Liputan6.com, Jakarta: Pagi, di tepi Hutan Lindung Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta Utara. Bebi, seorang loper, bergegas untuk melepas lelah usai mengantarkan koran ke sejumlah pelanggan. Bebi, yang kerap beristirahat di sekitar kompleks Perumahan Pantai Indah Kapuk, kaget setelah pandangannya tertumbuk pada sosok orang yang sedang tertelungkup. Rasa penasaran remaja tanggung itu tertantang untuk lebih mendekat. Begitu jelas, sosok tadi adalah lelaki yang berlumuran darah dan sudah tak bernyawa.
Bebi tak tinggal diam, saat itu juga langsung melapor ke Achmadin, petugas patroli Hutan Lindung PIK. Achmadin mengaku heran, mayat tersebut tak diketahui satuan pengamanan perumahan. Padahal, patroli kerap dilakukan hingga ke tempat mayat itu ditemukan. "Saat itu juga saya langsung melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Sektor Penjaringan," kata Achmadin.
Satu jam kemudian personel Polsek Penjaringan datang ke tempat kejadian perkara. Polisi kemudian mengidentifikasi mayat. Tubuh korban rusak parah. Bagian kepala hancur dan sebelah tangannya hampir putus. Mayat korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi. "Sayangnya, korban tak meninggalkan identitas," kata Kepala Polsek Penjaringan Komisaris Polisi Krisna Murti.
Data jati diri korban yang tak jelas membuat polisi kesulitan mengusut kasus itu. Namun selang dua hari, titik terang mulai terkuak, saat seorang pria bernama Amir mengenali mayat itu setelah menonton tayangan kriminalitas di stasiun Surya Citra Televisi (SCTV). Amir mengakui sosok terbujur kaku di kamar mayat RSCM itu adalah sebagai adiknya yang bernama Tagor alias Tao, berusia 40 tahun. "Pengakuan kakak korban itu penting karena dari sini dapat mengidentifikasi motif, alibi, dan bisa dikembangkan hingga orang terakhir yang bersama korban," kata Krisna Murti.
Berdasarkan informasi Amir, Tao terakhir terlihat bersama Irwan. Saat itu juga pemuda berusia 29 tahun itu langsung diinterogasi. Namun dengan alasan tak cukup bukti, polisi melepaskan Irwan. Belakangan, Irwan tak bisa berkelit setelah Dodi, keponakan Amir, memberikan kabar bahwa pembunuh Tagor adalah Untung. "Untung mengaku tak bisa tidur karena sering didatangi roh korban dan dia minta maaf," kata Dodi. Dari sinilah terungkap dua pembunuh lainnya, masing-masing Rony dan Boneng.
Irwan mengaku membunuh Tagor dengan alasan balas dendam. Perbuatan Tagor menyodomi Irwan empat kali ketika berusia 12 tahun masih membekas. "Perbuatan Tagor itu membuat saya mengidap kelainan seks," kata Irwan. Dendam itu sebenarnya sudah lama, namun Irwan mengaku tak berani bertindak sendiri.
Gayung bersambut ketika Irwan bertemu tiga tersangka lainnya di rental kepingan cakram padat (VCD). Saat itu, Irwan curhat perihal perbuatan Tagor di masa silam. Mendengar keluhan Irwan, ketiga rekannya yang dalam kondisi mabuk minuman keras langsung menanggapinya dengan sikap emosional. Dari sinilah rencana pembunuhan berawal. "Dan kebetulan teman-teman juga mempunyai masalah masing-masing dengan Tagor," tutur Irwan.
Dalam rekonstruksi diceritakan, pembunuhan direncanakan malam hari di Hutan Lindung PIK. Tanpa kesulitan, malam itu Irwan berhasil mengajak Tagor pergi dengan alasan untuk berkencan. Seperti yang sudah direncanakan, ketika tiba di lokasi ketiga rekan Irwan sudah siap dengan berbagai peralatan senjata tajam. Semula, Tagor mengira Rony, Boneng, dan Untung bermaksud merampok sepeda motornya. Ketika hendak menyelamatkan diri, Untung langsung menyabetkan golok ke kepala Tagor. Saat itu juga korban tersungkur. Setelah dipastikan koit, para tersangka kemudian meninggalkan korban dan membuang senjata tajam ke rawa Hutan Lindung PIK.
