Liputan6.com, Jakarta - Pemuda Muhammadiyah menggelar Muktamar XVII di Yogyakarta pada 26-28 November 2018. Salah satunya, mencari Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, yang kini jabatan tersebut masih diduduki Dahnil Anzar Simanjuntak.
Sejauh ini sudah ada enam orang yang mendaftar sebagai kandidat. Di antaranya, Andi Fajar Asti, Muhammad Sukron, Faisal, Sunanto, Ahmad Labib, dan Ahmad Fanani.
Nama terakhir, kini menjadi sorotan, lantaran terseret kasus dana Apel dan Kemah Kebangsaan Pemuda Indonesia di Prambanan di tahun 2017 yang lalu, bersama Dahnil.
Advertisement
Mantan Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ahmad Rofiq mengatakan, Muktamar sudah menjadi momentum tepat untuk bersih-bersih.
"Ini saat yang tepat bersih-bersih di Pemuda Muhammadiyah," ucap Rofiq di Posko Cemara, Jakarta, Senin (26/11/2018).
Menurut dia, nama-nama yang sudah bersinggungan dengan urusan dugaan korupsi, sudah masuk moral. Tinggal bagaimana para kader saja di Muktamar Pemuda Muhammadiyah memutuskannya.
"Ya ini sudah tataran moral ya. Kalau menurut saya bila ada kesalahan sedikit saja soal pengelolaan, maka secara otomatis panitia pemilihan itu harus memberikan ketegasan soal pencalonan ini. Layak atau tidak layak. Dan peserta muktamar juga bisa menyampaikan aspirasi. Kita enggak bisa membiarkan kebatilan itu terus menerus berjalan. Sementara kebatilan itu ada di depan mata kita," ungkap Rofiq.
Sekjen Partai Perindo ini menegaskan, meski belum terbukti dan mengedepankan asas praduga tak bersalah, tapi pengembalian uang menimbulkan multitafsir lagi.
"Dia mengeluarkan uang. Kalau dia tidak mengembalikan uang pasti menimbulkan multitafsir apakah ini kriminalisasi apakah ini korupsi. Tapi ketika dia mengembalikan uang berarti ada yang salah. Poinnya di situ. Kita enggak perlu menunggu penegak hukum bicara dalam konteks ini. Karena sudah clear," kata Rofiq.
Saksikan video pilihan di bawah ini
Penjelasan Pengembalian Uang
Sebelumnya, Ketua panitia acara kemah dan apel Pemuda Islam Indonesia, Ahmad Fanani pun menjelaskan soal pengembalian uang tersebut. Dia menyatakan, kasus ini seakan-akan mau melegitimasi gerakan Pemuda Muhammadiyah selama ini yang konsen melawan korupsi. Padahal pihaknya tak melakukan penyelewengan apa-apa.
"Ini soal harga diri yang selama ini kami perjuangkan untuk gerakan PP Muhammadiyah melawan korupsi. Lalu, hari ini seolah-olah gerakan itu dilegitimasi dengan tuduhan bahwa Pemuda Muhammadiyah hari ini korupsi, menurut kami ini adalah harga diri. Maka kami kembalikan duitnya, saya transfer ke Kemenpora," kata Fanani usai menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat, 23 November 2018.
Fanani mengatakan, untuk menggelar acara seperti yang diinginkan Kemenpora, Fanani meyakini Pemuda Muhammadiyah mampu tanpa harus menggunakan anggaran dari pemerintah.
"Karena dari awal kami sudah sampaikan kami tidak pernah menginisiasi acara tersebut. Keluarga Muhammadiyah Insyaallah saat ini cukup mandiri kok. Fasilitas, pendidikan, usaha, rumah sakit, itu mandiri," tegas dia.
Selain karena harga diri, pengembalian uang Rp 2 miliar tersebut juga karena MoU antara pihaknya dengan Kemenpora yang menurutnya dinilai sama sekali berbeda.
"Surat yang kami sampaikan ke Kemenpora, hubungan dengan evaluasi Kemenpora, kegiatan terkhusus kegiatan kemah dan apel pemuda itu dengan tema pemuda hebat jaga bumi yang dilaksanakan tanggal 16-17 Desember di Prambanan, Sleman, Yogyakarta," ujarnya.
"Beberapa poin hasil evaluasi kami yaitu yang pertama setelah membaca kembali surat perjanjian kerjasama dengan nomor 494/ Bpk/ii-3/11/2017 tertanggal 27 November 2017 bahwa nama kegiatan, waktu dan tempat kegiatan berbeda dengan apa yang realisasinya. Kedua tanggal kegiatan dengan SP2D tidak bersesuaian di Mou dilaksanakan 10 Desember, ternyata SP2D atau pencairan tanggal 11 Desember," sambungnya.
Advertisement