Sukses

Kenapa Dulu Mata Pelajaran PMP Dihapus?

Pelajaran PMP digantikan oleh PPKn pada 1994.

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) menjadi perbincangan hangat di sejumlah media. Ya, PMP merupakan mata pelajaran wajib di era 70-80-an. Saat itu, semua lapisan pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi wajib mendapatkan mata pelajaran ini.

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Supriano mengatakan, pihaknya akan mengaktifkan kembali mata pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila). Munculnya wacana diaktifkan kembali PMP disebut-sebut karena salah satunya adalah maraknya isu hoaks PKI (Partai Komunis Indonesia) yang hingga sekarang masih tersebar di masyarakat.

Supriano menjelaskan, permasalahan munculnya paham-paham radikalisme dan berbagai paham lain yang bertentangan dengan norma Pancasila sebagai dasar negara pun diakuinya menjadi salah satu alasan pendidikan dasar ini mesti kembali diterapkan. Menurut Supriano, Pancasila bisa digunakan sebagai pondasi untuk membentengi seseorang dari paham-paham radikal yang merusak bangsa.

"PMP kita akan kembalikan lagi karena ini banyak yang harus dihidupkan kembali, bahwa Pancasila ini luar biasa buat bangsa kita, itu mungkin yang akan kita lakukan," kata Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan, Supriano usai upacara peringatan hari guru di gedung Kemendiknas, Jakarta Pusat, Senin 26 November seperti Liputan6.com kutip, Selasa (27/11/2018).

Supriano mengatakan rencana itu masih dalam tahap pembahasan. Belum jelas apakah ada pengurangan atau penambahan materi PMP yang baru dengan yang pernah dipakai sebelumnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

PMP digantikan PPKn pada 1994

PMP (Pendidikan Moral Pancasila) merupakan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah sejak tahun 1975. PMP ketika itu menggantikan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang telah masuk dalam kurikulum sekolah di Indonesia sejak tahun 1968.

Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila yang merupakan uraian dari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Pengubahan ini sejalan dengan misi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973.

Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila (PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).

Dengan berlakunya UU No. 2 Pasal 39 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan).

Intinya, PMP tidak dihapus namun hanya diganti dengan nama berbeda dengan materi pembelajaran yang lebih luas dan kompleks sesuai jenjang pendidikan yakni PPKn yang merupakan gabungan Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Pengubahan tersebut disebabkan karena belum berkembangnya paradigma civic education. Sebagai contoh penerapan PMP melalui penataran P4 dianggap kurang meresap di berbagai lapisan masyarakat (meaningless). 

3 dari 3 halaman

PPKn sebagai penyempurna PMP dari kurikulum 1984

Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir nilai P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Melainkan atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral meluas atau spiral of concept development (Taba, 1967).

Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.

Pada intinya, PMP materi pembelajarannya berdasarkan rumusan butir-butir nilai P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). Sedangkan PPKn materinya atas dasar konsep nilai yang disaripatikan dari P4 dan sumber lainnya sesuai dengan tiap jenjang pendidikan atau kata lain butir-butir setiap sila Pancasila.

Tujuan PPKn diarahkan untuk menanamkan sikap dan prilaku yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila serta untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati, dan meyakini nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dalam berprilaku sehari-hari mulai dari pendidikan moral, UUD 1945, hukum dan politik (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97).

Dengan diberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003, diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 di mana Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Pada 2006, Kewarganegaraan berubah kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, di mana secara substansi tidak terdapat perubahan.

Artinya, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).