Sukses

Piawai Memainkan Bidak Meski Tak Bisa Melihat

Menyambut Hari Penyandang Cacat Internasional, puluhan penyandang tuna netra dari berbagai sudut Jakarta, mengikuti lomba catur. Meski tak bisa melihat, mereka tetap piawai memainkan bidak catur.

Liputan6.com, Jakarta: Menyambut Hari Penyandang Cacat Internasional, puluhan penyandang tuna netra dari berbagai sudut Jakarta, Sabtu (10/12), mengikuti lomba catur. Meski tak bisa melihat, mereka tetap piawai memainkan bidak catur.

Heru Widiyanto misalnya. Pria yang dulunya seorang guru dan hidup normal ini harus menelan pil pahit. Akibat suatu penyakit, retina matanya harus diangkat hingga tak lagi bisa melihat.

Heru bahkan sempat ingin bunuh diri. Namun, berkat dukungan istri dan keluarga, niatnya pun diurungkan. Kini Heru bekerja sebagai pemijat dan menghidupi tiga anaknya.

Tak hanya catur, lomba menggambar khusus penyandang tuna grahita, tunarungu, dan tunadaksa juga disediakan panitia. Setiap peserta terlihat semangat mengikuti perlombaan.

Namun, di tengah keceriaan ini, masih ada yang merasakan perlakuan diskriminasi. "Harapan saya cuma satu. Pemerintah taat pada hukum saja. Kita sudah punya Undang-undang tentang penyandang cacat soal kuota satu persen. Tapi adakah tindakan pemerintah? Non sense," ujar Heru Widiyanto.

Data Kementerian Sosial menyebutkan jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 3,11 persen dari populasi penduduk, atau berjumlah sekitar 6,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut baru satu persen saja penyandang cacat yang bekerja.(ASW/YUS)

    EnamPlus