Tuduhan Irwan bahwa Tagor telah menyodomi, dibantah Amir. Kami menganggap itu hanya fitnah. Buktinya, korban mempunyai dua istri dan mempunyai dua anak. "Saudara saya dikatakan preman, homo, itu jelas-jelas fitnah," kata Amir. Menurut dia, sodomi hanya dalih tersangka untuk membunuh Tagor. Ia justru balik menuding Irwan-lah yang mempunyai kelainan seksual.
Kasus pembunuhan itu, tidak saja mengagetkan keluarga Tagor tetapi juga dirasakan Nyonya Ceit, ibu Irwan. Ia baru tahu bahwa anak ketiganya ternyata pernah disodomi. Kasus ini juga mengungkap tabir selama ini yang membuat Irwan takut bergaul dengan perempuan. "Pantesan kok tingkah lakunya aneh, sering menangis dan selalu mengatakan takut ama cewek," kata Ceit, sedih. Hal senada juga dikemukakan, Lisda, kakak Irwan. Irwan bahkan sempat mencoba bunuh diri dengan meminum 28 butir obat sesak napas. "Mungkin stres karena sering dikatain bencong sama orang-orang kampung," kata Lisda.
Menurut psikiater RSCM Danardi Sosrosumihardjo, dari segi kejiwaan tindakan Irwan memiliki kaitan kuat dengan pengalaman pahit masa silam. Korban sodomi rata-rata memiliki trauma mendalam, termasuk dalam hal orientasi seksual. Kendati trauma itu telah dimakan waktu, tetapi tetap saja bisa muncul dalam bentuk dendam. "Trauma berat tidak mudah dilupakan, bahkan pada orang normal sekalipun," kata Danardi.
Hal yang sama juga dikemukakan Erlangga Masdiana, kriminolog dari Universitas Indonesia. Menurut dia, tidak semua korban sodomi dapat melampiaskan perlawanan seketika, melainkan dalam bentuk rasa dendam. Sebab, pada umumnya korban sodomi adalah anak-anak, seperti dalam Kasus Robot Gedek. Dendam ini juga akan cepat muncul berkaitan dengan pola pendidikan dalam keluarga. "Dari keluarga yang otoriter, biasanya suatu ketika anak-anak akan membuat perhitungan sendiri. Ini berbeda dengan keluarga demokratis yang selalu terbuka dalam menyikapi suatu masalah," kata Erlangga.(YYT/Tim Derap Hukum SCTV)
Bebi tak tinggal diam, saat itu juga langsung melapor ke Achmadin, petugas patroli Hutan Lindung PIK. Achmadin mengaku heran, mayat tersebut tak diketahui satuan pengamanan perumahan. Padahal, patroli kerap dilakukan hingga ke tempat mayat itu ditemukan. "Saat itu juga saya langsung melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian Sektor Penjaringan," kata Achmadin.
Satu jam kemudian personel Polsek Penjaringan datang ke tempat kejadian perkara. Polisi kemudian mengidentifikasi mayat. Tubuh korban rusak parah. Bagian kepala hancur dan sebelah tangannya hampir putus. Mayat korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk diotopsi. "Sayangnya, korban tak meninggalkan identitas," kata Kepala Polsek Penjaringan Komisaris Polisi Krisna Murti.
Data jati diri korban yang tak jelas membuat polisi kesulitan mengusut kasus itu. Namun selang dua hari, titik terang mulai terkuak, saat seorang pria bernama Amir mengenali mayat itu setelah menonton tayangan kriminalitas di stasiun Surya Citra Televisi (SCTV). Amir mengakui sosok terbujur kaku di kamar mayat RSCM itu adalah sebagai adiknya yang bernama Tagor alias Tao, berusia 40 tahun. "Pengakuan kakak korban itu penting karena dari sini dapat mengidentifikasi motif, alibi, dan bisa dikembangkan hingga orang terakhir yang bersama korban," kata Krisna Murti.
Berdasarkan informasi Amir, Tao terakhir terlihat bersama Irwan. Saat itu juga pemuda berusia 29 tahun itu langsung diinterogasi. Namun dengan alasan tak cukup bukti, polisi melepaskan Irwan. Belakangan, Irwan tak bisa berkelit setelah Dodi, keponakan Amir, memberikan kabar bahwa pembunuh Tagor adalah Untung. "Untung mengaku tak bisa tidur karena sering didatangi roh korban dan dia minta maaf," kata Dodi. Dari sinilah terungkap dua pembunuh lainnya, masing-masing Rony dan Boneng.
