Sukses

Kominfo: Penyebar Hoaks Berkisar Usia 45 ke Atas

Pada zaman ini, salah satu tantangan yang dihadapi oleh generasi muda ialah menghadapi pemberitaan bohong atau yang biasa disebut hoaks

Liputan6.com, Jakarta Para pemuda dinilai sangat penting untuk menentukan nasib bangsa Indonesia. Bahkan pentingnya para pemuda sudah dirasakan oleh Bung Karno. Dalam kutipannya ia mengatakan

"Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya kuguncangkan dunia"

Padahal banyak tantangan yang perlu dilalui agar para pemuda bisa membangun Indonesia di kancah dunia. Pasalnya, perkembangan teknologi telah membawa banyak perubahan pada gaya hidup anak muda yang lahir di tahun 1980-an hingga 2000-an, yang biasa disebut generasi millenial atau generasi digital native.

Mereka—generasi milenial-- tumbuh dalam lingkungan serba digital. Berkat internet, mereka dapat menjalankan berbagai aktivitas menjadi lebih mudah.

Pada zaman ini, salah satu tantangan yang dihadapi oleh generasi muda ialah menghadapi pemberitaan bohong atau yang biasa disebut hoaks. Pasalnya, generasi milenial sangat gencar memanfaatkan teknologi dan mengikuti arus digital.

Karena hal tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mengajak generasi muda memerangi hoaks.

"Sejak dulu generasi muda selalu menjadi pelopor atas semangat dan ikatan kebangsaan kita. Kiranya juga tetap demikian di era digital ini, karena pemuda adalah garda terdepan kita dalam memerangi hoaks yang memecah-belah bangsa," ujar Rudiantara seperti dikutip Liputan6.com, Minggu (28/10/2018).

Rudiantara menilai generasi muda sebagai kelompok yang tidak menyukai hoaks, sehingga cukup cerdas dalam memilah berita yang benar dan salah.

Hal itu didukung oleh data dari Kominfo. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kominfo, Ferdinandus Setu mengatakan, Kominfo merilis bahwa yang menyebarkan hoaks itu adalah Baby Boomers atau generasi para orang tua.

“Menurut data analisis kami—kominfo--,  penyebar hoaks itu bukan anak-anak muda, lebih cenderung orang tua yang menyebarkan. Sebagai contoh banyak dilakukan ibu-ibu melalui chat. Asal forward tanpa harus membaca dahulu. Kira-kira penyebar hoaks itu umur 45 ke atas,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kominfo, Ferdinandus Setu saat ditemu oleh Liputan6.com, Kamis (15/11/2018).

Mengenai hal itu, Ferdinandus atau biasa dikenal oleh Nando ini melanjutkan, Tantangan generasi milenial juga terkait literasi teknologi. Sehingga kaum milenial bisa mengembangkan dan memanfaatkan dengan baik teknologi yang digunakan.

 “Mereka lebih suka yang kreatif ya. Mulai menyanyi, menari dan posting di media sosial, Instagram misalnya. Atau mereka kerap menulis puisi di Twitter. Itu Fenomena yang baik dan bagus,” tutur Nando.

Nando optimis, bahwa generasi milenial saat ini sudah bisa mengenai pemberitaan hoaks atau benar.

“Mereka itu cerdas, tidak ikut-ikutan dalam menyebarkan hoaks. Malah mereka kerap membertahu bahwa ada berita hoaks atau benar,” imbuh Nando.

Dalam penyebarannya, lanjut Nando, Hoaks sering disebar media sosial. Melalui Whatsup Group, Facebook, dan Instagram.

“Paling banyak itu hoaks itu terdapat dalam grup Whatsup. Mereka sering tidak membaca isi berita hanya melihat judulnya saja, lalu mereka mengirimkan ke orang lain, begitu seterusnya. Nah, biasanya Twitter menjadi media sosial dalam klarifikasi tentang pemberitaan hoaks tersebut,” tutur Nando.

Maka dari itu, untuk menghentikan Hoaks perlu adanya pencegahan atau literasi digital agar masyarakat mengerti tentang Hoaks. Kominfo pun membuat wadah agar masyarakat bisa mengetahui tentang Hoaks melalui Siberkreasi.

Siberkreasi merupakan Gerakan Nasional Literasi Digital. Gerakan ini sebenarnya sudah diluncurkan 25 September 2017.

“Kita mempunyai Siberkreasi mengambil peran sosialisasi agar penggunaan kecanggihan teknologi di era serba digital dengan sehat. Kami bekerjasama dengan Universitas GaJah Mada serta 95 instansi terkait,” ujar Nando.

Adanya Siberkreasi, menurut Nando akan memberikan peran positif bagi pegiat Internet agar terus melahirkan konten-konten yang positif.

“Kami menyasar anak-anak muda agar mereka tetap terjaga dan tidak ikut-ikutan menyebarkan Hoaks,” imbuh Nando.

Menurutnya, Siberkreasi selalu mengkampanyekan ke seluruh daerah di Indonesia setiap harinya. Jadi, hal itu upaya agar bisa melahirkan konten-konten positif terhadap masyarakat Indonesia.

“Dalam kampanyenya tantangan yang paling besar ialah karena Indonesia itu luas. Dan sumber daya manusia kami terbatas. Tetapi, kami berusaha agar kampanye Siberkreasi bisa merata,” tutur Nando.

 

Tips cerdas cegah Hoaks

Dalam pencegahan berita Hoaks, lanjut Nando, ada beberapa hal mudah yang bisa diterapkan oleh masyarakat Indonesia.

Pertama, saat masyarakat mendapatkan berita hoaks, orang tersebut bisa mengecek dulu berita itu dengan membacanya secara detail.

“Jangan hanya judul yang dibaca, baca juga isi beritanya,” tutur Nando.

Setelah itu, lihat portal beritanya kompeten atau tidak. Masyarakat juga bisa melihat dari dewa pers terkait media yang terdaftar dalam dewan tersebut.

“Jangan percaya media ‘abal-abal’. Dewan pers selalu merilis media-media yang terdaftar sah,” imbuh Nando.

Selain itu, lanjut Nando, masyarakat bisa juga cek melalui www.stophoax.id.

“Dalam situs itu kamu selalu update berita tentang Hoaks. Jadi, masyarakat bisa mengetahui kebenaran pemberitaan itu sendiri,” imbuh Nando.

 

 

(*)

Video Terkini