Liputan6.com, Jakarta - Setelah dua tahun melarikan diri, mantan petinggi Grup Lippo Eddy Sindoro akhirnya menyerahkan diri ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Eddy ditetapkan tersangka pada 2016 atas kasus dugaan suap terkait pengamanan sejumlah perkara di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Baca Juga
Anak buah Eddy Sindoro, Doddy Aryanto Supeno yang merupakan pegawai PT Artha Pratama Anugerah, anak perusahaan Grup Lippo, diperintahkan untuk menyuap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution.
Advertisement
Dalam pelariannya, Eddy Sindoro ini kerap berpindah negara. Sebut saja Bangkok, Malaysia, Singapura, dan Myanmar.
Berikut fakta pelarian Eddy Sindoro hingga akhirnya menyerahkan diri ke KPK:
1. Jadi Buron
Setelah ditetapkan tersangka, Eddy Sindoro masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Meski buron, KPK mengaku saat itu telah mengetahui keberadaan mantan petinggi Grup Lippo itu.
Namun, kala itu KPK belum mau membeberkan di mana mantan bos Lippo tersebut demi lancarnya proses hukum yang tengah berjalan.
KPK bahkan sempat memberi ultimatum agar Eddy segera menyerahkan diri.
Advertisement
2. Gunakan Paspor Negara Amerika Latin
Selama menjadi DPO, Eddy Sindoro dikabarkan pernah menggunakan paspor salah satu negara di Amerika latin. Paspor tersebut digunakannya untuk kabur ke Malaysia. Otoritas setempat kemudian mendeportasi Eddy ke Indonesia, tapi bisa kabur dengan bantuan Lucas, tim hukumnya.
Atas perbuatan sang kuasa hukum, KPK menetapkannya sebagai tersangka atas dugaan menghalang-halangi proses hukum.
"Lucas mengatur pemberangkatan Eddy untuk terbang lagi entah ke mana," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
 Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
3. Lucas Ajukan Praperadilan
Lucas tak terima putusan tersebut. Dia pun berencana melawan KPK dengan mengajukan gugatan praperadilan. KPK mempersilakan mantan pengacara Eddy Sindoro ajukan gugatan.
"Pada dasarnya, upaya hukum merupakan hak dari tersangka. Namun, tentu akan lebih baik jika tersangka bersikap koperatif dengan proses hukum yang berjalan saat ini," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa 2 Oktober 2018.
KPK mengaku telah mempunyai sejumlah bukti cukup untuk menetapkan Lucas sebagai tersangka. Pertama, menghindarkan Eddy Sindoro saat akan ditangkap otoritas Malaysia. Kedua, tidak memasukkanya ke wilayah juridiksi Indonesia.
Advertisement
4. Menyerahkan Diri di Singapura
Setelah dua tahun lari dari kejaran lembaga antirasuah, mantan komisaris Grup Lippo ini, Jumat siang (12/10/2018) menyerahkan diri ke KPK. Eddy Sindoro menyerahkan diri di Singapura.
Penyerahan dirinya berkat bantuan sejumlah instansi, yaitu Kedutaan Singapura, Polri, imigrasi, dan informasi dari masyarakat.
"Proses pengembalian ini juga dibantu oleh otoritas Singapura" ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.
5. Dibawa ke KPK
Melalui Atase Kepolisian RI di Singapura, Eddy menyerahkan diri, pada 12 Oktober pagi waktu Singapura. Pukul 12.20 waktu setempat, mantan bos Grup Lippo itu dibawa KPK ke Indonesia untuk menjalani pemeriksaan.
Tiba di Tanah Air, pada pukul 14.30 WIB, Eddy bersama penyidik sampai di Gedung KPK. Hingga pukul 16.30 WIB, pemeriksaanya masih terus berlangsung.
"Sekitar pukul 14.30 WIB, tim yang membawa ESI tiba di Gedung KPK dan hingga kini ESI masih menjalani pemeriksaan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Advertisement
6. Kerap Berpindah Negara
Sebelum akhirnya menyerahkan diri ke KPK, Eddy Sindoro sering berpindah-pindah negara. Dari akhir tahun 2016 hingga 2018, dia diduga pernah berada di Bangkok, Malaysia, Singapura, dan Myanmar.
Dia sempat dideportasi ke Indonesia, pada Agustus 2018 pascaditetapkan sebagai buron. Pada 29 Agustus 2018, Eddy sempat tiba di Bandara Soekarno Hatta.
"Setelah sampai di Bandara, ESI kembali terbang ke Bangkok, Thailand yang diduga tanpa melalui proses imigrasi," kata Saut.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â