Irwan mengaku membunuh Tagor dengan alasan balas dendam. Perbuatan Tagor menyodomi Irwan empat kali ketika berusia 12 tahun masih membekas. "Perbuatan Tagor itu membuat saya mengidap kelainan seks," kata Irwan. Dendam itu sebenarnya sudah lama, namun Irwan mengaku tak berani bertindak sendiri.
Gayung bersambut ketika Irwan bertemu tiga tersangka lainnya di rental kepingan cakram padat (VCD). Saat itu, Irwan curhat perihal perbuatan Tagor di masa silam. Mendengar keluhan Irwan, ketiga rekannya yang dalam kondisi mabuk minuman keras langsung menanggapinya dengan sikap emosional. Dari sinilah rencana pembunuhan berawal. "Dan kebetulan teman-teman juga mempunyai masalah masing-masing dengan Tagor," tutur Irwan.
Dalam rekonstruksi diceritakan, pembunuhan direncanakan malam hari di Hutan Lindung PIK. Tanpa kesulitan, malam itu Irwan berhasil mengajak Tagor pergi dengan alasan untuk berkencan. Seperti yang sudah direncanakan, ketika tiba di lokasi ketiga rekan Irwan sudah siap dengan berbagai peralatan senjata tajam. Semula, Tagor mengira Rony, Boneng, dan Untung bermaksud merampok sepeda motornya. Ketika hendak menyelamatkan diri, Untung langsung menyabetkan golok ke kepala Tagor. Saat itu juga korban tersungkur. Setelah dipastikan koit, para tersangka kemudian meninggalkan korban dan membuang senjata tajam ke rawa Hutan Lindung PIK.
Tuduhan Irwan bahwa Tagor telah menyodomi, dibantah Amir. Kami menganggap itu hanya fitnah. Buktinya, korban mempunyai dua istri dan mempunyai dua anak. "Saudara saya dikatakan preman, homo, itu jelas-jelas fitnah," kata Amir. Menurut dia, sodomi hanya dalih tersangka untuk membunuh Tagor. Ia justru balik menuding Irwan-lah yang mempunyai kelainan seksual.
Kasus pembunuhan itu, tidak saja mengagetkan keluarga Tagor tetapi juga dirasakan Nyonya Ceit, ibu Irwan. Ia baru tahu bahwa anak ketiganya ternyata pernah disodomi. Kasus ini juga mengungkap tabir selama ini yang membuat Irwan takut bergaul dengan perempuan. "Pantesan kok tingkah lakunya aneh, sering menangis dan selalu mengatakan takut ama cewek," kata Ceit, sedih. Hal senada juga dikemukakan, Lisda, kakak Irwan. Irwan bahkan sempat mencoba bunuh diri dengan meminum 28 butir obat sesak napas. "Mungkin stres karena sering dikatain bencong sama orang-orang kampung," kata Lisda.
Menurut psikiater RSCM Danardi Sosrosumihardjo, dari segi kejiwaan tindakan Irwan memiliki kaitan kuat dengan pengalaman pahit masa silam. Korban sodomi rata-rata memiliki trauma mendalam, termasuk dalam hal orientasi seksual. Kendati trauma itu telah dimakan waktu, tetapi tetap saja bisa muncul dalam bentuk dendam. "Trauma berat tidak mudah dilupakan, bahkan pada orang normal sekalipun," kata Danardi.
Hal yang sama juga dikemukakan Erlangga Masdiana, kriminolog dari Universitas Indonesia. Menurut dia, tidak semua korban sodomi dapat melampiaskan perlawanan seketika, melainkan dalam bentuk rasa dendam. Sebab, pada umumnya korban sodomi adalah anak-anak, seperti dalam Kasus Robot Gedek. Dendam ini juga akan cepat muncul berkaitan dengan pola pendidikan dalam keluarga. "Dari keluarga yang otoriter, biasanya suatu ketika anak-anak akan membuat perhitungan sendiri. Ini berbeda dengan keluarga demokratis yang selalu terbuka dalam menyikapi suatu masalah," kata Erlangga.(YYT/Tim Derap Hukum SCTV)