Liputan6.com, Jakarta Sekitar seribu lebih warga dari sembilan desa seputar Kecamatan Nawangan, dan daerah lain seputar Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, Jumat malam (14/12/2018) antusias memadati lapangan Pakis Baru, Desa Pakis Baru, Kecamatan Nawangan untuk menyaksikan pagelaran Wayang Kulit semalam suntuk dalam rangka Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Lapangan rumput 'becek' usai diguyur hujan sejak sore hari tak menyurutkan langkah seribu lebih masyarakat tersebut, menyemut menyaksikan aksi dalang kondang Ki Anom Suroto membawakan lakon 'Bima Sakti'.
Pesona dalang kondang Ki Anom Suroto memukau masyarakat ditambah lagi dengan kehadiran anggota MPR RI Fraksi Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dan Kepala Biro Humas Sekretariat Jenderal MPR RI Siti Fauziah yang didampingi Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antarlembaga dan Layanan Informasi Biro Humas Setjen MPR RI Muhammad Jaya.
Advertisement
Hadir pula dalam acara tersebut Forkompimda Kabupaten Pacitan, perwakilan Bupati Pacitan, Camat Nawangan, 9 Kepala Desa Kecamatan Nawangan dan tokoh masyarakat Nawangan.
Antusiasme masyarakat sangat luarbiasa, walaupun gerimis kecil masih terasa, masyarakat sudah berkumpul sejak Isya. Padahal acara berlangsung tepat pukul 21.00 WIB. Panitiapun sangat sibuk menambah kursi mengakomodir masyarakat yang terus berdatangan.
Harsono warga Desa Pakis Baru, adalah satu dari seribu lebih warga yang terlihat antusias. Dengan membawa istri dan dua anaknya, Harsono sibuk membersihkan air yang membasahi rumput untuk kemudian menggelar tikar plastik yang dibawanya dari rumah.
"Saya memang pencinta wayang kulit apalagi dalangnya bagus. Dan saya baru tahu kalau wayangan ini merupakan bagian dari Sosialisasi Empat Pilar MPR," ujarnya, seraya memberikan wayang mainan kecil kepada anak bungsunya yang dibelinya di pintu masuk lapangan.
Dalam sambutannya mewakili Sekretariat Jenderal MPR RI, Siti Fauziah mengungkapkan bahwa Pagelaran Seni Budaya (PSB) Wayang Kulit tersebut adalah salah satu metode penyampaian Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dan merupakan metode penyampaian yang efektif.
"Dipilihnya seni dan budaya daerah seperti wayang kulit yang merupakan budaya Jawa, karena selain sudah sangat dikenal dan melekat sejak lama, wayang kulit sangat kental kisah-kisahnya sarat tuntunan dan ini sangat pas dengan Empat Pilar MPR," terangnya.
Selain itu, lanjut Siti Fauziah, pemilihan seni budaya daerah dalam metode penyampaian Sosialisasi Empat Pilar MPR juga dimaksudkan untuk menjaga serta melestarikan budaya daerah yang sangat beragam agar tidak punah.
"Pelestarian budaya daerah sangat penting terutama untuk generasi muda bangsa saat ini dan masa depan," tegasnya.
MPR, lanjut Siti Fauziah, berharap agar semua nilai-nilai dan tuntunan yang keluar dari kisah wayang kulit yang dibawakan Ki Anom Suroto tersebur, tak sekedar jadi tontonan tapi menjadi tuntunan yang kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kesempatan yang sama, Ibas menegaskan bahwa nilai-nilai dalam Empat Pilar MPR yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika harus terus dibumikan kembali oleh seluruh rakyat Indonesia.
"Empat Pilar MPR tersebut harus tetap ada dan harus tetap terjaga sebab karena Empat Pilar itulah negara kita tetap berdiri. Dan untuk saat ini serta ke depan kita harus yakin dengan Empat Pilar bangsa kita akan semakin kokoh dan menjadi bangsa yang besar, maju dan sejahtera," paparnya.
Di tahun politik ini, Ibas mengajak agar rakyat Indonesia mendukung pemimpin nasional yang terpilih nanti. Sebab, setiap pemimpin Indonesia mulai dari Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Soesilo Bambang Yudhoyono hingga Jokowi saat ini dan siapapun nanti yang terpilih memiliki tujuan yang sama yakni menegakkan Empat Pilar menuju Indonesia maju dan sejahtera.
*Tuntunan Penghormatan Pada Pahlawan dan Pendiri Bangsa*
Aksi dalang Ki Anom Suroto dimulai, usai acara seremoni penyerahan secara simbolik tokoh wayang Bima dari Ibas kepada Ki Anom dengan didampingi perwakilan Setjen MPR RI dan pejabat daerah setempat.
Lakon yang dibawakan dalang Ki Anom Suroto yakni Bima Sakti mengkisahkan tentang perjalanan ksatria Pandawa Lima, Bima dalam menunaikan tugas dari gurunya mencari tirta perwita untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Dalam perjalanannya, Bima bertemu Dewa Ruci yang memberikannya wejangan suci salah satunya adalah bahwa tirta perwita tidak ada dimanapun kecuali ada dalam diri manusia itu sendiri.
Bima memahami wejangan Dewa Ruci yang sesungguhnya adalah representasi dirinya sendiri, yang muncul dan memberi pengajaran kepadanya karena ia telah mematuhi segenap perintah gurunya dengan sepenuh hati.
Setelah Bima mendapat wejangan dari Dewa Ruci, ilmu itu diajarkan atau diturunkannya pada anak-anak muda untuk mengayomi para kawulanya dan untuk menjaga kelestarian negara Amarta dan untuk memperbaiki akhlak raja Astina dan para Kurawanya yang terlanjur parah rusaknya sehingga dikhawatirkan membuat ambruknya negara Astina.
Hal tersebut merupakan cita-cita Pandawa Lima agar anak muda Amarta bisa meneruskan atau melanjutkan perjuangan para pendahulunya yakni para Pandawa untuk negara dan bangsa. Kisah tersebut sangat sejalan dengan implementasi nilai-nilai luhur bangsa yakni menghormati para pahlawan dan pendiri bangsa serta melanjutkan perjuangan dan cita-cita mereka menuju Indonesia menjadi bangsa yang besar dan sejahtera.
Yang menarik dalam pagelaran wayang tersebur, muncul sebagai bintang tamu Dua Jo / Jo Klithik Jo Kluthuk untuk mengisi limbuk’an dan goro-goro. Kemunculan Duo Jo ini mampu membuat ribuan penonton tertawa.