Sukses

Sulitkah Merevisi Batas Usia di UU Perkawinan?

Pada 2015, MK menolak revisi batas usia pernikahan pada UU Perkawinan.

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan batas usia perkawinan pada Undang-Undang Perkawinan. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan ini didugat oleh seorang korban pernikahan dini, Maryati dan dua orang lainnya yaitu Endang Wasrinah dan Rasminah dengan nomor perkara 22/PUU-XV/2017.

Bukan kali ini saja perjuangan mereka untuk melindungi anak-anaknya dari pernikahan dini. Ketiganya pernah berjuang untuk merevisi pasal batas usia perkawinan pada UU Perkawinan tahun 2015. Tapi ditolak Mahkamah Konstitusi.

Saat itu, MK menolak dengan menggunakan dalil “open legal policy” atau kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang.

Dua ayat yang diajukan untuk diuji adalah ayat 1 pada pasal 7 yang menyatakan bahwa "perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 tahun.” Sementara ayat 2 pasal yang sama menyatakan “dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini maka dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita."

Menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, MK uji materi itu lantaran menilai tak ada korelasinya antara batas usia pernikahan dengan maraknya perkawinan anak.

"Di situ bicara usia pernikahan dini sangat komopleks, ada situasi sulit yang dihadapi anak seperti membantu ekonomi keluarga, maharnya terlalu tinggi sehingga orangtua tergiur. Maunya MK diselesaikan itu dulu baru dinaikkan usia nikah," ujar Jasra Putra kepada Liputan6.com di Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bertentangan dengan UU Perlindungan Anak

Jasra mengatakan, UU Pernikahan ini sebenarnya bertentangan dengan UU Perlindungan Anak. Untuk itu, untuk mencegah pernikahan dini keluarga memiliki tanggungjawab untuk mencegah.

Sebab saat ini tak ada alasan bagi orangtua untuk menikahkan anaknya. Karena zaman sudah cukup berubah di mana akses pendudikan mudah dan kesempatan mengembangkan karir untuk perempuan sudah gampang.

"Upaya ini harus ada termasuk perlindungan negara melalui regulasi, pernikahan usia anak tidak layak," tandas Jasra.