Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana mengembalikan mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Hal itu disampaikan Direktur Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Supriano.
Mata pelajaran PMP dianggap penting untuk menguatkan nilai Pancasila.Â
Advertisement
Baca Juga
PMP sebenarnya merupakan mata pelajaran wajib yang diajarkan di sekolah sejak tahun 1975. Selama periode Orde Baru, pendidikan sebagai instrumen pembentukan karakter warga negara menampakkan wujudnya dalam standardisasi karakter warga negara.
Standardisasi itu mencerminkan civic virtues (kebajikan-kebajikan warga negara) yang disajikan dalam mata pelajaran PMP dengan memasukan materi pembelajaran Pancasila yang dijabarkan dari butir-butir P4.
Menurut Fraksi Utusan Daerah (FUD) MPR, ada empat alasan pentingnya P4, yaitu alasan filosofis, historis, yuridis-konstitusional, dan pedagogis- psikologis. Dari keempat alasan tersebut, alasan pedagogis-psikologis menjadikan P4 relevan untuk dijadikan materi pembelajaran PMP di sekolah.
Dalam proses pendidikan nasional, PMP adalah wahana pedagogis pembangunan watak atau karakter.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Siswa Belajar PMP
Para siswa pada era tahun 80 an memiliki kenangan bagaimana mata pelajaran PMP diajarkan. Diantaranya siswa akan menghapal nama-nama Menteri di kabinet, menghafal UUD, dan berbagai produk undang-undang. Kegiatan yang merupakan cerminan dari sila Pancasila juga diajarkan lewat kegiatan nyata, seperti menjenguk orang sakit, bagaimana bersikap dengan teman yang beda agama, dan lain sebagainya.
PMP mengandung nilai-nilai yang sangat baik bagi peserta didik. Nilai-nilai tersebut antara lain Nilai Moral, Kebersamaan, Kerukunan, Keadilan, Kerukunan.
Jadi, PMP adalah pelajaran tentang moral. Karena diajarkan sejak SD, PMP dimaksudkan sebagai langkah awal pembentukan karakter masyarakat Indonesia.
Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976).
Sayangnya, materi-materi PMP dari kurikulum 1975 untuk jenjang SD, SMP dan SMA masih memiliki nuansa seperti mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara 1968. Perbedaan kecil hanya pada penambahan kajian tentang pembangunan nasional dan GBHN pada PMP Kurikulum 1975.Â
Dalam kurikulum 1975 telah ditetapkan sejumlah pokok bahasan sebagai materi PMP ditambah atau diperkaya dengan materi Tap MPR No II/MPR/1978. Namun kala itu belum terdapat buku paket untuk murid. Untuk menghindari adanya pengembangan materi yang beraneka ragam oleh guru/penulis buku, maka mulai tahun 1978 telah dirintis penulisan buku paket PMP untuk SD, SMP, dan SMA.
Kegiatan ini diakhiri dengan diterbitkannya buku paket PMP tersebut pada tahun 1980 dan seterusnya dipergunakan di sekolah-sekolah dari SD sampai SMA. Pada tahun 1982, buku paket PMP dikoreksi dengan mendapatkan banyak sumbangan pemikiran dari masyarakat, tokoh-tokoh agama, pendidik serta para cerdik cendekiawan. Akhirnya setelah dikoreksi kemudian dicetak ulang dan disahkan penggunaannya dengan Keputusan Menteri P & K No 137/C/Kep/R/83, dan sekaligus menarik buku-buku PMP cetakan lama.Â
PMP pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97). PMP berisi materi dan pengalaman belajar mengenai P4 yang mengajarkan pelajaran moral yang berdasar Pancasila. Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam PMP berdasarkan pada Pancasila yang dijadikan acuan tunggal.
Melalui pelajaran PMP, siswa belajar tentang tenggang rasa, tanggung jawab, tata krama, saling hormat menghormati serta menumbuhkan sikap cinta tanah air. PMP punya andil dalam memberikan pengetahuan dan pembelajaran terhadap sikap toleransi antar sesama warga Negara dan sikap bela Negara sebagai aplikasi dari sila-sila dalam Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Salah satu contoh implementasi pelajaran PMP dari bagian sikap cinta tanah air yakni, kala itu siswa akan berhenti dari semua aktivitasnya ketika mendengarkan kumandang lagu kebangsaan, terlebih lagu Indonesia Raya.
Contoh lain penerapan Pancasila sebagai bagian dari pelajaran PMP, adalah munculnya sikap tenggang rasa antar siswa. Dari pelajaran ini sebagai bagian dari penerapan sila pertama Pancasila siswa bisa Siswa memahami Tuhan Yang Maha Esa adalah sebab pertama (causa prima), sebagai asal dari segala kehidupan yang mengajarkan persamaan, keadilan, kasih sayang dan kehidupan yang pertama.
Selain itu siswa juga menyadari adanya bermacam-macam agama, dan saling menghargai antara para pemeluknya.
Mata pelajaran PMP ini berjalan cukup lama yakni sekitar 19 tahun hingga tahun 1994. Pelajaran ini tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 telah dicabut dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998.
Pada tahun 1994, nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP) diganti dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Bila dikaitkan dengan kurikulum sebelumnya, mata pelajaran tersebut memadukan konsep PMP dengan Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Istilah PMP diperbaiki menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).
Advertisement