Sukses

Kemendagri: Utang Biaya Politik Jadi Faktor Kepala Daerah Korupsi

Utang biaya politik menjadi alasan umum bagi para kepala daerah melakukan praktik koruptif.

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik Piliang menilai ada banyak faktor kepala daerah tersandung kasus hukum, khususnya tindak pidana korupsi. Salah satunya adalah faktor biaya politik yang tinggi yang menimbulkan utang.

Akmal mengatakan, persoalan utang biaya politik menjadi alasan umum bagi para kepala daerah melakukan praktik koruptif. Sebab, utang biaya politik ditanggung kepala daerah sejak ia mencalonkan diri hingga selesai masa jabatan.

"Ada utang piutang politik yang membebani kepala daerah mulai dari dia dilantik sampai di akhirnya (masa jabatan)," kata Akmal di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10/2018).

Meski si kandidat ataupun kepala daerah memiliki integritas baik dalam menjalankan roda pemerintahan, tanggung jawab utang politik kerap kali melunturkan integritas pemerintahan bebas korupsi. Guna melunasi biaya politik, Akmal mencatat ada dua modus yang dijadikan kepala daerah melunasi utang politik yakni memainkan sektor perizinan dan APBD.

"Karena cost politik yang sangat tinggi ketika daerah tidak memiliki sumber daya perizinan, mereka biasanya main di APBD atau jual jabatan. Nah ini modus (korupsi) yang kita catat dalam beberapa tahun terakhir," ungkap dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

1 Bulan KPK Tangkap 2 Kepala Daerah

Dalam kurun satu bulan, KPK menangkap dua kepala daerah yakni Bupati Bekasi dan Bupati Cirebon. Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin diduga menerima suap atas perizinan IMB proyek Meikarta di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, sebesar Rp 7 miliar dari Billy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Grup selaku pemilik mega proyek Meikarta.

Uang Rp 7 miliar merupakan bagian dari Rp 13 miliar yang dijanjikan akan diterima politisi Partai Golkar tersebut.

Sementara Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra ditangkap atas dugaan menerima suap sebesar Rp 100 juta terkait jual beli jabatan di Pemkab Cirebon. Politikus PDIP itu juga diduga menerima gratifikasi dengan total Rp 6,4 miliar.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwatta mengatakan, penerimaan suap ataupun gratifikasi oleh Sunjaya diduga untuk pembiayaan logistik Pilkada 2018. "Bupati ini menjual jabatan dalam rangka mengembalikan modal apalagi dia petahana," kata Alex.