Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengingatkan, agar pembakaran bendera organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tidak dimasukan ke ranah politik. Sehingga mengganggu stabilitas keamanan nasional.
"Saya sudah mewanti-wanti, jangan sampai memanfaatkan itu sebagai satu cara-cara untuk membawa ke ranah politik, yang akan mengganggu stabilitas keamanan nasional. Ini kan tahun politik, ayo kita berkampanye yang baik, bermartabat, sesuai aturan, tak saling melecehkan, tak menghina, tak memfitnah, itu kan sudah ada aturannya," ucap Wiranto di kantornya, Jakarta, Rabu (24/10/2018).
Dia menegaskan, siapapun warga muslim di Indonesia harus saling menjaga. Bukan justru memperkeruh suasana dalam kasus pembakaran bendera HTI di Garut, Jawa Barat.
Advertisement
"Kalau memang kita sebagai umat beragama, terutama agama Islam yang mengedepankan rahmatan lil alamin, ya kedamaian di bumi ini, menjaga ketenteraman, menjaga karunia Allah ini harus kita jaga baik. Sehingga membangun kedamaian, ketenangan ya mari kita bersama-sama ke sana," kata Wiranto.
Karenanya, jangan sampai kasus pembakaran bendera HTI dimanfaatkan oleh pihak manapun, dan untuk kepentingan apapun.
"Sekarang kasus saya serahkan ke polisi. Biar polisi yang menyelesaikan, yang punya hak secara hukum, ya kepolisian dan kejaksaan. Serahkanlah ke mereka," pungkas Wiranto.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini
Bendera HTI Dibakar
Polri memastikan apa yang dibakar oknum anggota Banser di Lapangan Limbangan, Garut, Jawa Barat merupakan bendera organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Hal itu berdasarkan bukti-bukti sementara yang dimiliki kepolisian.
"Kita tidak ragu-ragu, itu bendera HTI," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu (24/10/2018).
Menurut Dedi, banyak fakta yang menunjukkan bahwa bendera dengan tulisan kalimat tauhid itu kerap digunakan HTI. Bahkan dalam beberapa dokumen penting, HTI juga menyertakan bendera itu dalam simbolnya.
"Dari dokumen yang ada sebelum HTI itu dibubarkan kita sudah mengidentifikasi. Bahwa bendera itu digunakan HTI baik dalam simbol di kantor Dewan Pusat HTI maupun di dalam setiap event kegiatannya mereka menggunakan bendera itu. Dan berbagai dokumen surat menyurat," dia menjelaskan.
Namun begitu, Dedi tetap menghormati pihak-pihak yang memiliki penafsiran berbeda. Yang pasti, dia memastikan bahwa polisi bersikap profesional dalam menangani kasus pembakaran bendera tersebut.
"Polisi tetap bekerja berdasarkan fakta hukum. Polisi bekerja profesional, tidak berdasarkan tekanan," jenderal bintang satu itu menandaskan.
Advertisement