Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan bagi berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia pelamar PNS, untuk menjadi ASN.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Achmad Baidowi, mengatakan, aturan tersebut sebagai solusi kebuntuan hukum akibat batasan usia 35 tahun bagi pelamar CPNS sebagaimana Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
"Sebab, selama UU ASN belum direvisi terkait usia, maka tenaga honorer yang usianya di atas 35 tahun nasibnya tidak pernah terperhatikan," ucap pria yang akrab Awiek kepada Liputan6.com, Senin (3/12/2018).
Advertisement
Pria yang duduk sebagai Komisi II DPR ini menilai skema penyelesaian tenaga honorer merupakan hasil pembahasan antara Komisi II DPR bersama pemerintah dalam hal ini Menpan RB, KSP, BKN, maupun KASN untuk dicarikan solusi.
"Paling tidak ada perhatian negara terhadap mereka yang mengabdi kepada negara selama puluhan tahun. Maka terbitnya PP ini merupakan langkah konkrit pemerintahan Jokowi-JK untuk mengangkat nasib tenaga honorer," ungkap Awiek.
Dia pun meminta, proses seleksi P3K ini tidak seketat CPNS. Serta aspek pengalaman atau pengabdian kerja wajib menjadi peniliaian terpenting. Terlebih bagi mereka yang berusia di atas 35 tahun dan tidak memungkinkan lagi menjadi CPNS
"Peningkatan kesejahteraan bagi tenaga honorer yang lolos PPPK, yakni honor yang diterima nanti paling tidak sama dengan PNS atau serendah-rendahnya di atas UMR. Karena keterbatasan anggaran negara sementara waktu tanpa uang pensiun. Namun, demikian fasilitas kesehatan bagi PPPK juga harus diperhatikan," jelas Awiek.
Â
Proses Panjang
Dia menyadari bahwa rekrutmen tenaga honorer menjadi PPPK ini tidak bisa sekaligus. Namun, dirinya bertahap sesuai kemampuan keuangan negara dan kami akan melakukan pengawasan agar pelaksanaan di lapangan.
Awiek juga mengingatkan, prosesnya cukup panjang terhadap persoalan ini, dan yakinkan ini bukan karena pemilu.
"Kepada elite negara ini sebaiknya melihat proses pembahasan rapat-rapat di Komisi II DPR tentang penyelesaian tenaga honorer sebelum berkomentar di publik, sehingga tidak selalu menuding pencitraan maupun karena pemilu. Pembahasan rapat di Komisi II DPR melibatkan seluruh fraksi baik pendukung pemerintah maupun oposisi," pungkasnya.
Â
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement