Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengidentifikasi adanya penggunaan kode "ngopi" dalam dugaan suap dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Iswahyu Widodo dan Irwan. Kode tersebut diduga digunakan oleh para tersangka untuk berkomunikasi sebelum penyerahan uang.
"Dalam komunikasi teridentifikasi kode yang digunakan adalah 'ngopi' yang dalam percakapan disampaikan 'Bagaimana? Jadi ngopi enggak?'," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Rabu 28 November 2018.
Baca Juga
KPK menduga, dua hakim PN Jakarta Selatan itu menerima uang suap Rp 650 juta untuk memuluskan penanganan perkara perdata yang tengah ditangani. Uang suap Rp 650 juta itu terdiri dari Rp 150 juta dan SGD 47 ribu atau sekitar Rp 500 juta.
Advertisement
Uang tersebut diberikan oleh advokat Arif Fitrawan kepada dua hakim PN Jakarta Selatan, Iswahyu dan Irwan untuk pengurusan perkara pembatalan akusisi PT CLM oleh PT APMR. Uang dari Arif untuk Iswahyu dan Irwan diserahkan melalui seorang Panitera Pengganti PN Jaktim bernama Muhammad Ramadhan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tujuan Suap
Alexander menuturkan Rp 150 juta diberikan kepada majelis hakim untuk mempengaruhi putusan sela agar tak diputus N.O. Iswahyu adalah ketua majelis hakim perkara perdata ini.
KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan terkait penanganan perkara perdata dengan nomor perkara 262/Pid.G/2018/PN Jaksel. Mereka di antaranya, Iswahyu, Irwan, dan Ramadhan sebagai penerima suap, serta Arif dan Martin selaku pihak swasta sebagai pemberi suap.
Perkara tersebut didaftarkan pada 26 Maret 2018 dengan para pihak, yaitu penggugat atas nama Isrulah Achmad dan tergugat Williem JV Dongen serta turut tergugat PT APMR dan Thomas Azali.
Advertisement