Sukses

4 Kisah Perjuangan Ibu yang Bikin Haru

Hari Ibu diperingati di Indonesia setiap 22 Desember.

Liputan6.com, Jakarta Hari Ibu diperingati di Indonesia setiap 22 Desember. Presiden Sukarno menetapkan hari pertama Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 sebagai Hari Ibu, untuk mengenang semangat perempuan dalam perjuangan dan pergerakan nasional di era penjajahan.

Di era kemerdekaan, perempuan Indonesia masih berjuang. Bukan melawan penjajah, tapi berjuang untuk membahagiakan keluarganya, seperti empat kisah haru perjuangan ibu berikut ini:

1. Menggendong Anak Sakit untuk Ikut UNBK

Kasih sayang ibu sepanjang masa benar adanya. Kisah ibu yang rela menggendong anaknya bernama Desi Maharani, seorang siswi MTs Attaqwa, Sukabumi, Jawa Barat, ini membuktikannya.

Kala itu Desi sedang sakit pascamenjalani operasi sehingga tidak mampu untuk naik dan turun tangga menuju kelasnya.

Dengan kesabaran, sang ibu menapaki tangga dengan anak yang berada dalam gendongannya. Rasa lelah tidak dia hiraukan, hal ini dia lakukan agar anaknya tetap bisa mengikuti ujian.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

2. Jadi Juru Parkir

Sejak usia 21 tahun, Rumiati mulai menjadi juru parkir di Jl dr Angka, Kelurahan Sokanegara, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas. Hidup menjanda, ia merawat putrinya seorang diri.

Separuh pendapatan dari parkir, rata-rata Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu sehari, ia sisihkan ke dalam glogok (kendi yang dimanfaatkan untuk celengan). Rumiati mesti hidup berhemat, demi jaminan biaya pendidikan putrinya sanggup teratasi.

Hasil menjadi juru parkir mampu ia gunakan untuk membiayai sekolah putrinya. Ada rasa bangga, putrinya berhasil menuntaskan sekolah sampai tingkat strata satu di salah satu perguruan tinggi di Semarang. "Sekarang anak saya sudah jadi guru SD. Doa saya dikabulkan Tuhan. Beberapa bulan yang lalu anak saya menikah," ujar Rumiati.

 

3 dari 4 halaman

3. Buruh Cuci Kuliahkan Anak ke Jepang

Meski bekerja sebagai buruh cuci, tidak membuat Ibu Yuniati asal Yogyakarta berkecil hati menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Ia pernah mendapat cibiran warga tentang niatnya menguliahkan sang anak. Namun, niat ikhlas untuk menyekolahkan anaknya mendapat kemudahan dari Tuhan melalui program beasiswa.

Namun penghasilannya sebagai buruh cuci dapat mengantarkan anak-anaknya hingga ke jenjang S3 di Hokaido, Jepang. Sebelumnya, gelar S2 telah diraih sang anak dari Universitas Gadjah Mada dan S1 di Universitas Negeri Yogyakarta.

"Mau masuk S1 Sakti nangis karena ada yang bilang, mbokne ae golek utangan anake mau kuliah (ibunya saja cari utangan anaknya mau kuliah). Lalu saya bilang, ngene le rezeki urip pati bukan dwe mereka, tapi punyanya Gusti Allah sing penting niat (begini nak, rezeki, hidup dan mati itu milik Allah yang penting niat)," ujar Yuniati.

 

4 dari 4 halaman

4. Tambal Ban Demi Biayai 7 Anak

Emak Masitoh, wanita asal Palembang ini rela menjadi tukang tambal ban untuk membiayai 7 anaknya, 2 diantaranya yang masih duduk di bangku sekolah.

Ia bercerita tidak mudah menjadi tukang tambal ban, cibiran kerap kali ia terima. Tapi semua itu tidak ia simpan dalam hati. "kita benar-benar bekerja, demi membiayai anak," kata Emak Masitoh.

 

Reporter: Syifa Hanifah

Sumber: Merdeka.com