Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Ditjen Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Akmal Malik Piliang mengatakan ada tujuh area paling rawan korupsi dalam kewenangan kepala daerah.
Yaitu proses perencanaan APBD, persoalan penarikan pajak dan distribusi, pengadaan barang dan jasa, hibah dan bantuan sosial, perjalanan dinas, perizinan, dan mutasi.
Akmal mengatakan, karena memiliki harga politik yang tinggi, perizinan dan mutasi juga menjadi dua area yang tercatat paling sering terjadi korupsi di dalamnya selama 14 tahun terakhir.
Advertisement
"Jual beli jabatan, jual beli izin, memainkan pengadaan barang dan jasa, kemudian memainkan dana hibah di APBD. Tujuh hal ini yang kita catat, dan yang terbanyak itu adalah mutasi dan perizinan," jelasnya di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (27/10/2018).
Ia paham tentu kepala daerah ingin melaksanakan perizinan dengan baik. Namun karena adanya masalah piutang, kepala daerah tersebut melakukan korupsi.
"Tetapi saya katakan seringkali dia punya piutang, mau bayar pakai apa? Anda tahu enggak, dana yang masuk dari pusat taruhlah Rp 1 triliun ditransfer ke daerah, apakah di kasnya ada Rp 1 triliun? Tidak. Karena ada sistem akuntabilitas kita mengatakan, oke uang kita adakan ketika anda membuat pertanggungjawaban, nah ketika mereka membutuhkan dana dan dana tidak tersedia yang paling mudah ya udah itu," ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pencegahan
Akmal menyatakan bahwa Kemendagri mendorong hal ini agar tidak terjadi dengan mempertegas regulasi.
Adanya Peraturan Mendagri (Permendagri) Nomor 38 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan APBD dinilainya sudah menjadi langkah awal yang tepat.
"Kita setiap tahun mengeluarkan pedoman umum untuk menyusun APBD, di pedoman umum kita buat secara jelas apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Apa yang dilarang apa yang harus dihindari," Akmal mengatakan.
Â
Advertisement