Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) telah meluncurkan kartu nikah. Bentuknya mirip kartu ATM. Tipis, ringan, dan gampang diselipkan di dompet.Â
Bedanya, ada dua foto yang terpampang di sana. Wajah pasangan suami dan istri yang telah menikah, secara sah, bukan bawah tangan. Di bawah kartu itu juga terdapat kode batang atau barcode, yang jika dipindai, akan muncul data lengkap pemiliknya.Â
Data tersebut terkoneksi dalam aplikasi online Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) yang diresmikan bersamaan dengan kartu tersebut, Kamis 8 November 2018.
Advertisement
Lantas, bagaimana nasib buku nikah? Apakah tak akan lagi berlaku?
Menjawab pertanyaan tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan, kartu nikah bukan untuk menggantikan buku nikah. Menurut dia, ada banyak salah persepsi yang muncul di masyarakat saat ini.Â
"Kartu nikah ini bukan sebagai penganti buku nikah. Buku nikah tetap ada karena itu adalah dokumen resmi," tegas Lukman di Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Mantan wakil ketua MPR tersebut menjelaskan, kartu nikah ini adalah implikasi logis diluncurkannya Simkah. Di dalamnya, berisi tambahan informasi yang lebih memudahkan masyarakat bila suatu saat diperlukan data-data kependudukan dan status perkawinan seseorang.
"Konteks di balik peluncuran kartu nikah adalah Kemenag sangat serius membenahi peristiwa pernikahan. Kita sangat prihatin terhadap angka kekerasan rumah tangga serta perceraian yang semakin tinggi," ujarnya.
Menurutnya, untuk membangun ketahanan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat, selain membuat silabus, kurikulum bimbingan perkawinan dan pendidikan perkawinan, juga dibutuhkan sistem informasi manajemen pernikahan berbasis digital.Â
"Semua peristiwa pernikahan akan dicatat dan terintegrasi dalam Simkah yang nanti dikaitkan dengan data kepedudukan dan catatan sipil Kemendagri. Sehingga, data setiap warga bisa terintegrasi dengan baik," jelasnya.Â
Sementara itu, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag Mohsen menambahkan, kartu nikah merupakan upaya meningkatkan layanan pencatatan pernikahan.
Dalam kartu nikah, kata Mohsen, terekam sejumlah data yang meliputi, nama pasangan nikah, nomor akta nikah, nomor perforasi buku nikah, NIK, tanggal dan tempat akad nikah.
"Kartu ini didesain dengan fitur pengaman yang baik, sehingga tidak dapat dipalsukan," ujar Mohsen, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Di kartu nikah juga terdapat kode QR yang jika dipindai dengan scanner, akan terbaca data-data pasangan pengantin yang langsung terhubung ke Simkah.
Mohsen menyatakan, sebagai tahap awal, pada 2018 ini kartu nikah akan diperuntukkan bagi pasangan menikah di 67 kota besar di Indonesia. Di 2019 rencananya akan diterbitkan 2,5 juta kartu nikah.
"Kita harap output-nya langsung dapat dirasakan masyarakat. Masyarakat kini tidak perlu repot lagi untuk membawa buku nikah, cukup kartu nikah saja," kata Mohsen.
Terpisah, Dirjen Binmas Islam Kemenag Muhammadiyah Amin menyatakan, kartu nikah hanya akan diberikan kepada pasangan yang menikah setelah program ini diluncurkan atau 8 November 2018.
"Bisa saja diberikan kepada pasangan lama tapi dengan persyaratan yang ketat," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (13/11/2018).
Amin menegaskan, untuk pasangan lama buku nikah tetap bisa dipergunakan dan berlaku seperti biasa. "Kartu nikah ini bentuk inovasi biar mudah dibawa-bawa," ujarnya.
Dia menyatakan, program kartu nikah ini sudah disosiliasikan ke masyarakat. "Program ini tidak akan membebani karena gratis," tegasnya.
Cegah Penipuan?
Langkah Kementerian Agama meluncurkan kartu nikah mendapat tanggapan positif dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).Â
Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid Sa'adi menyatakan, setiap ikhtiar dan usaha pemerintah dalam memberikan pelayanan dan kemudahan untuk masyarakat harus didukung.
"Termasuk inovasi pemerintah soal kartu nikah. Sepanjang hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan, memberikan nilai manfaat dan utamanya dapat mencegah praktik penipuan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Zainut, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Dia menambahkan, tujuan utama kartu nikah adalah sebagai dokumentasi informasi pernikahan seseorang.Â
"Jadi, sepanjang hal itu sudah dilaksanakan dengan baik, tidak ada masalah apakah bentuknya buku atau kartu. Apalagi kalau hal itu dinilai lebih praktis, ekonomis, efektif dan efisien, maka inovasi tersebut patut didukung," ujar dia.
