Liputan6.com, Jakarta - Tepat 20 November 2018 atau 12 Rabiul Awal 1440 Hijriah, umat Islam akan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Pada hari itu, sosok bayi yang mulia lahir ke dunia. Sang ayah Abdullah bin Abdul Muthalib, menamai putra yang dilahirkan sang istri Aminah, yaitu Muhammad.
Baca Juga
Lahirnya bayi yang kemudian menjadi Nabi ini merupakan momentum yang disambut penuh keceriaan oleh umat Islam sedunia. Mereka pun memperingatan hari Maulid Nabi Muhammad SAW dengan cara masing-masing.
Advertisement
Meski begitu, tidak ada hukum tertulis mengenai perayaan hari Maulid ini. Umat Islam sempat bingung mengenai hukum memperingati hari lahirnya Nabi. Karena, Rasulullah sendiri maupun para sahabat tidak pernah mencontohkan peringatan ini.
Ditambah lagi, awal mula dilaksanakannya peringatan ini untuk pertama kalinya juga masih simpang siur. Bahkan, ada banyak versi mengenai peringatan ini.
Seperti dilansir dari berbagai sumber, naskah tertua mengenai peringatan Maulid Nabi adalah karya Jamaluddin Ibn Al Ma'mun, putra Al Ma'mun Ibn Bata'ihi, yang pernah menduduki posisi Perdana Menteri pada Dinasti Fatimiyah.
Karya tersebut dikutip oleh Al Maqrizi dalam kitabnya, Mawa'iz Al I'tibar fi Khitat Misr Wa Al Amsar. Tetapi, catatan Al Maqrizi menyebut peringatan Maulid Nabi diselenggarakan pada tanggal 13 Rabiul Awal.
Saat itu, khalifah Dinasti Fatimiyah menggelar peringatan Maulid Nabi dengan membagikan 6.000 dirham, 40 piring kue, gula-gula, caramel, madu, dan minyak wijen. Tidak ketinggalan 400 liter manisan dan 100 liter roti.
Peringatan Maulid Nabi Muhammad itu kemudian selalu digelar pada tanggal 12 atau 13 Rabiul Awal oleh pemerintah. Biasanya diisi ceramah, pembacaan ayat suci Alquran, serta pemberian hadiah.
Â
Maulid Diperbolehkan
Syeikh Jalaluddin Al Suyuthi dalam kitabnya Al Hawi lil Fatawa menyatakan, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dibolehkan. Syeikh Al Suyuthi nenilai peringatan ini tidak mengandung unsur kemaksiatan.
"Menurut saya, hukum pelaksanaan maulid Nabi, yang mana pada hari itu masyarakat berkumpul, membaca Alquran, dan membaca kisah Nabi SAW pada permulaan perintah Nabi SAW serta peristiwa yang terjadi pada saat beliau dilahirkan, kemudian mereka menikmati hidangan yang disajikan dan kembali pulang ke rumah masing-masing tanpa ada tambahan lainnya, adalah bid’ah hasanah. Diberi pahala orang yang memperingatinya karena bertujuan untuk mengangungkan Nabi SAW serta menunjukkan kebahagiaan atas kelahiran Beliau." kata Syeikh Al Suyuthi.
Catatan lain menyebut, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW juga digelar pada masa Dinasti Ayyubiyah di abad 10 Masehi. Tujuannya untuk memicu semangat mencontoh pribadi Nabi.
Kala itu, kondisi umat sedang terpuruk lantaran gempuran Pasukan Salib. Semangat tempur pasukan Islam pun melemah.
Shalahuddin sebagai sultan sekaligus panglima perang menggembleng kembali semangat Pasukan Islam untuk bertempur melawan Pasukan Salib. Saat itulah Maulid Nabi dianggap sebagai tonggak kebangkitan umat Islam kala itu.
Â
Advertisement
Peringatan di Indonesia
Hingga saat ini, peringatan Maulid Nabi tetap digelar di sejumlah negara. Bahkan di Irak dan Mesir, peringatan ini digelar dengan sangat meriah dalam bentuk festival.
Peringatan di Indonesia Di Indonesia, memperingati hari lahirnya Nabi Muhammad SAW juha menjadi bagian sebuah tradisi. Bahkan, di beberapa daerah memiliki kegiatan khusus di hari tersebut.
Terlepas dari hukum merayakannya, tentu peringatan tersebut sebagai salah satu bentuk kecintaan umat islam kepada Rasulullah. Kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan momentum untuk meningkatkan ketaqwaan.
Selain itu, bisa juga menjadi pengingat agar kita mampu meneladani akhlaknya yang mulia serta berharap mendapatkan syafaatnya di hari kiamat kelak.
Â
Reporter:Â Nihlah fauziyatul Wafa