Sukses


Waketum MPR RI: Kita Harus Punya Demokrasi Ala Indonesia

Wakil Ketua MPR Mahyudin membuka secara resmi kegiatan Press Gathering Pimpinan MPR dengan Wartawan Parlemen di Yogyakarta, Jumat malam (19/10/2018). Pembukaan dihadiri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR Mahyudin membuka secara resmi kegiatan Press Gathering Pimpinan MPR dengan Wartawan Parlemen di Yogyakarta, Jumat malam (19/10/2018). Pembukaan dihadiri Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Hadir juga Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani, pimpinan fraksi di MPR di antaranya Fary Djemi Francis (Ketua Fraksi Gerindra), Arwani Thomafi (Ketua Fraksi PPP), Capt Jhoni Rolindrawan (Ketua Fraksi Hanura), Ayub Khan (Sekretaris Fraksi Demokrat), Agathi Sulie (Fraksi Partai Golkar), El Nino (Fraksi Partai Gerindra), dan Sesjen MPR Ma'ruf Cahyono serta Kepala Biro Humas Siti Fauziah.

Di depan peserta press gathering, Mahyudin mengakui demokrasi kita adalah demokrasi yang berbiaya mahal.

"Jika dikaitkan banyak kepala daerah berurusan dengan hukum karena kasus korupsi, kita akui bahwa demokrasi kita mahal," katanya.

Mahyudin mencontohkan ketika ditawari maju menjadi gubernur Kaltim, dia menghitung sedikitnya perlu Rp 50 miliar untuk menjadi calon gubernur. Dia berujar uang sebesar itu lebih baik untuk membuat kebun sawit.

Menurut Mahyudin, idealnya tiap negara memiliki ciri demokrasinya sendiri yang berbeda dengan negara lainnya. Amerika, Inggris dengan demokrasinya sendiri.

"Kita pun seharusnya punya demokrasi sendiri sesuai dengan kultur Indonesia," ujar politisi Partai Golkar ini.

"Menurut saya demokrasi langsung seperti sekarang ini tidak bisa berjalan efektif karena rakyat kita masih banyak yang miskin," imbuhnya.

"Kita pakai demokrasi ala Indonesia saja yang tidak copy paste dari Barat. Kalau kita mengedepankan musyawarah mufakat itu lebih baik daripada harus melakukan voting yang menimbulkan luka bagi yang kalah dan jumawa bagi yang menang," sambungnya.

Mahyudin setuju dengan apa yang dikatakan Sri Sultan bahwa perlu dikaji ulang pemikiran mau dibawa kemana bangsa ini ketika kepala daerah bahkan anggota dewan ditangkap KPK.

"Saya berharap pemilihan gubernur, bupati, walikota dilaksanakan secara musyawarah mufakat di DPRD saja. Itu lebih murah dan bisa menjamin pemimpin berkualitas. Kita harus punya demokrasi sendiri ala Indonesia," tegasnya.

Secara khusus kepada wartawan parlemen, Mahyudin berpesan untuk membuat berita yang adem, jangan yang memanaskan suasana.

Sebelumnya Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubowono X berbicara soal demokrasi di hadapan peserta press gathering MPR.

"MPR agar merenung dan mengevaluasi 73 tahun Indonesia merdeka, perjalanan bangsa ini apakah sesuai dengan tujuan para founding father ketika mendirikan negara ini?" katanya.

Sultan memberi contoh dalam penerapan demokrasi. Korea Utara punya demokrasi ala Korea Utara. Negara Tiongkok mengatakan demokrasi ala Tiongkok. Amerika mengatakan demokrasinya ala Amerika.

"Mengapa kita tidak bisa mengatakan demokrasi ala Indonesia?" tanya Sultan.

Misalnya, melibatkan oposisi dalam kabinet.

"Jika ada orang di oposisi yang punya potensi, kenapa tidak masuk kabinet? Tidak ada yang dilanggar," ujarnya memberi contoh.

"Kalau dasarnya kebersamaan, bukan pemerintah dan oposisi, maka potensi orang-orang dalam oposisi bisa dimanfaatkan untuk membangun republik dengan kebersamaan," imbuhnya.

"Dengan kebersamaan dan tepo seliro, pemimpin harus memberi pelayanan tanpa diskriminasi. Memberi ruang bagi minoritas. Bukan demokrasi barat yang memberi batas mayoritas dan minoritas," ucapnya.