Respons positif juga dilontarkan Ketua PPÂ Muhammadiyah Anwar Abbas. Dia menyatakan, langkah Kemenag menerbitkan kartu nikah cukup bagus dan perlu didukung.
"Kan ada hotel syariah, nanti bisa dicek apa benar sudah nikah. Kalau buku nikah kan agak susah kalau dibawa ke mana-mana, tebal. Nah, kartu nikah yang katanya setipis ATM ini kan simpel," ujarnya kepada Liputan6.com, Kamis (13/11/2018).
Hanya saja, Abbas menambahkan, peluncuran kartu nikah juga harus memperhatikan anggaran. Menurutnya, butuh biaya yang tidak sedikit untuk pengadaannya.Â
"Ini yang perlu dikaji, dibicarakan dengan DPR. Undang elemen-elemen masyarakat untuk mendengar pendapat mereka. Memang tidak bulat nantinya, tapi dari pendapat masyarakat itu bisa disimpulkan bagaimana baiknya," jelasnya.
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, penerbitan kartu nikah sebagai pelengkap buku nikah bertujuan agar masyarakat lebih efisien membawa kartu tersebut ke mana-mana.
"Iya efisien saja. Tidak ada soal, simpel saja kan. Itu kan agar dompet penuh sedikitlah,"Â canda Wapres JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Dengan membawa kartu nikah, lanjut JK, masyarakat akan lebih mudah mengurus administrasi seperti untuk pengurusan perbankan. Menurut JK, kartu nikah lebih sederhana dibandingkan harus membawa buku nikah.
"Kadang-kadang butuh juga itu kalau ke bank, siapa istrinya? Masa bawa buku kawin ke mana-mana. Kadang-kadang juga, ini minta maaf ya, kalau ke hotel mana kartunya (nikah), oh beda alamatnya," jelas JK dikutip dari Antara.
Penerbitan kartu juga tidak akan membenani APBN, sehingga pemerintah tidak mengeluarkan biaya besar untuk pencetakannya.
"Berapa sih ongkosnya? Paling Rp 2.000 sampai Rp 3.000. Sedangkan kalau ongkos kawinan coba berapa? Lumayan kan?" kata JK.
Advertisement
Pro Kontra Wakil Rakyat
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menyatakan, kartu nikah yang diluncurkan Kemenag memang dibutuhkan masyarakat.
Sebab, selama ini buku nikah 'kalah bersaing' dengan kartu-kartu lainnya yang mudah dibawa di dompet. Bentuknya yang berupa buku dan tebal, membuat bukti pernikahan tersebut tidak fleksibel untuk dibawa.
"Ada bagusnya kartu itu disimpan di dompet dan diperlukan sewaktu-waktu. Mana buku nikah? Buku nikah tertinggal, ini ada kartu nikah," ujarnya, Selasa (13/11/2018).
Politikus Partai Gerindra ini menyatakan, pihaknya mendukung inovasi yang dilakukan Kemenag selama memberi manfaat buat masyarakat.
"Selama itu menambah manfaat dan tidak bikin ribet. Saya rasa bagus, jadi nanti kita punya data yang mana sudah menikah yang mana belum," tukasnya.Â
Sodik menambahkan, untuk tahun ini semua fraksi di DPR menyetujui pengadaan kartu tersebut dibiayai APBN.
"Ke depan kami mendesak Kemenag bekerja lebih efisien. Sehingga biaya nikah dibayar para calon pasangan nikah. Yang dulu hanya mendapatkan buku nikah, dengan biaya yang sama kini mendapatkan buku nikah dan kartu nikah," jelasnya.
Namun, respons berbeda disampaikan anggota DPR lainnya. Anggota Komisi VIII DPR Iskan Qolba Lubis menilai program itu kurang tepat. Menurutnya, untuk mencetak kartu nikah seukuran kartu ATM membutuhkan anggaran cukup besar. Kalau tetap dijalankan maka akan menimbulkan pemborosan.
"Apalagi harus dicetak dengan jumlah penduduk berapa biayanya? Saya yakin ini program belum diperhitungkan secara matang," ujar Iskan, Senin 12 November 2018.
Selain itu, lanjut Iskan, masyarakat akan semakin banyak mengoleksi kartu-kartu. Mengingat saat ini pemerintah sudah banyak sekali mengeluarkan berbagai jenis kartu.
Sebut saja misalnya, Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP). Semakin banyak kartu di kantong, maka potensi hilangnya akan tinggi juga.
"Terlalu banyak kartu yang harus dipegang rakyat," imbuhnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyarankan, program ini diintegrasikan dengan e-KTP. Selain mengurangi jumlah koleksi kartu masyarakat, anggaran pun bisa ditekan. "Seharusnya meminimalisasi kartu," pungkasnya.
(Melissa Octavianti)
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini: