, giliran Ali Gufron alias Muklas (kakak Amrozi) ditangkap di Klaten, Jawa Tengah.

Pada 18 Desember 2002, Tim Investigasi Gabungan Polri-polisi Australia membuka dan membeberkan Dokumen Solo, sebuah dokumen yang dimiliki Ali Gufron.

Dalam dokumen tersebut berisi tata cara membuat senjata, racun, dan merakit bom. Dokumen itu juga memuat buku-buku tentang Jamaah Islamiah (JI) dan topografi suatu daerah serta sejumlah rencana aksi yang akan dilakukannya.

Selanjutnya, 7 Juli 2003, Amrozi divonis mati. Kemudian, pada 10 September 2003, Imam Samudra divonis mati. Dan, pada 2 Oktober 2003, Ali Gufron divonis mati.

Ketiga pelaku yang divonis mati tersebut kemudian dipindahkan ke LP Nusakambangan pada 11 Oktober 2005. Pada Minggu, 9 November 2008 dini hari, Amrozi bersama kakaknya Mukhlas alias Ali Ghufron, dan pemimpin kelompok Imam Samudra alias Abdul Azis dieksekusi dengan cara ditembak.

 

6 dari 6 halaman

5. Duka Korban

Kisah inspiratif para korban Bom Bali menjalani hidup agar lepas dari situasi sulit direkam dengan baik oleh Ni Komang Erviani, salah satu penulis buku “Luka Bom Bali”.

Dalam acara bedah buku dan diskusi yang digelar di Warung Kubu Kopi itu, Erviani menilai perekonomian Bali yang sempat terpuruk akibat peristiwa itu, kembali pulih bahkan semakin meroket.

Indikatornya sederhana, kata dia, jalanan di kawasan Kuta semakin macet, hotel-hotel baru terus bertumbuh, vila-vila semakin menjamur. Perlahan tapi pasti, kata perempuan yang karib disapa Ervi itu, masyarakat Bali mencoba mengubur kenangan buram itu.

Hanya sebuah monumen di lokasi ledakan itu yang tersisa. Monumen Bom Bali itu bahkan kini menjadi tempat wisata wajib bagi wisatawan asing dan domestik saat berkunjung ke Bali. "Banyak di antara mereka bahkan selfie di depan monument dengan ekspresi kegembiraan," kata Ervi, Senin, 30 Oktober 2017.

Tak ada yang salah dengan itu semua menurutnya. Semua orang harus terus melangkah maju ke depan. Namun bagi sejumlah orang, peristiwa itu tak pernah bisa dilupakan. Masih ada luka yang terus dibawa. Tak hanya luka fisik, katanya, tetapi juga luka psikis.

"Sebagian orang mungkin sudah bisa melupakan peristiwa tragis itu, tapi tidak bagi mereka. Peristiwa itu telah mengubah total hidup mereka. Masih ada luka-luka yang harus mereka rasakan, luka yang terlupakan oleh kita semua," ujarnya.

Dua penyintas Bom Bali bersuara. Thiolina Marpaung dan Jatmiko mengaku masih merasakan kegetiran meski peristiwa itu telah 15 tahun berlalu. Keduanya sepakat pemerintah belum hadir memenuhi kebutuhan mereka.

Mereka merasa luka-luka yang ditinggalkan akibat peristiwa itu masih membekas hingga kini. Baik Thiolina maupun Jatmiko, masih harus menjalani perawatan medis dengan merogoh kocek pribadinya.

"Saya harus mengganti retina mata saya yang sewaktu kejadian rusak akibat mata saya kemasukan pecahan kaca," kata Theolina yang diamini Jatmiko.

Sementara, Jatmiko selalu tak kuasa menahan tangis jika harus mengenang perisitwa itu. Air matanya selalu tumpah mengingat mata pencarian mereka hilang akibat peristiwa itu.

"Saya selalu begini (menangis) tiap kali mengingat peristiwa itu. Kejadian itu peristiwa yang sangat monumental dalam hidup saya. Peristiwa itu mengubah hidup saya menjadi kelam," katanya.

Theolina dan Jatmiko berharap pemerintah hadir di tengah hidup mereka. Tujuannya, agar mereka, para korban, dapat kembali memutar roda ekonomi yang terenggut sejak peristiwa itu terjadi.

Sejak Bom Bali terjadi, mereka mengalami luka fisik serius. Pekerjaan sulit mereka dapatkan. Dalam situasi itu, keduanya berharap pemerintah bisa memfasilitasi mereka dan para korban lainnya dalam memutar roda ekonomi menyambung hidup.

"Kita sangat mengharapkan pemerintah hadir di tengah-tengah kita bagaimana mereka membantu kami kembali mencari nafkah. Selama ini, kami seperti dibiarkan sendiri di tengah keterbatasan kami karena luka fisik akibat peristiwa itu," kata Jatmiko diamini Theolina.