Liputan6.com, Jakarta: Pemerintah lagi-lagi menunda pengenaan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) di Batam. Penerapan PPN dan PPnBM tersebut bakal diperpanjang hingga Maret 2003. Keterangan ini disampaikan Menteri Keuangan Boediono dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung MPR/DPR, Selasa (2/7).
Dalam rapat yang membahas Rancangan Undang-undang Surat Utang Negara itu, Menkeu menjelaskan, kebijakan tersebut diambil sampai RUU Zona Perdagangan Bebas di Batam selesai dibahas. Menurut rencana penarikan dua jenis pajak tersebut berlaku per 1 Juli 2002. Namun, untuk kelima kalinya setelah 1 April 2000, pelaksanaan kebijakan ini molor. Menurut Boediono, penundaan ini dituangkan dalam peraturan pemerintah.
Menanggapi keputusan tersebut, DPR akan mengirim tim ke Batam untuk mengklarifikasi soal potensi yang hilang akibat pembebasan perpajakan di Batam. Sekadar informasi, hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) memperkirakan potensi kerugian akibat kebijakan pemerintah yang tidak memberlakukan PPN dan PPnBM di Batam mencapai Rp 4,6 triliun.
Pemberlakuan dua jenis pajak tersebut tercantum dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pemerintah dan IMF. Dalam poin perjanjian tersebut dikatakan PPN dan PPnBM di Batam akan mulai diberlakukan pada 1 Juli 2000. Namun, kebijakan ini ditolak masyarakat Batam hingga pemerintah menunda penerapan pajak tadi hingga awal 2001. Pada tahun yang sama, muncul gagasan untuk menciptakan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas. AKibatnya, pemberlakuan pengenaan kedua jenis pajak itu ditunda hingga 1 Januari 2002. Selanjutnya, UU Free Trade Zone belum juga rampung sehingga pemungutannya molor lagi hingga 1 Juli 2002.(TNA/Eva Yunizar dan Dono Prayogo)
Dalam rapat yang membahas Rancangan Undang-undang Surat Utang Negara itu, Menkeu menjelaskan, kebijakan tersebut diambil sampai RUU Zona Perdagangan Bebas di Batam selesai dibahas. Menurut rencana penarikan dua jenis pajak tersebut berlaku per 1 Juli 2002. Namun, untuk kelima kalinya setelah 1 April 2000, pelaksanaan kebijakan ini molor. Menurut Boediono, penundaan ini dituangkan dalam peraturan pemerintah.
Menanggapi keputusan tersebut, DPR akan mengirim tim ke Batam untuk mengklarifikasi soal potensi yang hilang akibat pembebasan perpajakan di Batam. Sekadar informasi, hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM-UI) memperkirakan potensi kerugian akibat kebijakan pemerintah yang tidak memberlakukan PPN dan PPnBM di Batam mencapai Rp 4,6 triliun.
Pemberlakuan dua jenis pajak tersebut tercantum dalam Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani pemerintah dan IMF. Dalam poin perjanjian tersebut dikatakan PPN dan PPnBM di Batam akan mulai diberlakukan pada 1 Juli 2000. Namun, kebijakan ini ditolak masyarakat Batam hingga pemerintah menunda penerapan pajak tadi hingga awal 2001. Pada tahun yang sama, muncul gagasan untuk menciptakan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas. AKibatnya, pemberlakuan pengenaan kedua jenis pajak itu ditunda hingga 1 Januari 2002. Selanjutnya, UU Free Trade Zone belum juga rampung sehingga pemungutannya molor lagi hingga 1 Juli 2002.(TNA/Eva Yunizar dan Dono Prayogo)