Sukses

Alasan MK Tak Tentukan Batas Usia Perkawinan Perempuan

Dalam pertimbangannya MK menyatakan perbedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi.

Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono mengungkapkan alasan MK menyerahkan batas usia perkawinan untuk perempuan ke DPR.

Sebab, MK telah menyatakan pertimbangannya bahwa perbedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan menimbulkan diskriminasi.

Fajar menyebut bila batas usia perkawinan ditentukan oleh MK, maka dapat membatasi DPR dalam membuat draft Undang-undang. Sehingga nantinya tidak dapat dilakukan perubahan di waktu yang akan datang.

"Maka pembentuk UU tidak bisa mengubah selain itu. Karena pembentuk UU dalam menentukan batas minimal itu fleksibel menyesuaikan perkembangan zaman. Sekarang misalnya memang 18 tahun tapi mungkin 5-10 tahun lagi berubah," kata Fajar di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/12/2018).

Selanjutnya, kata Fajar, bila selama tiga tahun tidak ada perubahan UU, secara langsung batas usia perkawinan untuk perempuan sesuai UU Perlindungan Anak.

Berdasarkan UU Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

"Kalau tidak ada perubahan setelah tiga tahun, usia perkawinan harus diharmonisasikan dengan usia anak dalam UU perlindungan anak," ucapnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum pemohon uji materi UU Perkawinan, Anggara mengaku bingung dengan keputusan MK yang memberikan tenggang waktu tiga tahun untuk perubahan UU Perkawinan.

Meski nantinya, bila tidak dibahas, otomatis batas usia perkawinan disesuaikan dengan UU Perlindungan Anak.

"Tapi saya khawatir selama tiga tahun itu pernikahan usia anak bisa terus terjadi, sampai sekarang saya juga tidak paham kenapa tiga tahun," ucapnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Putusan MK

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian dari uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan atau UU Perkawinan, khususnya mengenai batas usia perkawinan.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Kamis (13/12/2018).

Dalam putusannya, MK juga menyatakan frasa usia 16 tahun pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut bertentangan dengan UU 1945 dan UU nomor 23 tahun 2002 Perlindungan Anak. Dalam UU Perlindungan Anak menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

MK tidak memberikan atasan usia perkawinan untuk perempuan. Sebab, hal tersebut menjadi kewenangan lembaga pembentuk UU.

Kendati begitu, Anwar menyebut pihaknya memberikan tenggang waktu paling lama tiga tahun kepada DPR untuk mengubah ketentuan batas usia perkawinan.