Liputan6.com, Jakarta Kegiatan sosialisasi Empat Pilar MPR metode pagelaran seni budaya, Senin malam (10/12/2018), di halaman Kantor Kecamatan Jepara, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah, dikemas dalam bentuk lain dari biasanya. Mungkin layak disebut sebuah eksperimen, mengolaborasikan dua kesenian tradisional Jawa, yakni wayang kulit dan wayang wong, dalam satu panggung, satu lakon cerita, dan satu dalang. Hasilnya, sebuah tontonan yang cukup memikat.
Ide ini datang dari anggota MPR RI Kelompok DPD RI Dr. Bambang Sadono, SH., MH. Sebagai seorang yang penggemar wayang, Bambang Sadono berkehendak menghadirkan sesuatu yang beda dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR di Jepara ini. Perlu diketahui, dia pernah menghadirkan pertunjukan wayang kulit dengan dua dalang dalam satu lakon cerita. Kali ini kolaborasi wayang kulit dan wang orang. Dan, kolaborasi dua jenis kesenian ini bermain dalam lakon ‘Sumpah Setyaki.”
Bekerjasama dengan Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Jepara dan atas masukan dari Bambang Sadono, Setjen MPR selaku pelaksana kegiatan ini menghadirkan grup wayang kulit dari Rembang dengan dalang Ki Sigit Ariyanto. Sementara untuk para pemain wayang orang dipilih mahasiswa seni tari dari Universitas Negeri Semarang (UNES). Para mahasiswa seni tari ini di bawah binaan Restu Lanjari, dosen seni tari UNES yang juga adalah istri Bambang Sadono.
Advertisement
Atas nama pimpinan MPR, Bambang Sadono membuka secara resmi pagelaran seni budaya di Jepara ini. Pembukaan ditandai penyerahan tokoh wayang (Setyaki) oleh Bambang Sadono kepada dalang Ki Sigit Ariyanto. Disaksikan oleh Kepala Biro Humas Setjen MPR Siti Fauziah, SE., MM.; Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi Biro Humas, Muhamad Jaya; Ketua PWRI Jepara HM. Suharno, SE.; Forkompimda Kab. Jepara; Camat Jepara Muhamad Syafi’I, SH., beserta Forkompimda Kecamatan Jepara; dan tokoh masyarakat, tokoh agama, serta ratusan masyarakat setempat.
Bambang Sadono dalam sambutannya menjelaskan sekilas mengenai bentuk kolaborasi pertunjukan wayang kulit dan wayang orang ini. Jadi, potongan cerita dalam wayang kulit dipadupadankan dengan wayang orang. Sehingga jalan cerita berjalan lancar, dan menyatu. Untuk melakukan ini para mahasiswa membutuhkan empat hari latihan tanpa diiringi dalang, dan sekali latihan diiringi dalang yang dilakukan beberapa saat sebelum pementasan dilaksanakan.
Selanjutnya, Bambang Sadono yang pernah menjabat Ketua Badan Pengkajian MPR ini menyatakan, pagelaran seni budaya wayang paling cocok untuk sarana sosialisasi Empat Pilar di kalangan masyarakat Jawa Tengah. Selain memang digemari, wayang termasuk seni yang memasyarakat dan ceritanya mudah dicerna. Untuk itu, Bambang Sadono mengusulkan agar jumlah (kuota) pementasan seni budaya di Jawa Tengah ditambah lagi di masa mendatang.
Mengenai lakon ‘Sumpah Setyaki’ yang memang sengaja dipilih, karena karakter tokoh ini sangat sejalan dengan nilai-nilai Empat Pilar. Setyaki, jelas Bambang Sadono, adalah sosok pejuang yang sangat ikhlas. Dia sosok yang luar biasa, dan seorang pahlawan yang sama sekali tak punya kasus. Meski tubuhnya kecil dan berkulit hitam, dia berjuang untuk membela pemimpinnya tanpa diperintah. Jadi, “Setyaki adalah simbol seorang yang ikhlas berjuang,” katanya.
Sementara Kepala Biro Humas Setjen MPR, Siti Fauziah, SE., MM., selaku panitia pelaksana dalam laporannya menyatakan, sangat menghargai upaya Bambang Sadono dalam ikut melestarikan seni budaya tradisional Jawa, khususnya wayang. Upaya menggabungkan seni wayang kulit dan wayang orang, menurut Siti Fauziah, merupakan bukti bahwa Bambang Sadono adalah pencinta seni Jawa. Dan, MPR menetapkan seni budaya sebagai salah satu metode sosialisasi.
Selain melalui seni budaya, dalam melakukan Sosialisasi Empat Pilar, MPR juga menggunakan berbagai cara, antara lain ToT, FGD, seminar, lomba cerdas cermat (LCC). Dan, MPR memilih pagelaran seni budaya sebagai salah satu metode sosialisasi Empat Pilar, karena ini salah satu upaya MPR menjaga seni budaya tradisional agar jangan sampai punah. Mengingat arus budaya dari luar sangat memengaruhi kehidupan anak-anak sekarang. “Kalau kita kurang hati-hati, seni budaya leluhur kita bisa punah. Karenanya perlu dilestarikan,” katanya.
Sebagai warisan leluhur, seni budaya tradisional ini harus terus dijaga keberlangsungannya, karena di dalamnya mengandung tuntunan yang patut dijadikan panutan. Termasuk nilai-nilai yang terkandung dalam lakon Sumpah Setyaki yang dipentas di Jepara kali ini. “Saya berharap apa yang disampaikan dalang pada malam ini bisa dihayati dan dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Siti Fauziah mengakhiri laporannya.
Harapan serupa juga disampaikan oleh Bupati Jepara H. Marzuki. Dalam sambutan tertulisnya dibacakan oleh Camat Jepara, Muhamad Syafi’I, Bupati berharap, melalui sosialisasi ini, nilai-nilai Empat Pilar benar-benar dapat merasuk ke dalam jiwa masyarakat Jepara. Serta teraktualisasi secara baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Pemerintah Kabupaten Jepara juga menyampaikan apresiasi dan menyambut baik kerjasama antara PWRI Kabupaten Jepara dan Setjen MPR dalam penyelenggaraan sosialisasi Empat Pilar ini. “Karena pada dasarnya Empat Pilar Kebangsaan yang terdiri Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, sangat penting untuk dipahami dan dimengerti secara benar oleh seluruh warga negara Repulik Indonesia, khususnya masyarakat Jepara,” katanya.