Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menilai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memiliki beberapa kelemahan. Menurut dia, ada beberapa pasal yang tumpang tindih sehingga menyulitkan kerja KPU.
"Tidak banyak (kelemahan), ya ada beberapa catatan memang. Karena pasalnya tindih tumpang," kata Ketua KPU Arief dalam seminar KPI, Jakarta Pusat, Senin (26/11).
Namun, dia tidak menerangkan lebih detail pasal-pasal yang dianggap tumpang tindih itu.
Advertisement
Arief menegaskan, revisi UU Pemilu diperlukan. Tetapi, lanjut dia, revisi lebih baik dilakukan usai Pemilu 2019 selesai agar tidak mengganggu tahapan Pemilu.
"Nanti kalau UU itu harus direvisi itu ya lakukan segera setelah pemilu selesai. Sehingga penyelenggara pemilu yang akan datang (2024) itu punya waktu yang cukup buat memahami UU, merevisi UU, baru kemudian melaksanakannya," ujar Arief.
Hal ini agar KPU sebagai penyelenggara pemilu memahami betul isi dari UU tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berkaca pada Tahun Lalu
Arief berkaca saat UU Pemilu baru disahkan DPR dan Pemerintah tahun lalu. Waktu pengesahan UU tersebut, lanjut dia, terlalu dekat dengan awal tahapan pemilu.
Imbasnya, KPU terpaksa mengebut kerjanya untuk membuat regulasi turunan sambil memulai tahapan Pemilu.
"Jangan sampai seperti kemarin, kita kan harus bertumbukan jadwalnya. Saat UU selesai, kemudian harus langsung bikin PKPU, sosialisasi ke peserta pemilu dan sekaligus menjalankannya," tandas Arief.
Reporter: Renald Ghiffari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement