Sukses

Taufik Kurniawan Tersangka Korupsi, Begini Aturan Pergantian Pimpinan DPR

Anggota DPR sesuai UU MD3 memiliki hak imunitas. Kata Fahri, jika sudah ditetapkan sebagai tersangka maka hak imunitasnya berkurang sebagian.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, ada mekanisme tersendiri untuk melakukan pergantian pimpinan DPR. Hal ini ia katakan terkait dengan ditetapkannya Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai tersangka dugaan gratifikasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurutnya, pimpinan DPR baru bisa diganti jika memenuhi salah satu dari empat syarat di Pasal 87 ayat 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).

Di antaranya, pertama apabila meninggal dunia, kedua statusnya sudah menjadi terdakwa, tiga DPR menghukumnya secara etik, terakhir jika mengundurkan diri.

"Apabila empat hal ini terjadi, barulah pimpinan DPR itu diganti. Nah kita tentu menunggu karena ini semua dalam proses yang belum selesai," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/10).

Anggota DPR sesuai UU MD3 juga memiliki hak imunitas. Kata Fahri, jika sudah ditetapkan sebagai tersangka maka hak imunitas Taufik Kurniawan berkurang sebagian.

"Kalau orang menjadi tersangka sebagian imunitasnya memang hilang apabila orang menjadi tersangka, apalagi nanti menjadi terdakwa, itu bisa juga sebagian," ungkapnya.

 

2 dari 2 halaman

Upaya Hukum

Terkait kasus Taufik, dia mengatakan, masih ada upaya hukum yang bisa diperjuangkan yakni praperadilan.

"Beliau masih bisa melakukan upaya hukum, kalau beliau mau. Beliau bisa melakukan praperadilan kalau beliau mau. Karena sekarang penetapan tersangka bisa dipraperadilankan," ucapnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan sebagai tersangka. Taufik menerima gratifikasi yang diberikan Rp 3,6 miliar atas pengurusan Dana Alokasi (DAK) Khusus Kabupaten Kebumen pada APBN 2016.

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, DAK ini tepatnya Rp 100 miliar. Taufik Kurniawan memutuskan menerima lima persen dari pengunci proyek tersebut.

"Diduga TK Menerima Rp 3,6 miliar," kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta , Selasa (30/10). 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka.com