Liputan6.com, Jakarta - Orang dekat mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, Indra Purmandani mengaku pernah dilibatkan Eni menerima uang dari beberapa pengusaha. Uang itu dipakai buat keperluan Pilkada suami Eni, M Al Khadziq di Temanggung.
Saat memberi keterangan sebagai saksi di sidang dugaan penerimaan suap dan gratifikasi oleh Eni di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Indra menerima uang dari Herwin Tanuwijaya, Iswan Ibrahim, dan Prihadi Santoso.
Baca Juga
"Pernah anda ikut bantu terdakwa dalam hal penerimaan-penerimaan uang?" tanya jaksa kepada Indra, Rabu (26/12).
Advertisement
"Pernah ketika ibu bicara kebutuhan sosial di Temanggung," jawab Indra.
"Untuk apa?" tanya jaksa.
"Saya waktu itu asumsikan Pilkada. Yang saya terima waktu itu dari Herwin Tanjung Wijaya, Iswan Ibrahim dan Prihadi Santoso," tukasnya.
Ia merinci penerimaan uang dari Herwin berjumlah SGD 32 ribu dan Rp 97,5 juta baik dengan cara transfer ataupun cash. Sementara uang dari Iswan berjumlah Rp 200 juta dengan rincian Rp 100 juta tiap pemberian ke Indra.
Diketahui Eni didakwa menerima gratifikasi Rp 5,6 miliar dan SGD 40 ribu sejak menjabat sebagai anggota DPR periode 2014-2019. Penerimaan graritifikasi tersebut diperuntukan biaya pencalonan M Al Khadziq, suami Eni sebagai Bupati Temanggung.
Pada bulan Mei 2018, Prihadi Santoso sebagai Direktur PT Smelting mengetahui Eni berada di Komisi VII DPR. Kepada Eni, Prihadi meminta bantuan agar memfasilitasi PT Smelting ke Kementerian Lingkungan Hidup dan meminta agar perusahaannya mendapat kuota impor limbah bahan berbahaya beracun untuk diubah menjadi copper slag.
Politisi Golkar itu menyanggupi permintaan bantuan Prihadi dengan kompensasi pemberian uang. Prihadi setuju permintaan Eni. Ia kemudian mempertemukan Prihadi dengan Rosa Vivien Ratnawati selaku Dirjen Pengelolaan Sampah.
Usai memfasilitasi pertemuan dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup. Eni meminta Prihadi merealisasikan komitmennya.
Lewat orang kepercayaannya, Indra Purmandani, Eni menerima uang secara bertahap Rp 250 juta dengan rincian Rp 100 juta, Rp 100 juta, dan Rp 50 juta.
Eni kembali menerima gratifikasi dari Herwin Tanuwidjaja selaku Direktur PT One Connect Indonesia sebesar SGD 40 ribu dan Rp 100 juta. Sama dengan Prihadi, Herwin meminta agar Eni memfasilitasi perusahaannya bertemu dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup.
Dari upayanya sebagai jembatan Herwin dengan Kementerian LHK, ia menerima SGD 40 ribu dan Rp 100 juta secara bertahap.
Gratifikasi
Gratifikasi kembali diperoleh Eni dari Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal. Samin meminta Eni memfasilitasi perusahaannya bertemu dengan pihak Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membahas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara generasi 3 di Kalimantan Tengah.
Juni 2018, Eni meminta Samin merealisasikan komitmennya terkait pemberian uang. Samin kemudian memberikan Rp 4 miliar secara tunai disusul Rp 1 miliar yang diberikan pada 22 Juni.
Terakhir, gratifikasi Rp 500 juta berasal dari Iswan Ibrahim yakni Presdir PT Isargas.
Atas perbuatannya Eni didakwa melanggar Pasal 12 B ayat 1 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Eni juga didakwa menerima suap Rp 4,750 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo, pemilik Blackgold Natural Resources (BNR). Suap diperuntukan agar Eni membantu Johannes mendapatkan proyek pengerjaan PLTU Riau-1 senilai USD 900 juta.
Ia kemudian didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement