Sukses

Membongkar Praktik Korupsi di Kemenpora Ala KPK

KPK butuh kesabaran dalam membongkar praktik korupsi di Kemenpora. Pasalnya, Indonesia tengah menjadi tuan rumah ajang lomba olahraga se-Asia, Asian Games 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik rasuah dalam Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sempat menyatakan pihak lembaga antirasuah sudah mencium adanya indikasi tindak pidana korupsi di Kementerian yang dipimpin Imam Nahrawi tersebut sejak lama. Saat Indonesia menjadi tuan rumah dalam Gelaran Asian Games 2018 tepatnya.

Namun, demi kelancaraan acara empat tahunan yang diikuti oleh seluruh negara di Benua Asia itu, Saut menyatakan tim penindakan KPK memilih sabar sejenak. Setelah gelaran Asian Games dan Asian Paragames usai, barulah Saut memerintahkan anak buahnya untuk bertindak.

Meski bukan praktik rasuah di gelaran Asian Games 2018 yang dibongkar oleh KPK, setidaknya kasus suap dan gratifikasi dana hibah dari Kemenpora ke Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) menjadi pintu masuk bagi KPK untuk menemukan indikasi tindak pidana korupsi lain di Kemenpora.

"Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu. Tapi kami mau ‎acara (Asian Games 2018) berjalan dengan lancar. Jadi memang kami sudah ikuti. Kami sudah telusuri sejak lama," ujar Saut dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (19/12/2018).

Bahkan, Saut menyebut akan menelisik peran dari Menpora Imam Nahrawi dalam kasus suap dan gratifikasi dana hibah ke KONI. Saut mengatakan, sejatinya dalam kasus ini ada dugaan peran dari Menpora Imam Nahrawi.

"Saya belum bisa menyimpulkan itu. Tapi indikasinya memang peranan yang bersangkutan (Imam Nahrawi) signifikan ya," kata Saut.

Lagi, Saut memilih sabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada tim penyidik KPK untuk mencari keterangan dan bukti dugaam keterlibatan Imam Nahrawi dan pihak lain.

"Nanti kita lihat dulu. Karena kalau kita lihat jabatannya (Menpora) kan, itu bisa kita lihat seperti apa kemudian peranannya seperti apa. Ada beberapa yang tidak konfirm satu sama lain tentang fungsinya, nanti kita lihat dulu," Saut menambahkan.

Demi menghindari kembali terjadinya praktik rasuah di Kemenpora, Saut pun meminta agar Imam Nahrawi serius melakukan pembenahan dan pengawasan di kementeriannya. Terutama terkait dengan penggunaan dana bantuan dari pemerintah untuk organisasi-organisasi terkait.

"Jangan sampai alokasi dana hibah yang seharusnya dapat dimaksimalkan untuk meningkatkan prestasi olahraga Indonesia justru menjadi ruang bancakan karena lemahnya pengawasan dan mekanisme pertanggungjawaban keuangan yang tidak akuntabel," kata Saut.

Tak hanya dari Saut, Ketua KPK Agus Rahardjo pun mengimbau hal yang sama. Jika Kemenpora tidak segera berbenah, maka tak menutup kemungkinan indikasi tindak pidana korupsi lain di Kemenpora akan ikut dibongkar tim penindakan KPK.

"Kalau kami lihat di Kemenpora, pasti bukan hanya dana hibah ke KONI, ada juga yang ke IOC (Komite Olimpiade Internasional)," kata Agus.

Serupa dengan Saut, Agus juga mengisyaratkan kemungkinan adanya praktik rasuah dalam gelaran Asian Games 2018. Agus memastikan akan meminta penyidiknya untuk menelisik dugaan tersebut.

"Kami bisa meng-trace juga misalkan dana Asian Games, jadi kami akan menelusuri itu," Agus menerangkan.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Awal Mula Kasus

Pengungkapan kasus ini bermula saat KPK mendapatkan informasi dari masyarakat tentang adanya praktik suap di Kemenpora. Tim penindakan KPK oun bergerak dan mengamankan setidaknya 12 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT).

Selain 12 orang, tim juga mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu uang sebesar Rp 318 juta, buku tabungan dan ATM dengan saldo sekitar Rp 100 juta atas nama Jhonny yang dikuasai oleh Mulyana. Kemudian Mobil Chevrolet Captiva warna biru milik ET (Eko Triyanto) dan uang tunai dalam bingkisan plastik di kantor KONI sekitar sejumlah Rp 7 Miliar.

KPK kemudiam menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi penyaluran bantuan dari Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).

Mereka adalah Deputi IV Kemenpora Mulyana (MUL), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo (AP), Staf Kemenpora Eko Triyanto (ET), Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy (EFH), dan Bendahara Umum KONI Jhony E. Awuy (JEA).

Diduga Adhi Purnomo dan Eko Triyanto menerima pemberian sekurang-kurangnya Rp 318 juta dari pengurus KONI. Selain itu, Mulyana juga menerima Rp 100 juta melalui ATM.

Selain menerima uang Rp 100 juta melalui ATM, Mulyana juga sebelumnya sudah menerima suap lain dari pejabat KONI. Yakni 1 unit Toyota Fortuner, 1 unit Samsung Galaxy Note 9, dan uang Rp 300 juta dari Jhony.

Uang tersebut diterima Mulyana, Adhi, dam Eko agar Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada KONI. Dana hibah dari Kemenpora untuk KONI yang dialokasikan sebesar Rp 17,9 miliar.

Di tahap awal, diduga KONI mengajukan proposal kepada Kemenpora untuk mendapatkan dana hibah tersebut. Diduga pengajuan dan penyaluran dana hibah sebagai akal-akalan dan tidak sesuai kondisi sebenarnya.

Sebelum proposal diajukan, diduga telah ada kesepakatan antara pihak Kemenpora dan KONI untuk mengalokasikan fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar, yaitu sejumlah Rp 3,4 miliar.